Albanian / Amharic / Arabic / Bengali / Bosnian / Chinese / Dutch / English / Finnish / French / German / Hindi / Indonesian / Malay / Persian / Oromo / Portuguese / Russian / Swedish / Somali / Tamil / Telugu / Thai / Turkish / Urdu
Al-Masih, Muhammad dan Saya
Kisah nyata yang hakiki
Oleh Mohammad Al Ghazoli
Alihbahasa oleh Winston
Mazakis
Diedisi oleh David W.
Daniels
PESAN PENYUNTING
Nama-nama Surat dalam Al-Qur’an, yang
dalam bahasa Arab artinya buku atau bab. Surat Yasin, misalnya, maksudnya sama
dengan buku atau kitab Yasin. Qur’an sendiri artinya adalah bacaan.
Naskah yang sedang Anda baca ini adalah
bentuk revisi dari tulisan asli karya Mohammad Al Ghazoli yang diterjemahkan ke
dalam banyak bahasa, salah satunya bahasa Inggris oleh Dr. R. Winston Mazakis.
Karya Ghazoli (dan terjemahan Mazakis) mendeskripsikan arti dari bahasa Arab
yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits sering kali tidak tampak dalam
terjemahan Inggris. Kaum Muslim mengimani bahwa tidak ada satupun terjemahan
Al-Qur’an yang dapat menjadi pegangan resmi; semua terjemahannya dinamakan
sebagai “upaya menjelaskan” (interpretation).
Saya telah menambahkan referensi
tambahan yang telah mengkonfirmasikan sumber-sumber Al Ghazoli, dari
Al-Qur’an[1], Hadits, Sunah
- David W. Daniels -
NB. Terjemahan kedalam bahasa Indonesia
ini telah diringkas dari aslinya, hingga pasal yang kesepuluh, dengan beberapa
catatan tambahan disetiap pasal guna menerangi. Dalam hal ada rujukan Hadits
Shahih Bukhari tambahan dalam peringkasan ini, maka hal itu terambil dari
terjemahan H.Zainuddin Hamidy cs, Volume I-IV, terbitan “Wijaya, Jakarta, edisi
ke-13.
Pendahuluan Tentang
"Saya"
1. Rasul Allah atau Manusia
yang Dirasulkan?
2. Dua puluh tiga Kali
Pernikahan Muhammad
3. Sang Diktator, Raja
Rasisme
4. Terorisme dan Intimidasi
dalam Islam
4. Al-Qur'an Wahyu Allah
atau Ciptaan Manusia?
6. Yesus Kristus versus
Muhammad
7. Al-Masih dalam Al-Qur’an
8. Salib dan Yang Tersalib
9. Apakah Alkitab Diubah?
10. Betapa Al-Qur’an
Memutar-balikkan Alkitab
Diperuntukkan bagi kedua saudari saya
Bagi gereja kecil saya di sebelah
selatan Chicago
Bagi kenangan Almarhum ayah, meninggal
sebagai Muslim di Mesir
Bagi semua umat Muslim, secara khusus
dunia Arab
Bagi semua yang terhilang dan tersesat,
Saya persembahkan buku ini dengan
segala kerendahan hati
Pendahuluan Tentang “Saya”
Saya seorang pria yang telah kehilangan
arah selama lebih dari empat puluh tahun, dan telah menenggelamkan diri dalam
ketidak-pedulian mutlak, berjalan tanpa arah dan tujuan, dan dalam dosa. Saya
adalah seorang bayi yang menanyakan dirinya, sebelum bertanya ke orang lain,
mengenai arti dari eksistensi, kelahiran dan kematian.
Saya adalah seseorang yang berjalan di
jalan yang panjang, mencari kebenaran di semua sudut dan semua jalan.
Siapa itu Musa, Yesus dan Muhammad! Akhirnya sampai kepada kesadaran yang
mendalam, bahwa diri saya selama 40 tahun telah tertawan dalam sel kebanggaan
pada sebuah penjara besar yang bernama ketidak-jelasan dalam agama
bangsa saya.
Saya telah menyelesaikan studi tingkat
universitas, menerima gelar Master dalam Ekonomi dan Ilmu Politik di Mesir.
Dan memulai menitih karier pada bisnis manajemen penerbitan di sebuah koran
Arab. Dua tahun kemudian saya menjadi pemimpin editor, lalu bekerja selama lima
tahun sebagai penasehat pers untuk seorang presiden Arab.
Saya telah menulis lebih dari 2000
artikel yang diterbitkan di koran serta majalah Arab dan Islam, untuk berbagai
agen pers Arab dan internasional.
[2] dan tulisan lainnya, untuk
mendokumentasikan penelitian sahihnya. Saya telah menambahkan pula catatan kaki
yang memperjelas hal-hal yang mungkin sudah banyak diketahui oleh kaum Muslim
pada umumnya, namun tidak diketahui oleh sebagian kecil lainnya.[3] Saya telah
menerbitkan sepuluh buku mengenai ekonomi, sosiologi dan politik yang
menjangkau pasar dunia Arab maupun internasional. Dan Sebagian telah
diterjemahkan dalam tiga bahasa.[4] Sebagai seorang Muslim, Saya adalah salah
seorang yang telah mengkritik Taurat dan Injil dalam lebih dari satu kuliah
umum dan penelitian serta mengulangnya seperti seekor burung Beo bahwa Alkitab
telah dirubah dan dipalsukan!
Saya adalah seseorang yang pintunya
diketok oleh seorang saudara yang mengatakan, “Apakah Anda telah membaca
Al-Qur’an dan Hadits Muhammad secara mendalam?” Setelah membaca, saya justru
terkena penyakit ”kepala intelektual” yang menyakitkan, kemudian berakibat pada
penulisan buku saya yang terakhir, Lost Between Reason and Faith
(“Tersesat antara Nalar dan Iman”, diterbitkan hanya dalam bahasa Arab).
Akibatnya, saya menemukan diri saya di luar batas-batas agama selama lebih dari
sepuluh tahun. Selama waktu tersebut, saya hanya melihat ke surga karena pada
saat itu saya selalu yakin bahwa di surga terdapat Tuhan.
Walaupun saya tersesat menurut ajaran
Islam; ada seorang Kristen yang telah lahir baru meletakkan sebuah Alkitab di
dalam tangan saya dan mengatakan: “Baca,” sama seperti yang telah dinyatakan
bahwa sebuah ruh yang mengaku sebagai malakat “jibril” mengatakan kepada
Muhammad di gurun Ghara. Saya membaca dan akhirnya awan-awan gelap menghilang
dan terang matahari mulai memasuki hidup saya. Sebuah perjumpaan yang teramat
berharga, seperti budak yang tersesat berjumpa dengan seorang tuan yang
baik; domba yang tersesat menemukan seorang Gembala yang baik, yaitu Tuhan
Yesus Kristus.
Bagaimana saya kemudian dapat mengenal
Yesus Kristus sebagai Penyelamat dan Penebus saya? Perjumpaan saya secara
pribadi dengan Yesus bukan sebuah kebetulan, karena saya telah berjalan
sekian lama di jalan penuh duri; tetapi perjalanan saya dan pergulatan saya
dengan iblis, jauh lebih lama. Perkenankan saya menjelaskan cerita saya dengan
singkat; karena buku ini bukan mengenai kehidupan pribadi saya, tetapi lebih
mengenai sebuah lilin yang ditujukan untuk menerangi jalan bagi mereka
yang hidup dalam kegelapan dan hendak mencari cahaya kebenaran.
Allah Pembimbing dan Sekaligus
Penyesat?
Ketika saya duduk di kelas 1 SMP, guru
agama kami, Mahmood Qasem, mengatakan bahwa “Allah membimbing siapapun yang dia
inginkan” dan “Allah mensejahterakan siapapun yang dia inginkan tanpa batas.”
Saya mempunyai hubungan yang sangat baik dengannya. Sayangnya, hal tersebut
tidak berlangsung lama, karena suatu hari dia mengatakan di kelas: “Allah mensejahterakan
siapapun yang dia kehendaki tanpa batas.”
Kemudian dia mengkontradiksikan dirinya
dengan mengutip ayat yang lain: “Carilah dengan rajin di tempat-tempat
paling rendah dan makanlah makanannya, karena pada Dialah terdapat keputusan
terakhir.” Ayat-ayat lain dari Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah menyesatkan
siapapun yang dia inginkan.
Kira-kira empat bulan kemudian, guru
saya mengutip sesuatu yang mirip dengan yang sebelumnya, mengandung kontradiksi
serupa. Dan saya kembali mempertanyakannya! Dan ia berjanji akan menjawab
kemudian, tetapi sekali lagi ia tidak melakukannya. Sebaliknya ia malah
memanggil ayah saya, dan mengatakan masalah saya kepadanya. Lantas sayapun
mengutarakan pertanyaaan saya. “Ayah, di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menyatakan
bahwa Allah membimbing siapapun yang dia kehendaki dan menyesatkan siapapun
yang dia kehendaki. Saya meyakini bahwa saya adalah salah satu dari mereka yang
disesatkan oleh Allah.”
Itulah awal dari keraguan saya.
Keraguan terus bertambah, namun dalam kesibukan kehidupan bisnis saya, saya
mencoba untuk melupakannya. Namun saya mempunyai terlalu banyak pertanyaan yang
butuh jawaban. Karena itu, 18 tahun yang lalu, saya mulai membaca Al-Qur’an dan
Hadits (tradisi dari Muhammad dan pengikutnya). Saya mempelajari dengan
mendalam kegiatan Muhammad dan penerus-penerusnya.
Setelah saya banyak membaca mengenai
hal ini, lambat laun sebuah gambaran mulai tampak jelas. Saya menjadi yakin,
bahwa Al-Qur’an adalah buku ciptaan manusia dan Muhammad bukan utusan Tuhan.
Hubungan saya dengan agama telah berakhir dan saya tidak mempunyai ikatan
dengan Islam, selain hidup dalam masyarakat Muslim. Saya berada dalam situasi
yang pelik. Saya menyadari bahwa Islam bukanlah Kebenaran dan tidak mungkin
merupakan Kebenaran. Tetapi dimanakah Kebenaran itu?
Setelah mempelajari secara mendalam
Al-Qur’an dan Hadits Muhammad serta penerusnya, sebuah gambaran aneh mengenai
Islam terbentuk dalam kepala saya. Bagaimana bisa Muhammad menguasai pemikiran
dari lebih dari satu milyar orang di dunia ini? Tidakkah mereka bisa berpikir?
Tidakkah mereka membaca? Jawabannya ada dalam pengalaman Muslim, juga muncul
pada saya saat ini: “Ketakutan terhadap yang menakutkan” adalah sebuah
prinsip yang diformulasikan oleh Muhammad, untuk memimpin dan menguasai hati
manusia melalui ketakutan. Tetapi apa yang ditunjukkan oleh prinsip ini?
Saya hanya bisa memastikan bahwa Muhammad, anak dari Abdullah, adalah salah
satu orang jenius terbesar dalam sejarah. Dia menggunakan kecerdasaannya untuk
memformulasikan sebuah prinsip yang sederhana namun licik, yaitu menakuti
manusia melalui sebuah agama!
Karena menghadapi kesulitan di Mekah,
dia hijrah ke Medina dengan 30 orang, dan jumlah pengikutnya bertambah dua kali
lipat di sana. Namun kesulitan mulai menghimpit. Dimana dia bisa mendapatkan
uang yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka? (Bagaimana dengan tempat
tinggal, makan, dan pekerjaan?) Bagaimana membiayai pembangunan rumah-rumah
baru setelah kematian Khadijah, lalu menikahi dua wanita dan membangun rumah
bagi mereka? Enam bulan setelah kedatangannya di Medinah, rumahnya sudah
bertambah menjadi lima.
Merasa harus bertanggung jawab, Muhammad
ternyata memanfaatkan para pengikutnya untuk merampok suku-suku dan karavan
yang berangkat dari Damaskus ke Mekah. Dia merampok karavan-karavan, dan
membunuh siapa pun yang mencoba melawannya [sambil membagi jarahan sebagai
sebentuk kemurahan Tuhan]. Kegiatan ini menjadi cara termudah untuk mendapatkan
dana yang dibutuhkan. Semakin banyak dana yang tersedia, semakin banyak orang
yang tergiur bergabung dengan kelompoknya. Tidak puas dengan perampokan
karavan-karavan kecil, maka dia mulai merampok suku-suku dan desa yang lebih
besar, kemudian beberapa kota. Dia mendistribusikan harta kekayaan hasil
penjarahan kepada para pengikutnya, termasuk budak-budak dan wanitanya. Tidak
ada batasan mengenai penyiksaan dan pembunuhan tawanan.
*[Dengan cerdik Muhammad mengubah
konsep “jihad” yang semula dipahami para pengikutnya sebagai usaha keras untuk mengukuhkan
iman – seperti doa dan puasa – kini menjadi “berperang dijalan Allah” dengan
cara menyerang musuh-musuh (kafir) secara fisik dan metodis, sekalipun yang
diserang nota bene masih punya hubungan famili dengan penyerang. Dan itu
berhasil karena dikaitkan dengan perintah wajib dari Allah. Surat 2:216]
Dalam tiga tahun saja, Muhammad
berhasil membentuk angkatan bersenjata sebesar 6.000 lebih di antara
pengikutnya.
Pengaruh Muhammad pun menjadi kuat dan jumlah
istrinya bertambah menjadi sebelas, ditambah enam gundik, dimana dia
melakukan hubungan intim dengan mereka. Dikatakan bahwa dia mempunyai
sekitar dua ratus pembantu dan pelayan. Tugas dari seseorang pelayan bernama
Abd Al-Lah bin Mas’ud adalah untuk menjaga sepatunya. Dia mendapatkan kekayaan cukup
banyak untuk membentuk sebuah pasukan. Muhammad harus mengamankan kedudukannya,
sehingga “Jibril” turun membawa ayat-ayat dari Allah, tuhannya Muhammad, sesuai
dengan keperluannya, dengan mengatakan bahwa siapapun yang meninggalkan
Islam harus ditumpahkan darahnya (Surat 4:89). Inilah ayat yang diturunkan
sebagai perlindungan mutlaknya dan memberikan kepadanya semua hak yang ia
inginkan dan menghapus semua kewajibannya: “Terimalah apapun yang ditugaskan
oleh Rasul kepadamu dan sangkal lah dirimu terhadap apa yang dia larang
bagimu.” (Surat 59:7). Muhammad meyakini bahwa siapapun yang memeluk Islam
dan kemudian berpikiran untuk meninggalkannya, ia pantas mati. Sedangkan
Allah mengharuskan semua Muslim untuk taat kepada perintah Muhammad tanpa
syarat. Semua orang tunduk dan takut... namun setiap orang
mempunyai kewajiban tanpa batas waktu dan tempat untuk membunuh sesama Muslim
yang mencoba meninggalkan Islam. *[“Kapanpun kamu menjumpai mereka (Muslim
yang murtad), bunuhlah mereka...”, HS Bukhari IX/64]
Muhammad menanamkan filsafat “ketakutan
terhadap yang menakutkan” dalam hati pengikut-pengikut sucinya. Kaum Muslim
bertambah (dalam jumlah dan garangnya), namun meninggalkannya berarti kematian,
bahkan tidak terkecuali di tangan kerabat dan teman terdekatnya. Jika tidak,
mereka akan sangat dipermalukan.
Banyak orang memperingatkan saya untuk
tidak mengumumkan keimanan saya. Tetapi jawaban saya selalu adalah: Saya
berurusan dengan Tuhan yang sesungguhnya, yang namanya adalah Yesus Kristus,
dan Alkitab menjamin saya:
“Sungguh, Dialah yang akan melepaskan
engkau dari jerat penangkap burung, dari penyakit sampar yang busuk. Dengan
kepak-Nya Ia akan menudungi engkau, di bawah sayap-Nya engkau akan berlindung,
kesetiaan-Nya ialah perisai dan pagar tembok. Engkau tak usah takut terhadap
kedahsyatan malam, terhadap panah yang terbang di waktu siang.” (Mazmur 91:
3-5)
Pertemuan
Setelah sekian lama menjadi Muslim yang
tidak peduli di luar agama Muhamad, dan ketika Setan yakin bahwa saya tidak
akan kembali ke agamanya. Dia mulai menteror dan menyerang saya. Pertama-tama
dengan merampas harta kekayaan saya, kemudian dengan menghancurkan semua yang
saya telah bangun. Mereka menyerang kesehatan saya hingga saya berada di titik
hampir mati. Saya menghabiskan kebanyakan waktu saya di rumah sakit. Tak lama
kemudian saya kehilangan uang dan nama baik saya.
Di tengah-tengah kezaliman ini, seorang
nyonya menelepon saya dan mengatakan “Saya ingin bertemu dengan Anda.” Saya sungguh-sungguh
tidak ingin menanggapinya. Namun dia kemudian menelepon lagi, dan kali ini saya
memilih untuk menemuinya, walaupun saya teramat letih dan tubuh saya sedang
sakit. Ketika saya menemuinya, dia meletakkan sebuah Alkitab di tangan saya.
Saya membukanya secara acak dan hal pertama yang muncul di depan mata saya:
“Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu.” (Matius 11:28). Saya terus membaca. Mengapa saya tidak
pernah melihat buku ini, saat saya telah membaca ratusan buku? “Tetapi Aku
berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya
kamu.” (Matius 5: 44) Kata-kata indah ini tidak mungkin keluar dari mulut
seorang manusia biasa, kecuali dari Tuhan yang Agung yang menyembuhkan orang
sakit dan membangkitkan orang mati. Hebatnya lagi, Tuhan Yesus yang penuh kasih
ini mengatakan: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup!” (Yohanes 14: 6)
Ya, saya menyerahkan jiwa saya
kepada-Nya dan lihat ...! semuanya berubah. Semuanya dipulihkan secara
bertahap kembali normal. Sepertinya saya memasuki sebuah lembah yang
berbeda…sebuah lembah yang hijau permai. Saya merasakan suka cita, kedamaian
dan kasih-Nya.
Sekarang saya hidup di dalam tangan
Tuhan saya. Saya tidak puas hanya dengan bertemu Dia, memuji nama-Nya dan
berdoa kepada-Nya. Adalah kewajiban saya kepada keluarga dan rakyat saya
untuk menghantarkan mereka kepada Kebenaran lewat kesaksian tulisan ini:
Al-Masih (Kristus Yesus),
Muhammad dan Saya
Saya harap Anda membacanya, karena di
dalamnya, Anda akan menemukan penyembuhan untuk jiwa Anda dan mengerti
bagaimana Anda dapat kembali kepada Tuhan yang sesungguhnya. Saya mengundang
Anda untuk membaca, memahami dan membandingkan. Semoga Tuhan memberkati Anda.
1. Rasul Allah atau Manusia
yang Dirasulkan?
Muhammad anak yatim piatu sejak kecil.
Ia diasuh oleh kakeknya. Setelah kematian kakeknya, pamannya Abu Talib menjadi
walinya, dari umur 8 hingga 25 tahun. Dia kemudian menikahi Khadijah. Abu Talib
masih hidup hingga tahun kesepuluh dari “siar kenabian” Muhammad. Dia dan
anak-anaknya merupakan pendukung terbesar Muhammad. Namun kita harus bertanya
mengapa Abu Talib, pamannya sendiri, tidak mengakui kenabian
Muhammad hingga ajalnya? Ketika ajal menghampiri Abu Talib, Muhammad memasuki
kamarnya, dimana Abu Jahl dan Abd Alla bin Umia juga berada. Muhammad berkata: “Paman,
katakanlah, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah.”
Tetapi paman ini berkata, “Saya adalah pemeluk agama Abd Al-Muttalib
(ayahnya).” Dia jelas menolak undangan Muhammad untuk memeluk Islam.
Apakah Abu Talib, seorang Yahudi,
Kristen atau kafir? Beberapa sarjana mengatakan dia adalah seorang pagan
yang mengimani Manat dan Uzza, dewi-dewi pujaan Mekah.
Yang lain mengatakan dia simpatisan Kristen yang mengimani Al Masih dan
Alkitab, buktinya terdapat dalam pernyataannya: “Orang-orang terbaik mengetahui
bahwa Kutum (panggilan untuk Muhammad) adalah pengikut dari Musa dan Al
Masih anak Maryam.” Walau demikian, Abu Talib tetap menolak untuk mengakui
Muhammad sebagai nabi dan terus memanggil dia dengan sebutan Kutum.
Abu Jahl adalah paman kedua dari
Muhammad, dikenal dengan nama Abu Al-Hakam,
Muhammad telah mencapai umur 25 tahun,
dan belum juga menikah, walaupun umur rata-rata bagi kaum pemuda untuk menikah adalah
18 tahun. Ketika seorang pemuda mencapai umur 20-an tanpa menikah, dia biasanya
dipertanyakan! Mengapa Muhammad tidak menikah hingga berumur 25 tahun? Ya,
paman dari Muhammad (Abu Talib) ini teramat miskin. Semasa itu, Muhammad tidak
mempunyai sesuatu apapun yang dapat membantu dirinya untuk menikah. Karena
alasan ini, Muhammad tidak dapat menikah hingga datangnya seorang janda berumur
40 tahun dengan banyak harta. Namanya adalah Khadijah bint Khuwailid, seorang
janda sekte Kristen yang mendapatkan banyak warisan dari suaminya. Pada
pernikahannya, Abu Talib, pamannya membuat pernyataannya yang terkenal: “Terpujilah
Allah yang telah melepaskan kita dari kekhawatiran dan kesulitan.”
Muhammad menikah setelah upacara
kristiani dilaksanakan dalam salah satu biara. Dia tidak berani menikahi
wanita lain selama Khadijah masih hidup, walaupun Khadijah hampir berumur 70
tahun pada saat kematiannya. Namun frustrasi serius muncul dalam diri Muhammad
setelah kematian Khadijah, hingga dia menikahi dua gadis muda pada malam yang
bersamaan: Aisha yang berumur sembilan tahun dan Sawdah bin Zam’ah yang
berumur 27 tahun.
Panggilan Kenabian Muhammad
Kapankah pewahyuannya mulai? Bagaimana
Muhammad mengaku bahwa dirinya adalah nabi? Siapa yang mengatakan kepadanya
bahwa dia adalah Rasul Allah untuk bangsa itu? Kisahnya dimulai di gua Hira
ketika Muhammad bertapa hingga terlelap. Lalu datanglah satu sosok (ruh) yang
memaksanya membaca sesuatu hingga 3 x sambil mencekiknya setiap kali ia
(Muhammad) menjawab ”aku tak bisa membaca”. Apa komentar para ahli dan sarjana
Muslim tentang kisah ini?
Al-Halabi menulis
*[Dan bagaimana Khadijah mampu
memastikan hal-hal tentang ruh dan kenabian, sementara dia hanya seorang
awam-agama dan pedagang, dan bahkan belum tahu Islam?]
Al-Suyuti
Mempelajari sejarah Muhammad
menimbulkan banyak pertanyaan. Tidak dapatkah si pembawa wahyu turun kepadanya
tanpa menimbulkan banyak masalah? Tidakkah si malaikat dapat meyakinkan
Muhammad bahwa dia adalah Rasul Allah? Apakah dia tidak mampu meyakinkannya
mengenai panggilannya? Bagaimana mungkin malah istrinya yang meyakinkan
Muhammad daripada si malaikat yang diutus itu? Tidak dapatkah malaikat
menghilangkan kebingungannya, sampai-sampai dia mengira malaikat itu adalah
setan? Bukankah malaikat tersebut dapat dengan mudah membuktikan bahwa dirinya
adalah malaikat Tuhan, jika dia memang benar-benar demikian? Disinipun kita
sudah menemukan kejanggalan luar biasa!
Tapi ada yang lebih janggal
lagi: Bagaimana Muhammad dan Khadijah pada akhirnya yakin bahwa Muhammad adalah
salah satu dari para nabi? [Sebuah testing yang berkonotasi sex dilakukan oleh
Khadijah terhadap Ruh/ Jibril.]
Ibn Hisham telah menulis:
“Khadijah mengatakan kepada Muhammad,
apakah engkau dapat mengatakan kepadaku tatkala kawan yang mengunjungimu (ruh/
Jibril) itu datang? Muhammad menjawab, ”Ya”. Ketika dia datang, Muhammad
memberitahukan kepada Khadijah. Khadijah berkata lagi ”Apakah engkau melihatnya
sekarang”? Muhammad menjawab, ”Ya”. Dia mengatakan, berbaliklah dan duduk di paha
sebelah kananku. Muhammad pun melakukannya. Dia mengatakan kepadanya, ”apakah
engkau masih dapat melihatnya”? Muhammad menjawab, ”Ya”. Khadija kecewa dan membuka
kijabnya dan melemparkannya ke bawah, saat Muhammad sedang duduk di
pangkuannya, Khadijah berkata kepada Muhammad: ”Apakah engkau masih dapat
melihatnya”? Dan Muhammad menjawabnya, ”Tidak”. Khadijah berkata kepadanya:
”Yakin dan bersukacitalah, demi Allah, dia adalah malaikat dan bukan setan,
karena setan tidak akan malu (dan menghilang jika wanita membuka baju), tidak
seperti malaikat.”
[12] [13] Ini adalah ujian dari
Khadijah untuk memastikan bahwa Muhammad adalah seorang nabi, dan bayangan
tersebut adalah malaikat, bukan setan. Masuk akalkah ini?!
Semua nabi-nabi terdahulu tidak perlu
diyakinkan mengenai wahyu dari Tuhan. Lalu mengapa cerita tersebut dibutuhkan
untuk memastikan pemanggilan Muhammad sebagai nabi? Tidakkah Tuhan dapat
memberikan semua pengetahuan tersebut kepada nabinya tanpa cerita-cerita
dongeng yang aneh-aneh? Saya melihat keganjilan lainnya. Mengapa ruh yang
diutus menurunkan wahyu itu harus mencekiknya hingga hampir mati, tiga kali?
Cerita itu menimbulkan banyak pertanyaan dan keanehan.
*[Dan lagi, sebetulnya apa perlunya
penyampaian teks tersebut harus mati-matian dipaksa baca oleh Muhammad yang
memang ummi itu? Bukankah Qur’an sendiri diyakini diturunkan dengan ayat-ayat
yang “terang”, dengan “lidah Arab yang jelas?” Surat 57:9, 26:195, dll.]
Al-Halabi mencatat:
“Setiap kali (bagian dari) Al-Qur’an
turun kepada Muhammad, dia akan pingsan setelah sebelumnya dia gemetar dan
merinding. Matanya tertutup dan mukanya letih dan dia akan mendengkur seperti
unta. Hal-hal tersebut terjadi kepadanya sebelum pewahyuan turun kepadanya.
Mereka juga berusaha melindunginya dari mantra si mata jahat.”
Dia juga mencatat:
“Pada waktu wahyu turun kepadanya, dahi
Muhammad akan berlumuran keringat, bahkan pada hari-hari dingin, dan matanya
akan menjadi merah seperti orang mabuk. Muhammad biasa mengatakan, Setiap kali
saya menerima wahyu, aku berpikir bahwa aku akan mati.”
Setiap dokter cenderung memastikan
bahwa hal-hal tersebut adalah tanda-tanda penyakit epilepsi. Mengapa
seorang nabi besar mendapatkan serangan sejenis epilepsi ketika sebuah wahyu
turun kepadanya? Yang seharusnya terjadi dalam setiap penampakan selayaknyalah
kedamaian, suka cita, keyakinan dan kepercayaan. Dapatkah kita belajar mengenai
sifat asli dari “Jibril,” yang justru memberikan dampak buruk seperti yang
dirasakan oleh Muhammad?
Namun, apakah seorang malaikat
benar-benar muncul di hadapan Muhammad? Atau itu adalah ciptaan imajinasinya
sendiri? Saya yakin itu bukan malaikat. Pertama, malaikat Tuhan membawa
damai sejahtera bukan ketakutan! Sebagai contoh, ketika malaikat datang
ke Maria untuk menyampaikan berita tentang kelahiran dari Kristus, hal pertama
yang dia katakan adalah, “Damai sejahtera atasmu.” Maria dipenuhi dengan
kedamaian, iman dan suka cita. Dia tidak dicekik, ataupun mengalami pengalaman
yang aneh-aneh, sakit kepala dan mata berputar-putar. Malaikat asli datang dengan
kedamaian, bukan dengan gejala epilepsi!
Kedua
*[malahan digambarkan disitu bahwa
”Jibril” berkeliaran tanpa menurunkan wahyu atau entah apa kerjanya secara
khusus. Bukankah kehadirannya tidak akan sembarangan, melainkan penuh makna,
khidmat dan berotoritas? Dan bukan asal-asalan – bahkan tidak senonoh – seperti
yang didongengkan itu? (Lihat Qs.53:4-14)]
Malaikat macam apa yang tidak menyadari
hal sekecil ini?
Ketiga
2. 23 Kali Pernikahan
Muhammad
Sebelum saya memasuki topik ini,
fakta-fakta berikut harus terlebih dahulu diutarakan. Muhamad mengatakan: “Aku
hanya manusia biasa seperti kamu.”
Al-Qur’an menyatakan bahwa Muhammad
hanya seorang rasul, walaupun kaum Muslim menganggap dia sebagai seorang nabi
agung. Namun dia dianggap seperti orang yang hidup dan mati sama seperti orang
lain. Dengan kata lain, Al-Qur’an yang diturunkan kepada Muhammad tidak
memberikannya karakteristik khusus, yang membedakan dirinya dengan manusia
lain. Namun sangat aneh dan bertolak belakang, bahwa tiba-tiba Al-Qur’an memang
membedakan diri Muhammad, dengan memberikannya lebih banyak hak keistimewaan
dan sedikit kewajiban.
Sebagai contoh, Al-Qur’an memberikan
kaum Muslim hak untuk menikahi maksimum empat orang istri. Namun Al-Qur’an
menyatakan:
“Wahai, Nabi, sesungguhnya Kami telah
menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas kawinnya
dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh
dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan perempuan mu’min yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai
pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu’min. Supaya tidak menjadi
kesempitan bagimu”
Allah tidak cukup puas dengan hanya
memberikan Muhammad banyak istri, dia juga memberikannya carte blanche
(kewenangan penuh) untuk melakukan apapun yang dia inginkan dalam soal
kawin-mawin ini. Allah tidak membatasi jumlah wanita yang boleh dinikahinya,
sebagaimana yang dia perintahkan ke kaum Muslim lainnya. Namun, dia memberikan
dirinya sendiri hak untuk mengambil wanita manapun yang diinginkannya, bahkan
yang telah menikah, iapun masih memaksa si suami untuk meceraikan istrinya,
ketika sang nabi menginginkan si wanita tersebut.
Salah satu ulama Muslim yang terkenal,
Burhan El-Deen Al-Halabi, membahas hak-hak khusus dari Muhammad dalam bukunya
yang terkenal, Al-Sira Al-Halabia. Al-Halabi mengatakan:
“Jika Muhammad menginginkan wanita yang
belum menikah, dia mempunyai hak untuk memasukinya (menikahinya) tanpa upacara
pernikahan dan tanpa saksi atau wali. Persetujuan wanita itu juga tidak
diperlukan. Namun, jika wanita tersebut sudah menikah dan Muhammad menunjukkan
keinginannya terhadap dirinya, adalah sebuah keharusan bagi suaminya untuk
menceraikannya, agar Muhammad dapat menikahinya. Muhammad juga mempunyai hak
untuk memberikan wanita yang dinikahinya itu kepada lelaki manapun yang ia
pilih, tanpa persetujuan wanita tersebut. Dia bahkan juga dapat menikah pada
musim lebaran, sebagaimana yang dia lakukan dengan Maimunah. Dia juga mempunyai
hak untuk memilih dari para tawanan, siapapun yang dia inginkan, sebelum
pembagian hasil jarahan perang.”
“Muhammad mengatakan bahwa dirinya
adalah manusia biasa, demikian pula Al-Qur’an.” Lantas, bagaimana ia kemudian
memberikan dirinya sendiri HAK yang begitu berlebihan? Sangat jauh dari
perilaku Tuhan untuk menerima ketidak-adilan seperti itu, atau untuk menyetujui
penghinaan seperti ini. Mungkinkah itu perilaku dari sang nabi besar
penutup segala nabi? Namun ada Nabi lain (Isa Al-Masih) yang banyak
disebut-sebut oleh Muhammad dalam Al-Qur’an justru menyatakan dalam ajarannya: “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta
menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” (Matius 5:28)
Bagaimana Anda melihat perbedaan yang luar biasa ini?!!!
Mengapa Allah memberikan Muhammad hak
untuk bernafsu, menceraikan dan menikah, sedangkan dia tidak memberikan hak-hak
tersebut kepada nabi-nabi yang lain? Tuhan yang Sejati tidak akan memberikan
pengecualian atas hukum moral-Nya kepada siapapun.
Ingat, Muhammad memberikan dirinya hak
untuk menikah tanpa saksi atau upacara pernikahan atau bahkan tanpa persetujuan
wanitanya. Padahal di lain pihak menurut syariat Islam, apa yang dia sendiri
bentuk merupakan tindakan-tindakan perzinahan! Para penzinah dan perzinahan
tersebut akan berakhir dalam “api neraka.”
Ketika Muhammad ditanyakan mengenai
ini, dia berkata “jibril” adalah saksinya. Kasihan “jibril”, tidakkah dia
secara tidak adil ditunjuk, dipakai dan disalah-gunakan? Walaupun jika “jibril”
dianggap sebagai saksi dalam pernikahan Muhammad, dimanakah saksi kedua yang
dipersyaratkan oleh syariat Islam? Mengapa kita tidak melihat tanda tangannya
dalam perjanjian pernikahannya? Dimanakah wali yang disyaratkan? Tidakkah
persyaratan pernikahan dalam ajaran Islam diperlukan ketika Muhammad menikah?
Bagaimana, wahai saudaraku Muslim melihat semua ini?
Allah memberikan Muhammad hak-hak
khusus… dan tidak hanya dalam hal pernikahan sah nya saja. Tetapi Muhammad juga
mempunyai “hak secara sah” atas semua wanita dalam arti kata yang
sesungguhnya dan tidak ada seorang Muslim pun yang dapat membantah! Karena
ketika timbul sebuah pertanyaan yang diajukan, maka “Jibril”pun turun dari
surga dengan membawa ayat yang membenarkan tindakan-tindakan Muhammad.
Sangat penting untuk menyebutkan bahwa
Muhammad berhubungan dengan tiga puluh orang wanita lebih, namun
dikatakan bahwa dia menikah secara sah hanya dengan dua puluh tiga
wanita. Bahkan para pengiringnya, enam diantaranya telah menawarkan diri
mereka kepada sang nabi, namun hanya empat yang diinginkan.
1. Khadijah bint Khuwailid
[23] Ini tentu masuk akal, tetapi juga
mengingat akan kemiskinannya. Empat orang anak perempuan lahir dari pernikahan
pertamanya dengan Khadijah.[24] Ahli sejarah Muslim lain yang melaporkan fakta
tersebut juga menyepakati bahwa Khawlah, anak perempuan Hakim Al-Silmiya
bertanya kepada Muhammad: “Apakah engkau ingin menikahi seorang perawan atau
seorang bukan perawan?” Khawlah mengatakan kepadanya: “Seorang perawan adalah
Aisyah dan seorang bukan perawan adalah Sawda bint Zam’a; ambillah siapapun
yang engkau inginkan.” Sang nabi menjawab, “Saya akan menikahi keduanya.
Katakan kepada mereka.” Khawlah melakukannya dan Muhammad menikahi
keduanya.[25]
Istri pertama Muhammad adalah Khadijah,
anak dari Khuwailid. Dia adalah wanita yang cukup dikenal di Mekah, janda kaya
yang mewarisi kekayannya dari suaminya. Ketika dinikahi Muhammad, umurnya 40-an
dan Muhammad berumur 25 tahunan. Alasan pernikahan mereka cukup jelas.
Muhammad miskin, dan pamannya, Abu Talib, menjadi walinya setelah kematian
kakeknya, lebih miskin. Dengan alasan ini, Muhammad tidak dapat menikah,
walaupun dia terlambat 5 tahunan dari lazimnya orang yang menikah pada umur 20
tahun. Pernikahan Muhammad dengan Khadijah dilakukan dengan mediasi dari
Naufal, paman dari Khadijah dengan beberapa persyaratan pra-nikah termasuk
menikah di dalam gereja. Pamannya, Abu Talib, sepakat terhadap
persyaratan-persyaratan tersebut dan mengatakan “Terpujilah Allah yang
mengambil kesusahaan kita dan menghilangkan kekhawatiran kita.” maksudnya
bebas dari kemiskinan!
Ketika saya memasuki SMA, guru-guru
agama selalu mengatakan bahwa Muhammad menikah dengan banyak wanita, untuk menguatkan
Islam, untuk memperkayanya dengan darah suku yang baru dan untuk menguatkan
hubungan antara kaum Muslim. Sangat jelas bagi saya dan murid lainnya bahwa
guru-guru itu berbohong; dan asal bunyi saja! Mereka hanya mengulang apa
yang dikatakan pendahulu-pendahulu mereka. Namun, kita mempelajari (dan akan
diperlihatkan disini) bahwa tidak ada satupun pernikahan Muhammad yang
sesuai dengan kesaksian guru-guru itu. Bahkan sebaliknya, semua pernikahan itu
didasarkan pada keinginan pribadi dan hanya untuk memenuhi nafsunya, entah
itu untuk uang, sebagaimana dengan Khadijah atau untuk kepuasan birahi seks.
Apakah karakter demikian pantas disebut nabi besar?!!!
Dr. Aisha Abdul Rahman (dikenal dengan
nama bint Al-Shati’) mengatakan dalam bukunya, The Wives of the Prophet (Istri-Istri
Sang Nabi): “Muhammad menemukan di dalam Khadijah, belas kasih seorang ibu yang
tidak dia dapatkan pada masa kecilnya.”
2. Aisyah bint Abu Bakar
Semua ahli sejarah Muslim sepakat bahwa
Muhammad langsung menikah setelah kematian Khadijah.
Pengarang-pengarang lainnya agaknya
telah membuat suatu kesalahan disini. Kenyataannya, Khawlah tidak menyebutkan
Aisyah, melainkan mengatakan: “anak perempuan dari kawanmu Abu Bakar,” yang
merujuk kepada anak perempuannya yang paling tua, Asma’ umur 18 tahun, dan
bukan Aisyah. Tidak logis bagi Khawlah untuk merujuk kepada Aisyah yang
baru berumur 6 tahun.
Tetapi Muhammad sendiri yang memilih
untuk menikahi Aisyah yang berumur enam tahun daripada Asma’, kakak
perempuannya!
Muhammad menikahi Aisyah ketika dia
berumur 6 tahun, namun dia tidak melakukan hubungan badan dengannya hingga dia
berumur 9. Dimanakah ada aturan moral di dunia ini yang mengizinkan seorang
anak perempuan berumur 6 tahun untuk menikahi seorang laki-laki yang berumur
lebih dari 50 tahun? Jika sesuatu seperti ini terjadi dalam sebuah masyarakat
dengan hukum yang beradab, orang tersebut – bila ia waras – akan dilempar ke
dalam penjara. Saya berharap cerita tersebut tidak benar, namun sayangnya,
semua referensi Islam memastikan keaslian dan kebenarannya! Bagaimana Allah
bisa sedemikian masa-bodo dan tidak adilnya, mengingat ulama
Muslim membenarkannya: “Allah memilih dan menuntun dia dalam pernikahan -
pernikahan tersebut?”
Kita membutuhkan sebuah jawaban
yang datang dari hati nurani dan datang dari Kebenaran, bukan dari
fanatisme buta, ketakutan dan harga diri.
*[Wahyu yang berkata “Aku hanya manusia
biasa seperti kamu”, kembali diuji ketika Muhammad meninggal dan sekaligus
menjadikan semua istrinya janda yang tidak boleh menikah lagi.]
Tatkala itu Aisyah baru berumur sekitar
18 tahun. Namun, janda muda ini, diharamkan untuk menikah lagi. Mantan
Istri-istri sang nabi tidak diizinkan untuk menikah atau berpacaran lagi,
sesuai dengan ajaran Al-Qur’an. Mengapa Allah melakukan ini? Adakah keadilan
dan kasih sayang di dalam perintah itu? Saya tak tahu lagi bagaimana
melanjutkan diskusi tentang nasib Aisyah, yang masa kanak-kanaknya sudah
dikorbankan, dan kini masa janda mudanya masih dicekal!
[Kita teringat satu tantangan dalam
website “ex-Muslim” Faith Freedom International, yang berkata: “Saya
bersumpah akan kembali ke Islam jika ada Muslim di situs ini yang merelakan
puteri mereka yang berumur 9 tahun untuk berbagi ranjang dengan saya sesuai
dengan apa yang dicontohkan (sunnah) oleh Muhammad.]
3. Zainab bint Jahsy
Pernikahan ketiga Muhammad adalah
sebuah tragedi moral terbesar, yang hanya berisi nafsu seks dan birahi belaka.
Selagi Anda membaca, coba tanyakan pada diri Anda sendiri, “Dimanakah pertalian
dan penguatan suku dalam sebuah perkawinan ini?” “Adakah hubungan antara
pernikahan ini dengan kenabian?”
Khadijah, istri pertama dari Muhammad,
membeli seorang budak bernama Zayd Ibn Haritha yang kemudian diberikannya
sebagai hadiah kepada suaminya, untuk menjadi pelayannya. Namun setelah Muhammad
mendapat panggilan kenabian, dia membebaskan Zayd dan mengadopsinya sebagai
anak di muka umum, dimana dia berkata, “Zayd adalah anakku, saya mewarisinya
dan dia mewarisiku.” Setelah itu, dia kemudian dikenal dengan sebutan “Zayd,
anak dari Muhammad.” Singkat cerita, akhirnya, Zainab menikahi Zayd atas
desakan Muhammad. Namun yang terjadi kemudian sangatlah aneh, mengejutkan dan
menjijikkan.
Suatu hari Muhammad pergi untuk
mengunjungi anak angkatnya, Zayd. Ketika dia memasuki rumah Zayd, dia sedang tidak
ada di rumah. Muhammad melihat Zainab setengah telanjang dibalik tirai ketika
dia sedang berpakaian. Muhammad menginginkannya, namun dia takut untuk masuk.
Sebelum dia pergi, dia berkata kepadanya., “Terpujilah Allah yang dapat merubah
hati seseorang.” Zainab senang dan kemudian memberitahukan kunjungan tersebut
dan pernyataan Muhammad pada suaminya. Zayd langsung menemui Muhammad dan
bertanya: “Apakah engkau menginginkan aku menceraikannya untukmu?” Muhammad
menjawab: “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Pada awalnya
merupakan sikap yang masih mulia dari Muhammad. Namun, yang terisi dalam hati
dan jiwa Muhammad sangat berbeda dengan apa yang dikatakan mulutnya, karena dia
benar-benar menginginkannya sebagaimana yang dicatat oleh Al-Zamkhashri:
“Penampilan luar dari Muhammad berbeda dengan apa yang ada di dalamnya.”
Al-Qur’an menyatakan kepada kita bahwa
Muhammad jatuh cinta dan menginginkan Zainab menjadi istrinya. Tetapi dia ragu
terhadap perkataan orang tentang dirinya, mengambil istri dari anak angkatnya. Namun
Allahnya Muhammad mendatanginya untuk memarahinya atas keragu-raguannya.
Anehnya, justru Allah yang menginginkan wanita itu untuk meninggalkan suaminya
dan melanggar semua norma moralitas, agar Muhammad bisa mendapatkannya. Ini
jelas terlihat dalam Al-Qur’an:
“Dan, ketika kamu berkata kepada orang
yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu telah memberi nikmat
kepadanya: “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah”, sedang kamu
menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu
takut kepada manusia, sedang Allah lah yang lebih berhak untuk kamu takuti.
Maka tatkala Zayd telah mengakhiri keperluan terhadap isterinya, Kami kawinkan
kamu dengan dia…”
Waktu tidak berlangsung lama antara
Surat 33:36 (ketika Allah lewat Muhammad meyakinkan Zayd sebagai laki-laki
mukmin untuk tetap dalam pernikahan yang dia walikan) dan Surat 33:37, dimana
Allah berbalik memerintahkan Zayd untuk meninggalkan Zainab sehingga sang nabi
itu dapat menikahinya. Apa yang mengakibatkan Allahnya sang nabi itu untuk
merubah pikirannya? Apakah tuhan itu sebuah mainan di tangan Muhammad, sehingga
sebuat ayat baru akan turun untuk meniadakan ayat yang datang sebelumnya?
*[Sungguh aneh, bahwa tuhannya Muhammad
tidak merekonsiliasikan dan tidak mampu menolong kelangsungan keluarga
Zayd-Zainab. Dan Muhammad tidak tampak membantu mendoakan pemulihan keluarga
ini lewat kuasa Tuhan. Sebaliknya, Allah yang satu ini – seperti manusia saja –
hanya merasa perlu buru-buru menggantikan kehancuran rumah tangga tersebut
(yang adalah keluarga dari anak angkatnya Rasul Allah) dengan menetapkan
perkawinan yang baru untuk Muhammad?]
Macam apakah tuhannya yang satu ini?
Dalam bukunya, The Life of Muhammad,
Dr. Haykal menolak cerita tentang Zayd dan Zainab ini. Dia mendeskripsikannya
sebagai sesuatu yang memalukan dan dia menuduh kaum misionaris dan
peneliti Barat mengada-adakannya untuk menjatuhkan Islam dan nabinya. Ketika
saya masih seorang Muslim, saya berharap Dr. Haykal benar dan semua cerita
merendahkan terhadap Muhammad memang kebohongan belaka. Namun, kita harus
menatap fakta pahitnya dan membaca jawaban Dr. bint Al-Shati’, seorang ulama
Muslim yang cukup terkenal, yang menyatakan kebenaran apa adanya:
“Cerita tentang Muhammad, sang Rasul,
yang mengagumi Zainab … dan bagaimana dia meninggalkan rumah Zainab dengan
berkata, “Terpujilah Allah yang merubah hati seseorang”, diceritakan kepada
kita oleh pendahulu-pendahulu yang baik seperti Imam Al-Tabari dalam buku
sejarahnya dan oleh Abu Ja’far Ibn Habib Al-Nabeh dan yang dikasihi Al-Tabari,
dan tetangga Allah, Al-Zamkhashri. Orang-orang tersebut mengkisahkan cerita ini
sebelum dunia mendengarkan Perang Salib, penginjilan, dan misionaris Barat. ...
Mengapa kita harus menyangkal bahwa sang Rasul adalah manusia yang melihat
Zainab dan mengaguminya... Muhammad tidak pernah menyatakan dirinya sempurna,
tanpa nafsu manusia. Sebagaimana dia bergairah ketika melihat Aisyah daripada
istri-istrinya yang lain, dia mengatakan, “Allah, jangan salahkan aku karena
tidak memiliki apa yang engkau miliki (kemampuan menahan diri).”
Semua kisah diatas adalah fakta,
dibenarkan oleh para tokoh Muslim, bukan rekayasa misionaris Barat seperti
dituduhkan oleh Haykal.
*[Bahkan pihak Muslim pulalah yang
ingin menyembunyikannya atau – seperti halnya Ibn Kathir – menghapusnya dari
khazanah Islam karena dianggap tidak sehat, “kami ingin menghapus
beberapa halaman dari kisah tersebut, sebab tidak sehat, dan kami tidak akan
sebut lagi”. (Ibn. Kathir, Tafsir, vol.3, p.491)]
Apakah seharusnya kita masing-masing
memiliki tuhan dan “jibril” kita sendiri-sendiri agar kita dapat melakukan apa
yang kita mau, dan menolak apa yang tidak kita inginkan, dengan berkedok bahwa
tuhan yang memerintahkannya lewat “jibril” demi membenarkan tindakan kita?
Mari kita bandingan hal ini dengan
kehidupan Raja Daud, “Nabi Daud” bagi kaum Muslim. Daud bernafsu atas istri
orang lain. Namun betapapun dia disayangi oleh Tuhan, Tuhan tidak membiarkan
perselingkuhan tersebut terjadi begitu saja hanya karena Daud adalah seorang
nabi dan seorang raja. Sebaliknya, Tuhan menegur dan menghukumnya dengan keras.
Ancaman Tuhan berkumandang di seluruh Israel (!) saat Dia berkata kepada Daud: “Oleh
sebab itu, pedang tidak akan menyingkir dari keturunanmu sampai selamanya,
karena engkau telah menghina Aku dan menambil isteri Uria, orang Het itu, untuk
menjadi isterimu.” (2 Samuel 12:10).
Daud menjawab dengan ratapan:
“Kasihanilah aku, ya Tuhan, menurut
kasih setiaMu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmatMu yang besar!
Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!
Sebab aku sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan
dosaku…. Jadikanlah hatiku tahir, ya Tuhan, dan perbaharuilah batinku dengan
roh yang teguh!” (Mazmur 51:3-5, 12)
Dengan kata lain, Tuhan adalah Tuhan
yang suci dan murni yang tidak berkompromi dan berkonsesi dengan dosa.
Kesuciannya untuk dosa siapapun, baik itu Daud maupun Muhammad. Tuhan yang
Sejati menghukum dosa dan tidak malah memberinya hadiah! Sebaliknya Muhammad
melakukan apa saja yang ia mau dan itu absah saja.
Zainab sendiri menjelaskan:
“Setelah bercerai, langsung dan
lihatlah, Rasul Allah memasuki rumah saya saat saya sedang tidak berjilbab dan
saya bertanya kepadanya, “Apakah akan seperti ini tanpa wali atau saksi?” Dia
menjawab kepada saya, “Allah adalah walinya dan “jibril” adalah saksinya.”
Akibat dari pernyataannya, Zainab
menyombongkan diri di depan istri-istri Muhammad lainnya dengan mengatakan:
“Ayah-ayahmu yang memberikan kamu dalam pernikahan, namun untuk saya, surgalah
yang memberikan saya dalam pernikahan dengan Rasul Allah.”
Namun agar Muhammad bisa keluar dari
issue sah tidaknya ia mengawini Zainab, kembali “jibril” siap sedia menurunkan
ayat dari tuhannya, menyatakan bahwa dia tidak bukan mengadopsi Zayd seperti
yang umum maksudkan. Sehingga, khusus menikahi Zainab sesungguhnya sah: “Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”
Ulama terpandang mencatat dalam
bukunya, Al-Sira Al-Halabia: “Jika Muhammad bernafsu atas wanita yang
sudah menikah, menjadi keharusan bagi suaminya untuk menceraikannya untuk dia
(Muhammad).
[Sedangkan ada seorang Nabi lain yang
justru mengatakan dalam otoritas dan kekudusanNya: “Kamu telah mendengar
firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang
memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam
hatinya”. (Mat.5:27-28)]
Jadi dimanakah alasan-alasan yang
dilemparkan para ulama bahwa pernikahan Muhammad hanya semata untuk menguatkan
hubungan Islam antar suku? Dimanakah aspek “demi kepentingan Islam”nya?
4. Safiyah bint Huyay
Pernikahan Muhammad ke-4 adalah dengan
Safiyah, anak perempuan dari Huyay, seorang Yahudi. Pada waktu itu adalah tahun
ke-7 Hijrah,
Setelah serangan tersebut, Dihya
Al-Kalbi, meminta kepada Muhammad atas beberapa tawanan wanita. Muhammad
mengatakan: “Pergilah dan ambillah siapapun yang sesuai denganmu.” Dihya
mengambil Safiyah, namun kebahagiaannya tidak berlangsung lama karena salah
seorang anak buah mengatakan kepada Muhammad: “Wahai, Rasul Allah, apakah
engkau memberikan Safiyah kepada Dihya? Hanya engkaulah yang berhak
mendapatkannya.” Muhammad mengatakan: “Bawa Dihya dan Safiyah kemari.”
Ketika mereka datang kehadapannya dan
dia melihat Safiyah yang cantik, dia berkata kepada Dihya, “Pergi dan ambillah
wanita lain.” Dia kemudian memerintahkan pembantu perempuannya untuk menyiapkan
Safiyah, sehingga dia dapat bersetubuh dengannya pada malam yang sama.
Umm Salamah mendiskripsikan Safiyah demikian: “Saya tidak pernah melihat
dalam hidup saya wanita yang lebih cantik dari Safiyah.”
Ketika Muhammad menikahinya, Safiyah
baru berumur 17 tahun, dan masih dalam bulan pertama pernikahannya dengan
Kinana. Muhammad berumur enam puluh dua tahun. Dan tiga tahun kemudian Safiyah
menjadi seorang janda untuk kedua kalinya, pada saat Muhammad meninggal. Namun,
beda dengan janda sebelumnya, kali ini dia tidak diperbolehkan untuk menikah
lagi. (Beginikah model perkawinan yang di sunnah-kan Nabinya?) Dan Muslim masih
juga mengimani bahwa sang nabi menikahi banyak wanita – sekalipun itu di bawah
umur – adalah untuk memperkuat ikatan Islam atau karena nabi berbelas
kasihan kepada mereka? Namun pandangan saya sekarang jadi jelas dan saya
lebih mengerti, ketika diperhadapkan dengan pernikahan Khadijah, Aisyah,
Zainab, dan Safiyah.
5. Juwairiyyah bint Al-Haris
Pernikahan yang ke-5 adalah dengan
Juwairiyyah bint Al-Haris. Juwairiyyah berumur 20 tahun ketika Muhammad pada
usia 59 menikahinya. (Ju
wairiyyah dinikahi satu tahun sebelum
Safiyah). Aisyah, yang katanya dikenal sebagai “Ibu Orang Beriman”
mengkisahkan” ceritanya:
“Ketika Rasul Allah (Muhammad)
membagi-bagi tawanan dari anak-anak Mustaliq, Juwairiyyah diberikan kepada
Thabit bin Qais.
Di manakah pertalian antara kaum Muslim
dalam masing-masing pernikahan, terutama pernikahannya dengan seorang Yahudi?
Apakah karena belas kasihan sehingga dia (Muhammad) menikahi bani asing,
padahal dia telah menyogok Thabit dengan uang supaya dia membiarkannya sendiri?
Ini adalah pertanyaan yang saya ajukan kepada kaum Muslim.
6. Umm Salamah
Pernikahan keenam dari Muhammad adalah
dengan wanita cantik lainnya yang bernama Umm Salamah. Lagi-lagi Aisyah, korban
pertama dari sang nabi besar, mengatakan: “Ketika Rasul Allah menikahi Umm
Salamah, saya terpuruk dalam kesedihan besar saat dia membicarakan
kecantikannya, namun ketika saya melihatnya, saya melihat apa yang dia
gambarkan.”
Umm Salamah adalah anak perempuan dari
saudara perempuan ‘Utsman bin Affan (khalifah yang ketiga). Ketika Muhammad
pertama kali melihatnya di rumah ‘Utsman, dia lalu mengingininya. Dua puluh
empat jam kemudian, nabi memerintahkan suaminya, Ghassan bin Mughira untuk
membawa bendera di depan pada pertempuran berikutnya. Dia mela-kukannya dan dia
tewas dalam pertempuran itu. Keesokan harinya, sang nabi besar itu menikahi Umm
Salamah. Begitulah cara dia menjadi istrinya.
Aneh memang kehidupan dari sang nabi
ini. Sungguh teramat ganjil bilamana semua itu atas perintah Allah demi agama
yang diturunkannya! Dan terlebih ganjil lagi bilamana banyak ulama Muslim
mengatakan itu adalah belas-kasihan sang Nabi kepada para janda perempuan!
Tuhan macam apa yang tidak mempunyai
pekerjaan lain selain dari memastikan kehidupan seks sang nabi terpuaskan?
Tuhan macam apa yang akan memastikan seorang suami dibunuh, atau seorang wanita
diceraikan agar sang nabi dapat mendapatkan wanita yang dia inginkan? Tuhan
saya Yang Maha Benar berada di atas hal-hal ini dan merataplah mereka ketika
mereka berdiri di hadapan Tuhan Yang Sejati pada Hari Penghakiman. Apakah umat
Muslim pernah memikirkan dengan jujur mengapa kekerasan terjadi dalam lingkaran-lingkaran
Islam, yang diyakini sebagai agama pembawa damai dan rahmat bagi alam sejagat
ini?
7. Sawdah bin Zam’ah
Ini adalah kisah mengenai pernikahan
Muhammad dengan Sawdah bin Zam’ah. Dia adalah satu-satunya istri Muhammad
yang tidak cantik. Namun, banyak ahli Muslim menggambarkannya sebagai
seseorang yang baik hati dan sangat cantik di dalam.
Ketika Khadijah meninggal, Khawlah bint
Hakim mendatangi Muhammad dan dia bertanya kepadanya, “Apakah engkau
menginginkan seorang perawan atau janda?” Dia (Muhammad) meminta kedua-duanya.
Yang perawan adalah anak perempuan Bakar dan yang bukan perawan adalah Sawdah.
Namun dia terkejut setelah mengetahui, pada malam pernikahannya bahwa Sawdah
tidak cantik. Muhammad marah dan memarahi Khawlah karena memperkenalkannya
dengan dia. Ibn Hajar Asqalani menulis: “Khawlah, guna memperbaiki
kesalahannya, menawarkan dirinya kepada dia (Muhammad), dan dia tinggal
bersamanya sebagai suami dan istri, dan itu hanya terjadi dua bulan setelah
pernikahannya dengan Sawdah.”
[38] [39] [40]
Dr. bint Al-Shati’ mengatakan dalam
bukunya:
“Ketika suatu malam dengan Sawdah
(dimana dia akan tidur dengannya), sang nabi memberitahunya tentang
keputusannya untuk menceraikannya. Dia sangat terkejut mendengar berita itu dan
dia merasa seolah-olah dinding-dinding sedang menimpanya. Dia memohon
kepadanya, “Tolong, simpan aku, Wahai Rasul Allah.” Dia menjawabnya, “Dengan
satu syarat, bahwa kamu memberikan jatah malam-malammu kepada Aisyah.” Daripada
menghabiskan malam-malam tersebut dengan Sawdah, dia menghabiskannya dengan
Aisyah ditambah dengan malam-malam lain yang sudah dijatahkan baginya. Sawdah
sepakat, sambil mengatakan, “Mulai sekarang, saya tidak akan mengingini apa
yang diinginkan oleh seorang wanita, karena saya memberikan jatah malam saya
kepada Aisyah.” Akibatnya, Muhammad menyimpannya sebagai seorang istri, tetapi
tidak lagi mengunjunginya.”
Hanya dialah istri Muhammad yang tidak
cantik secara fisik. Namun, ia adalah yang paling cantik dalam karakter dan
moral. Tetapi bagi sang nabi soal karakter, moralitas dan kecantikan jiwa sama
sekali tidak disyaratkan. Dia malah mengancam akan menceraikannya, jika dia
tidak setuju untuk memberikan jatah malamnya kepada Aisyah. Sawdah yang teramat
malang...
8. Umm Habibah (Ramlah) bint Abu-Sufyan
Umm Habibah sebelumnya menikah dengan
Ubayd-Allah bin Jahsh. Ubayd-Allah adalah anak dari bibi Muhammad sendiri, dan
sekaligus adalah saudara kandung dari Zainab yang dikawini Muhammad seminggu
sebelumnya, dan apa yang terjadi dalam acara perkawinan tersebut? Ternyata ia
menantang Muhammad dengan berkata kepadanya: “Engkau bukanlah seorang nabi
ataupun seorang Rasul Allah. Berhentilah mengatakan demikian. Saya mengimani
Al-Masih karena Dia adalah Kebenaran, tetapi engkau adalah orang yang
mementingkan diri sendiri.” Ubayd dipaksa untuk pergi dan Muhammad menikahi
isterinya. Pada waktu itu, Umm Habibah adalah seorang wanita cantik, berusia
dua puluh tiga tahun.
9. Maryam Qibtiyah (Maria, Kristen
Mesir)
[41]
Kisah Muhammad dengan Maria orang Mesir
agak berbeda. Amro bin Al-Aaz membawa sebuah surat dari Muhmmad kepada
Al-Muqawqis, penguasa Mesir, dan memerintahkan untuk memeluk Islam. Mengetahui
kelemahan Muhammad, agar tidak beresiko, dia memberikannya hadiah berupa dua
orang saudara perempuannya yang sangat cantik. Jika bukan karena sebuah ayat
Al-Quran yang turun sebelumnya yang melarang menikahi dua orang saudara
perempuan, Muhammad mungkin akan melakukannya. Walaupun demikian, dia hampir
melanggar ayat Allah itu, dan menikahi mereka berdua, jika bukan karena nasihat
ayah mertuanya, Umar, yang menegurnya. Muhammad puas dengan Maria,
mengunjunginya dan menghabiskan banyak waktu siang dan malam dengannya tanpa
bosan-bosan.
Satu kali Maria ingin bertemu dengan
Muhammad, jadi dia pergi untuk menemuinya di rumah istrinya, Hafsah, puteri
dari Umar, yang sedang tidak ada di rumah pada waktu itu. Tetapi ketika Hafsah
tiba-tiba pulang, dia menemukan Muhammad sedang berhubungan intim dengan
Maria di tempat tidurnya sendiri! Dia berkata kepada Muhammad:
“Di dalam rumahku dan di atas tempat
tidurku dan pada hari yang ditentukan untukku…” Nabi, yang menerima pewahyuan
Allah berkata: “Rahasiakanlah dan jangan katakan siapapun. Jangan katakan
kepada Aisyah (karena ia sangat takut terhadap Aisyah). Dia menambahkan: “Saya
tidak akan menyentuh Maria lagi. Dan saya nyatakan kepadamu dan ayahmu serta
ayah Aisyah, bahwa mereka akan memimpin bangsaku setelah aku. Saya tinggalkan
hal itu kepada mereka”. Tetapi Hafsah memberitahu Aisyah dan Muhammad
menceraikan Hafsah.
Ketika kabar mengenai perceraian
tersebut terdengar oleh Umar, ayah Hafsah, dia menjadi sangat marah dan nyaris
meninggalkan Islam. Ketika Muhammad mendengar reaksi Umar, dia mengambil
kembali Hafsah dengan sebuah perintah dari “jibril”yang berkata kepadanya: “Hafsah
akan menjadi istrimu pada hari pengangkatan.”
Dalam surat 66:4-5, Allahnya Muhammad
memberitahu istri-istri sang nabi:
“Jika kalian berdua (merujuk kepada
Aisyah dan Hafsah) bertobat kepadanya, hatimu memang demikian keinginannya;
namun jika kalian saling mendukung melawannya, sesungguhnya Allah adalah
pelindungnya dan jibril dan (semua) orang benar diantara mereka yang beriman
dan lebih dari itu, para malaikat akan mendukungnya. Jikapun, bila
diinginkannya sang nabi untuk menceraikan kamu semua, Allah akan memberikan
kepadanya (Muhammad) sebagai gantinya, pendamping-pendamping yang lebih baik
darimu.”
Tidakkah itu semua menunjukkan bahwa
Muhammad memiliki tuhan yang mendukungnya secara kebablasan?
*[Coba bayangkan sejenak, untuk menyelesaikan
love affair dan kecemburuan akibat ulah Muhammad sendiri, Allah sampai
mengerahkan diriNya serta “jibril” dan seluruh umat beriman untuk membela sang
nabi, dalam menentang dua wanita tak berdaya, Aisyah dan Hafsah, dengan
memberikan ancaman dan ultimatum yang mematikan masa depan mereka.]
Allah berkata: “Jika kamu tidak
berhenti menentang rasul Allah, Aku, Tuhannya, akan membuatnya menceraikanmu
dan menikahi istri-istri lebih baik darimu.” Apakah Sang Pencipta dari alam
semesta ini benar-benar tidak mempunyai pekerjaan yang lebih layak daripada mengurus
langsung permasalahan yang amat sepele?
*[Dimanakah hikmat yang telah Allah
berikan kepada setiap orang, apalagi kepada nabiNya, untuk private problem
solving masing-masing?]
Saya yakini bahwa tuhan dengan kwalitas
seperti itu pastilah bukan Tuhan, kecuali jebakan yang saling menipu daya dari
atas ke bawah.
Terdapat banyak keganjilan mengenai
kehidupan seorang nabi. Tetapi yang lebih ganjil lagi jika melihat umat Muslim
yang membaca dan melihat realitas kehidupan Muhammad, namun tetap berjalan di
belakang orang tersebut! Mengapa? Saya sudah ungkapkan mengenai “ketakutan
terhadap yang menakutkan” yang menguasai dunia (pikiran) Islam. Dalam
kenyataannya, banyak orang Muslim mengetahui betul sejarah hidup Muhammad;
tetapi terperangkap dalam rethorika, intimidasi, teror dan ketakutan yang
menguasai mereka. Kematian adalah hukuman bagi mereka yang meninggalkan Islam.
[46] Sejarah telah menceritakan kepada
kita bahwa Abu Bakar memerintahkan sepuluh ribu orang dibunuh dalam tiga hari
karena mereka memilih meninggalkan Islam.
10. Maimunah bint al-Haris
Maimunah mengakhiri bab (topik
kawin-mawin) kita yang amat sangat melecehi dan menyakitkan wanita. Saya
mengkisahkan kepada Anda, cerita dari Maimunah untuk memperjelas sebuah unsur
penting: Muhammad melarang banyak hal untuk orang lain, tetapi dia
mengizinkannya untuk dirinya sendiri. Kaum Muslim mengetahui bahwa selama
musim haji (Al-Hajj) pernikahan dilarang46a, namun Muhammad justru
menikahi Maimunah bint al-Haris pada saat musim haji. Maimunah sedang berada di
atas untanya, tetapi ketika dia melihat sang nabi, dia menjatuhkan dirinya
dihadapannya dan berkata kepadanya bahwa unta dan semua yang di atasnya adalah milik
nabi. Muhammad masih sempat mengingatkan dia bahwa mereka tengah dalam musim
haji, namun Maimunah menjawab bahwa dia tidak ingin menunggu.
Apakah mungkin untuk Muhammad untuk
menahan diri hingga akhirnya musim haji? Pengalaman masa lalunya membuktikan
dua hal: dia tidak dapat menolak kecantikan wanita dan sebuah solusi selalu
tersedia untuknya. Sorenya pada hari yang sama, sang nabi berkata kepadanya,
“Sebuah ayat diturunkan kepadaku”:
”... dan perempuan mu’min yang
menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya, sebagai
pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mu’min ... supaya tidak menjadi
kesempitan bagimu...”
Sehingga Al-Abbas, paman nabi
meresmikan, walau ia pernah mengomentari bahwa Muhammad sedang dalam pakaian
Haji.
Terlepas bahwa Muhammad memiliki banyak
istri, Rasul Allah ini lagi-lagi tidak dapat menunggu berakhirnya masa datang
bulan istri-istrinya. Dia memasuki mereka pada saat mereka sedang datang bulan,
walaupun hal demikian diharamkan dalam Surat Al-Baqara.
“Jika salah satu dari kita sedang
datang bulan, Rasul Allah memerintahkannya untuk datang kepadanya (Muhammad)
untuk berhubungan intim, pada saat dia (istrinya) sedang berada dalam puncak
datang bulannya.”
Maimunah berkata: ”Rasul Allah biasa
melakukan hubungan intim denganku ketika aku sedang datang bulan.” Umm Salamah
mengatakan hal yang sama.
Bagaimana bisa sang nabi itu dapat
melakukan semua hal yang terlarang dalam agama Islam yang disiarkannya? Sangat
jelas, kehidupan, tindakan dan perilakunya tidak pernah sesuai dengan model
yang Tuhan perintahkan dalam ajaran-ajaran suciNya. Bagaimana mungkin para
ulama berseru agar umat Muslim meneladani hidup sang Nabi?! Semoga umat Muslim
dapat menggunakan kekuatan penalaran mereka untuk keluar dari bondage yang menjeratnya!
3. Sang Diktator, Raja
Rasisme
Dalam bab ini, Anda akan melihat
bagaimana Muhammad berperilaku dalam masyarakat secara umum. Silahkan Anda
mempertimbangkan apakah tindakan-tindakan tersebut pantas untuk seorang nabi
yang mengaku sebagai utusan Allah.
Kisah tentang Ali
Ali bin Abu Talib adalah sepupu dari
Muhammad dan salah satu dari sepuluh sahabat nabi yang membawakan pesannya. Dia
pernah satu kali menyelamatkan Muhammad, dengan cara mengambil posisi Muhammad
di tempat tidurnya (di mana dia sendiripun hampir mati), ketika Muhammad kabur
dari kota tersebut.
Ali adalah suami Fatimah, anak
perempuan dari Muhammad. Hal paling buruk yang ditakuti oleh Fatimah adalah
bahwa Ali akan meniru Muhammad dan sahabat lainnya yang masing-masing memiliki
banyak istri, setidaknya empat seperti yang diizinkan oleh Al-Qur’an, Muhammad,
“Jibril” dan Allah. Benarlah, ketika Ali mengumumkan pertunangannya dengan anak
perempuan ‘Amr bin Hisham
Keputusan nabi ternyata melupakan
ajaran Tuhannya dan tunduk pada keinginan anak perempuannya, dan
melarang Ali untuk memiliki istri selain Fatimah. Saat nabi pergi ke Masjid
pada masa itu dan dari panggung, dia berteriak: “Aku tidak mengizinkan, aku
tidak mengizinkan, aku tidak mengizinkan dia untuk menceraikan anak perempuanku
karena anak perempuanku adalah bagian dari diriku. Apa yang menyakitinya,
menyakitiku.”
Mengapa Fatimah, anaknya bisa dikecualikan?
Apakah anak perempuannya memiliki perasaan yang tidak dimiliki oleh para istri
lain? Aisyah, Hafsah, Umm Salamah, Maria, Zainab dan lain lain harus menerima
nasib dimadu, tetapi kenapa Fatimah tidak diizinkan dimadu? Muhammad membela
diri dan berkata: “Fatimah adalah bagian dari diriku dan apa yang menyakitinya,
menyakitiku.” Mengherankan! Tidakkah Aisyah adalah bagian dari ayahnya,
Abu Bakar, sahabat Nabi dan penerusnya yang pertama? Tidakkah Hafsah, anak
perempuan dari Umar adalah bagian dari Umar, sahabat Nabi dan penerusnya
yang kedua? Sangat mengherankan bila menyaksikan bagaimana umat Muslim mencoba
membenarkan keputusan diskriminasi sang nabi dengan mengatakan: “Tunangan dari
Ali adalah seorang Muslim, tetapi karena ayahnya adalah seorang kafir, maka Ali
tidak diizinkan untuk menikahinya.” Tetapi tidakkah Umm Salamah adalah seorang
Muslim saat Muhammad menikahinya dan ayahnya adalah seorang kafir? Bagaimana
dengan Maria orang Mesir yang Kristen Coptic / Kibti ? Mengapa Allah izinkan
wanita-wanita ini dinikahi dengan Muhammad?
Saya berani bertaruh, jika Ali tetap
bertekad atas keputusannya untuk menikah lagi, pasti akan turun sebuah ayat
”jibril” pada keesokan harinya untuk membatalkan niat Ali! Ulama Muslim yang
mencoba melindungi Muhammad dari diskriminasi ini hanyalah mampu melakukan
argumentasi yang bodoh.
Berhubungan Intim dengan Wanita yang
sudah Menikah
Di sini terdapat kisah lain yang bisa
mengakibatkan seseorang untuk merasa muak. Sang Nabi mengatakan: “Wanita-wanita
yang sudah menikah diantara kaum tahanan adalah sah untuk kamu nikahi, Wahai
kaum Muslim.” Setelah serangan Awtas, banyak wanita yang menjadi tahanan
(budak tawanan), ketika suami mereka masih hidup. Sejumlah pejuang Muslim yang
masih ada moral menolak untuk melakukan hubungan intim dengan wanita-wanita
tersebut terlepas dari fakta bahwa nabi telah memerintahkan mereka. Namun untuk
meyakinkan pengikutnya, Muhammad sudah siap dengan sebuah ayat dari tuhannya,
dan “jibril” sudah siap-sedia untuk menurunkannya:
“dan (diharamkan juga kamu mengawini)
wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah
menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu
selain yang demikian mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan
untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) diantara
mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu
kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah
saling merelakannya sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Sangat menabjubkan! Banyak ulama
mendukung kisah sang nabi, yang menjadikan sah bagi seorang Muslim untuk
melakukan hubungan intim dengan wanita-wanita tawanan yang sudah menikah.
Ibn Kathir menyebutkan cerita
lengkapnya:“Abu Sa’id Al-Khudri mengata-kan, kami menangkap beberapa wanita
tahanan Awtas dan mereka memiliki suami. Sehingga kami berpikir adalah sebuah
kezaliman untuk melakukan hubungan intim dengan mereka. Namun, sang Nabi
memerintahkan kita untuk melakukannya, tetapi kami menolak. Akibatnya, sebuah
ayat turun yang membuat vagina mereka halal bagi kami.”57
Namun mereka harus menerima kenyataan
bahwa Tuhan demikian hanyalah tuhan yang paling bejad amoral, karena hubungan
tersebut sama saja dengan pemerkosaan! Allah manakah yang menghalalkan
perkosaan atas wanita tawanan yang bersuami?
*[Dan surga manakah yang tidak akan
ribut tatkala suaminya memprotes sipemerkosa Muslim itu kelak diakhirat?]
Itu sebabnya walaupun sekarang kita
hidup dalam masa pesawat luar angkasa, jauh lebih maju dari masa Badui-nya
Muhammad, pemerkosaan budak masih diterima di negara-negara Islam.
Hal lain yang tak kalah kejinya adalah,
pernyataan yang dibuat oleh Muhammad dalam Al-Hadits yang merupakan
esensi dari gerakan terorisme, dalam pemahaman yang paling dalam: “Dia yang
membunuh seseorang, mempunyai hak atas segala hartanya.”
Hak untuk Membunuh
Kesewenangan Muhammad tidak hanya
terbatas pada diskriminasi yang mengecualikan anak perempuannya, Fatimah.
Muhammad juga menghalalkan seorang saudara membunuh saudaranya sendiri
atau seorang bapak membunuh anaknya, atau seorang anak membunuh bapaknya, selama
perang dalam menyebarkan Islam. Disitu seorang anak dapat membunuh ayahnya
jika ayahnya tidak memeluk Islam. Menjadi halal untuk membunuh seorang saudara
atau teman yang tidak beriman pada Islam, sehingga dianggap musuh Allah! Namun
ajaib, kembali hukum ini tidak berlaku untuk saudara-saudara dari
Muhammad! Diskriminasi tidak logis dan yang sesuka hati ini dicatat dalam lebih
dari satu referensi Islam, termasuk The Life of the Prophet oleh Ibn
Hisham, yang menulis:
“Ibn Ishaq bercerita bahwa Ibn Abbas
mengatakan, bahwa Nabi berkata kepada sahabat-sahabatnya selama Perang Badar.
Setelah Hudhayfah menantang Muhammad
mengenai masalah ini, Muhammad berkomentar kepada Umar Ibn al-Khattab: “Apakah
paman dari Rasul Allah harus dibunuh dengan pedang?” Logika aneh apakah itu?
Tidakkah pamannya juga seorang kafir sama seperti kafir lainnya?
Tidakkah keluarganya adalah kafir sama seperti kafir lainnya di
Quraishi, sukunya sendiri, yang diperintahkan untuk dibunuh tanpa ampun oleh
anak-anak mereka sendiri, ayah mereka, saudara dan teman-teman mereka?
Lebih buruk dari Standar Ganda
Kisah diskriminasi dan standar ganda
Muhammad bukan hanya terbatas pada diri dan keluarganya, melainkan diteruskan
hingga ke kesukuan bangsanya, tercermin dalam pernyataannya: “Penerusku hanya
boleh diberikan di antara kaum Quraishi.”
Perkelahian sengit terjadi pada saat
Muhammad meninggal, karena kandidat pertama untuk menggantikan Muhammad adalah
Sa’d Ibn Ubadah dari Ansar. Al-Suyuti berkata: “Muhammad mengatakan,
kepemimpinan dan kekhalifahan setelahku harus berada di tangan suku Quraishi.”
Lebih jauh lagi, Muhammad tidak hanya
memberi hak eksklusif kepada Quraishi sebagai penerus Kalifah, namun juga
mempraktekkan diskriminasi pada saat pembagian penjarahan perang. Ia
memporsikan rampasan kepada Quraishi pagan lebih banyak ketimbang kepada
Muslim non-Quraishi!
Sheikh Abu Sa’id Al-Khudri
menceritakan:
“Nabi, setelah Perang Hunein,
Sikap ketidak-adilan Muhammad kerap
terulang dan Anda dapat membacanya dalam banyak referensi tentang keislaman.
4. Terorisme dan Intimidasi
dalam Islam
Dalam bab ini, kami akan membahas
serangan dan pertempuran kaum Muslim di bawah kepemimpinan Muhammad dan
penerus-penerusnya, para Kalifah. Kita juga akan membahas kekejaman tak
terbatas dari orang yang dianggap sebagai orang yang pengampun dan pengasih.
Semua tindakannya, sesungguhnya sedang
mencerminkan sebuah inferioritas yang akut – kompleks yang dia alami semasa
hidupnya – sebagai akibat dari hidupnya yang miskin hingga umur dua puluh lima
tahun, dan tidak berpendidikan. Untuk mengimbangi masa lalunya, dia memberikan
dirinya kekayaan, kehormatan dan predikat kenabian.
Sudah dikatakan di depan bahwa di
Medinah, Muhammad berhasil melipat gandakan pengikutnya untuk mendukung
misinya. Tetapi sekarang dia menghadapi masalah. Dari manakah dia akan
mendapatkan uang yang ia butuhkan untuk menghidupi anak buahnya? Dia tidak
menemukan cara lain, selain melakukan serangan, penjarahan dan perampokan –
atas nama Allah – yang mengakibatkan pembunuhan dan pertumpahan darah.
Empat Serangan Pertama
Serangannya yang pertama dikenal dengan
serangan Al-Iwa’, di mana dia menyerang sebuah caravan unta, yang
dimiliki oleh beberapa kaum Quraishi.
*[Tidak ada satupun yang hakekatnya
dapat dikaitkan kepada Allah, namun tetap dikatakan sebagai “perang demi Allah”
atau demi “membela Allah”. Allah ini sudah terlalu banyak dibajak namanya,
persis seperti yang dilakukan teroris sampai saat ini.]
Serangan ke empat dikenal dengan Al-Nakhla,
sebuah tempat diantara Mekah dan Taif. Abd Allah bin Jahsh, memimpin dua belas
orang dalam sebuah serangan atas caravan yang membawa kurma dan kain. Karavan
itu dipimpin oleh Amr bin Al-Hadrami, yang dibunuh pada Bulan Haram,
bulan dimana kaum Islam dilarang untuk membunuh dan berkelahi. Tetapi untuk
Muhammad, dia berdiri diatas pelarangan. Maka lagi-lagi turunlah ayat dari
mulutnya: “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.
Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi
dari jalan Allah, kafir kepada Allah…lebih besar dosanya di sisi Allah.”
Perjanjian antara Muhammad dengan
komplotannya adalah dia mendapatkan 20% dari hasil penjarahannya, dan
anak-buahnya mendapatkan 80%. Sebagai hasil dari perampokan-perampokan, Muhammad
dan anak-buahnya mendapatkan hasil permodalan yang sangat besar. Dengan modal
itu, mereka mendapatkan orang dengan jumlah lebih banyak lagi, dan melakukan
pekerjaan yang lebih besar lagi. Akibatnya, Perang Badar terjadi pada
hari Farkan di bulan Ramadan.
Perang Badar
Siapa yang memulai serangan dalam
perang Badar?
*[Muslim selalu merasa bahwa perang ini
”defensif ” untuk menghancurkan musuh-musuh (agresor) Islam yang dituduh
kelewat batas.]
Namun jawablah dulu
*[Karena bala bantuan ”milisi kafir”
dari Mekah inilah, maka Muslim mendalilkannya sebagai ”perang militer” melawan
musuh-musuh Allah yang kafir, padahal itikad aslinya adalah merampok sebuah
karavan kaya dari si kafir Abu Sufyan, termasuk menawan wanita-wanita cantik
yang bisa dipakai semaunya.]
Seperti biasanya, “jibril” membantu
Muhammad dengan ayat yang diturunkan: “Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakukan
(teror) ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan
pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.”
Muhammad mengambil 70 tawanan wanita.
Abu Bakar menyarankan kepada Muhammad untuk membebaskan mereka agar Allah dapat
membimbing mereka untuk beriman terhadap kenabian Muhammad. Sa’d Ibn Mua’dh
juga berkata sama. Tetapi Muhammad lebih mementingkan penjarahan ketimbang
pertobatan iman. Sisa tawanan yang tidak dibunuh ditawarkan untuk dibebaskan
atas tebusan (Surat Muhammad 47:4), dengan akibat kaum Quraishi harus menjual
rumah mereka demi menebus tawanan tersebut dari tangan Muhammad.
Sa’d Ibn Mua’dh mengkritik kekejaman
yang dilakukan Muhammad. Namun Muhammad berkata kepadanya, “Kamu sepertinya
membenci apa yang dilakukan para pengikutku.” Dia menjawab, “Ya. Membunuh
tahanan bukan tradisi Rab.” Muhammad menjawab, “Tetapi mereka adalah kafir.”
Dia kemudian berkata kepada Muhammad dalam pernyataannya yang terkenal:
“Sepertinya membunuh jauh lebih penting bagimu daripada membiarkan orang-orang
itu hidup.”
Muhammad pergi untuk membagikan hasil
rampasan perang diantara dirinya dan anak buahnya. Tetapi setelah hasil
rampasan dibagikan, dalam perjalanan pulang, Muhammad membunuh Al-Nadr
bin Al-Haris. Dan ketika mendekati gerbang kota, dia membunuh Akaba bin
Abi Al-Mu’ait. Inilah kelicikan Muhammad terhadap orang-orang yang telah
membantunya. Namun seperti biasanya, Muhammad mengatasi masalah kelicikannya
ini dengan mendapat ”pertolongan” ayat Allah yang diturunkan kepadanya: “Mereka
menanyakan kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang. Katakanlah: “Harta
rampasan perang itu kepunyaan Allah dan Rasul.”
*[Pembelajaran dari perang ini
menyangkut 3 aspek bagi setiap Muslim: (1). Awas-awas terhadap pemlintiran
istilah, dari aslinya “perampokan” menjadi “perang militer yang gemilang
menghancurkan orang kafir”. (2).Awas-awas terhadap metamorfosa “Jibril” yang
selalu ngurusin pengecualian dan penghalalan bagi Muhammad dari
ketentuan-ketentuan Allah yang baku. (3). Awas-awas terhadap penyesatan
“Jibril” bahwa setiap barang jarahan kafir adalah halal, namun tidak ada satu
orang kafirpun yang halal hidup diatas bumi, kecuali Muslim saja, seperti yang
didoakan nabi Nuh Islam: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan
seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.”
Perang Uhud
Tidak lama setelah perampokan Badar,
orang-orang Quraishi memutuskan untuk balas dendam atas serangan terhadap
Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Segera ketika Abu Sufyan tiba di Mekah, dia
membangun kekuatan untuk melawan Muhammad dan komplotannya. Abu Sufyan dan
pasukannya berangkat menuju Medina. Mereka berkemah dekat Gunung Uhud,
mempersiapkan diri untuk menyerang kota. Muhammad diberitahu mengenai pasukan
yang siap menggempur mereka.
Muhammad meyakinkan
pengikut-pengikutnya bahwa dengan nama Allah dan malaikat-malaikat, kemenangan
akan memihaknya, “Aku akan meminta Allah dan malaikatNya untuk berperang bagi
kita.” Ketika perang dimulai, ternyata Muhamad dan pasukannya dikalahkan dan
para pengikutnya lari ketakutan. Muhammad mencoba untuk memberikan penjelasan
meyakinkan atas Perang Uhud yang memalukan. Rakyat bertanya: Dimanakah tuhan
dari Muhammad? Dimanakah 20.000 malaikat yang dijanjikan untuk berkelahi
membela mereka? “Dimanakah mereka berada, Muhammad?” Teriak Sa’d Ben, yang
terluka parah selama perang. Para pendiri Islam berkumpul mengelilingi pemimpin
mereka dan bertanya kepadanya: “Abu Kasem (itulah nama yang digunakan
sahabat-sahabatnya untuk memanggilnya), apa yang akan kita lakukan? Sekarang
Al-Ansar (sekutu) tidak akan mempercayai kita lagi.”
Muhammad meminta anak buahnya waktu
sejenak untuk mendapatkan sebuah jawaban. Dan “jibril” sudah siap. Namun kali
ini kaum Al-Ansar tidak akan bisa diyakinkan hanya dengan satu ayat, sehingga enampuluh
satu ayat diturunkan dan menjadi bagian dari sebuah Surat!
Karena Al-Ansar bersungut mengenai apa
yang dilakukan Muhammad terhadap Al-Nadir, Surat 59 Al-Hashr
(Pengusiran) diturunkan untuk menghentikan semua pertikaian. Sepertinya
tuhannya menjadi begitu bermurah hati dengannya sehingga dia tidak hanya
mengirimnya hanya satu ayat seperti sebelumnya, tetapi sekarang sebuat
surat penuh turun untuk membenarkan tindakannya!? Inilah model tuhannya
Muhammad!?
Affair
Muhammad berhubungan intim dengan
Aisyah, pada saat dia berumur sembilan tahun. Pada umur itu, seorang gadis muda
tidak sepenuhnya sadar mengenai apa yang terjadi pada dirinya secara seksual.
Disamping itu, dia tidak memiliki perasaan dewasa yang membedakan antara
seorang laki-laki dengan yang lainnya, dan ke arah mana perasaannya ditujukan.
Namun, ketika Aisyah bertambah umur, perasaannya juga bertambah dewasa.
Lihatlah kejadian di seputar
pertumbuhan kedewasaannya.
Pertama, pada saat penyerangan terhadap
kaum Al-Miraysi, Muhammad agaknya tidak cukup sabar untuk pulang ke rumah,
hingga ia meminta Aisyah untuk menemaninya. Dengan kata lain, ketika anak
buahnya sedang menyerang, merampok dan mencuri, sang nabi sedang berada dalam
tendanya berhubungan intim dengan Aisyah.
Kedua, ketika sahabat-sahabat Muhammad
mengambil wanita suku Al-Mustaliq, mereka mempertontonkan wanita-wanita
tahanan. Diantara mereka adalah Juwairiyyah bint Al-Haris, yang sangat
cantik dan Muhammad ingin menikahinya. Tetapi karena dia merupakan bagian
rampasan perang dari Thabit bin Qais, Muhammad menawarkannya banyak uang, untuk
membeli wanita itu bagi dirinya. Transaksi tersebut bahkan terjadi saat Aisyah
sedang bersamanya di dalam tendanya.
Apakah reaksi dari Aisyah? Aisyah
meninggalkan untanya ketika kelompok tersebut mendekati kota, dan dia masuk ke
dalam salah satu rumah yang kosong. Setelah tujuh jam, dia kembali bersama
Safwan bin Al-Mu’attal,
Tidak lama kemudian, Ali melihat
kejadian tidak senonoh dari Aisyah, sehingga dia mengatakannya kepada nabi:
Kali ini, Muhammad memutuskan bahwa Aisyah harus dibunuh. Dia pergi kepadanya
dengan Ali, dan dengan pedangnya, siap untuk membunuhnya. Muhammad memasuki
rumah dan Ali menunggu di luar, tetapi Muhammad keluar satu jam kemudian,
berkeringat dan keletihan. Ali bertanya kepadanya: “Apakah kamu membunuhnya,
Sepupu?” Muhammad menjawab, “Tidak Ali. Sebuah ayat turun dari Allah untuk
membenarkannya lagi.”
Tetapi kali ini lain, ayat tersebut
menuduh Ali yang berbohong, dan mengatakan bahwa gosip tersebut berasal dari
“kelompok diantara kamu.”
[84] Sejak hari itu, Ali memusuhi
Aisyah dan Aisyah memusuhi Ali, Padahal mengenai Ali, Muhammad mengatakan, “Dia
adalah sepupuku dan saudara yang menebus nyawaku. Dia adalah kebenaran, dia
adalah Ali bin Abu Talib.” Tetapi tuhannya Muhammad kini berbalik dan
menuduhnya berbohong kepada Ali, demi menyelamatkan kisah Aisyah...
Surat Pewarisan
[85] [86] Di sini, saya hanya
mempersoalkan sebuah pertanyaan klasik: Apakah itu adalah perilaku dari seorang
nabi yang diutus Tuhan? Sangat jelas bahwa Islam berkembang dilandasi dengan
banyak darah tertumpah. Dimulai dengan perampasan, pembunuhan, pencurian dan
perampokan karavan-karavan kaum Quraishi yang datang dari Damaskus ke Mekah.
Kemudian berlanjut dengan menyerang kaum Yahudi, baik itu di Khaybar maupun di
Medina, dan kaum Nasrani di Medina dan Taif juga tidak luput dari pembantaian.
[87]
Pertikaian keluarga, antara Muhammad
dengan Ali menyebabkan dihapusnya Surat Pewarisan, yang seyogyanya menurunkan
kekalifahan kepada Ali oleh Muhammad. Harap catat: pendukung Ali (kaum Syiah)
tetap mempertahankan keberadaan Surat-Pewarisan dan membacakannya dari dalam
Al-Qur’an mereka hingga kini. Ketika Kalifah ‘Utsman mengumpulkan Al-Qur’an,
dia menolak untuk memasukkan Surat tersebut dan menuntut untuk menghapuskannya.
Tetapi surat itu masuk dalam salinan Ibn Mas’ud dari Al-Qur’an dan terdapat di
dalam Al-Quran yang dibaca oleh rakyat Iran dan semua orang Syiah pada umumnya.
Mereka berjumlah sekitar 40% dari semua orang Muslim. Sehingga, Al-Quran yang
dibaca oleh kaum Syiah berjumlah 115 surat, sedangkan Al-Qur’an yang dibaca
oleh kaum Sunni berjumlah 114 surat. Perbedaan ini menimbulkan sebuah
pertikaian penting yang terjadi setelah serangan Muraisa, dalam tahun kelima
Hijrah.
Akar-akar Terorisme dalam Al-Qur’an
Peristiwa seperti ini adalah mirip
dengan perkawinan Muhammad dengan Juwairiyyah bint Al-Haris, yang terjadi ketika
nabi membunuh ayah dan suaminya yang ditawan, lalu mengawini sang istri. Aisyah
menjawab perilaku Muhammad ini dengan mengkhianatinya sebagaimana dikutip di
atas.
Kaum Muslim hingga kini mengikuti
langkah-langkah Muhammad, sebagai pendiri Islam. Itu sebabnya, hari ini kita
menyaksikan para Islamist di Mesir merampok gereja-gereja dan toko-toko orang
Kristen, membunuh mereka tanpa perasaan. Di Aljazair, Muslim fanatik telah
membunuh orang-orang tidak berdosa tanpa pertanyaan, Muslim maupun non-Muslim,
hanya karena merasa ada pihak-pihak yang menentang agenda politik dan agama
Islam. Kenapa mereka harus ragu melakukan hal-hal ini jikalau nabi mereka
membiarkan dan memimpin aksi-aksi yang menjijikan ini? Aksi-aksi terorisme dan
intimidasi Muhammad telah didokumentasikan dalam biografi-biografi Islamic yang
terbaik tentang sepak-terjang Muhammad (sebagai “pahlawan perjuangan”).
Orang-orang harus mengerti bahwa
Muhammad telah menjadi contoh bagi umat Muslim di dunia Timur maupun Barat.
Kisah Rihana bint Amro
Ketika tangan dan baju Muhammad masih berlumuran
dengan darah orang-orang Bani Quraiza, Muhammad memerintahkan para tahanan
wanita dipajang di hadapannya. Seperti biasanya, Muhamamd memilih untuk
dirinya wanita yang paling cantik. Kali ini pilihannya jatuh pada seorang
wanita yang suaminya dan ketiga saudara laki-lakinya dan seluruh keluarganya
telah diperintahkan untuk dipenggal kepalanya di depan matanya. Nama wanita itu
adalah Rihana bint Amro. Muhammad berkata kepadanya, “Daripada menjadi
budakku, saya akan membebaskan kamu dan menikahimu.” Ia menjawab: “Lebih
terhormat bagiku untuk menjadi budakmu daripada menjadi istri seorang penjagal
manusia.” Dia kemudian meludahinya dengan harapan agar sang nabi besar itu
akan memerintahkan dirinya untuk dibunuh. Tetapi ternyata Muhammad tidak
membunuh wanita cantik. Melainkan, dia menyimpannya sebagai seorang budak dan
berhubungan intim dengannya sementara kaki dan tangan wanita itu terikat.
Allah seperti apa yang akan mengirim
seorang nabi yang bajunya masih berlumuran darah sembilan ratus orang, dan
mencari kepuasan seksual dengan seorang wanita yang lebih memilih menjadi budak
dan kematian, daripada menjadi “istri dari seorang penjagal manusia.”
Tentu saja kaum Yahudi sejak itu
mewarisi kebencian terhadap Muhammad dan para pengikutnya. Dan mereka masih
mengingat betapa banyak pembunuhan dan penyiksaan yang dia lakukan terhadap
nenek moyang mereka dari Bani Quraiza.
Terorisme hari ini bukan datang
tiba-tiba, bukan pula temuan metode baru! Muhammad telah memberi patron
terbaik untuk sebuah teror dan intimidasi dengan penutup jubah perjuangan demi
agama Allah.
Kisah Fatimah bint Rabi’a
Fatima bint Rabi’a adalah wanita
dipakai sebagai contoh karena harkat dan martabatnya. Dia menolak untuk
mengakui Muhammad sebagai seorang nabi, malahan mengutuknya. Dan Muhammad, nabi
yang dianggap pengampun, ternyata tidak melupakan orang ini. Ketika Muhammad
menginvasi suku Bani Fazara, dia membunuh sebagian besar rakyatnya tetapi
mengambil Fatimah bint Rabi’a sebagai tawanan bersama dengan anak perempuannya.
Muhammad memerintahkan agar Fatimah itu disiksa, sebagaimana yang ditulis oleh
Al-Athir dalam buku-nya.
Setelah budak tersebut selesai
melakukan perbuatannya yang najis, Muhammad masih memanggil Zayd bin Haritha
dan memerintahkannya untuk menuntaskan pembunuhan terhadap Fatimah, walaupun
banyak orang meminta pengampunan untuk dirinya. Al-Tabari menulis: “Muhammad
memerintahkan Zayd bin Haritha untuk membunuh Fatimah, yang dikenal sebagai Umm
Qirfa. Dia membunuhnya dengan sadis yaitu dengan cara mengikat kedua kakinya
dengan dua tali yang diikat pada dua unta. Dia memaksa unta tersebut berlari ke
arah yang berlawanan sehingga perempuan itu robek menjadi dua bagian.”
Betapa menjijikkan pembunuhan itu!
Tuhan manakah yang dapat mengilhami seseorang untuk melakukan hal tersebut, dan
tetap harus disebut sebagai Tuhan yang ”Maha Pengasih dan Maha Penyayang?”
Bagaimana Muslim bisa mempercayai bukan saja kebohongan dan kepalsuan Muhammad,
tetapi juga kekejamannya?! Jangan lupa bahwa kekejaman seperti itu berkali-kali
dilakukan dalam setiap kesempatan sehabis perangnya Muhammad.
Betapa jauhnya perbuatan nabi besar itu
dari ajaran Yesus dari Nazaret, yang rela mengampuni mereka yang mengolok
bahkan menganiaya dan menyalibkan diriNya, dan yang dibalas oleh Yesus dengan
meminta pengampunan atas dosa mereka kepada Bapa-Nya.
Tambahan Kisah Safiyah bint Huyay
Kisah yang baru saja Anda baca tidak
berbeda dengan kisah Kinana bin Al-Rabi’a, yang menjadi tawanan pada serangan
Khaibar. Muhammad bertanya mengenai letak hartanya yang disembunyikannya.
Sebagai jawabannya, Kinana sekaligus kehilangan semua kekayaan yang tersimpan.
*[Muslim selalu mendalilkan motif
Nabinya disini berperang melawan kafir Yahudi, tetapi lihatlah betapa kasat
mata motif sejatinya adalah perampokan.]
Muhammad kemudian memerintahkan untuk
membawa Safiyah, istri Kinana, dan menyaksikan bagaimana suaminya diikat,
dilepaskan bajunya, dan di capkan dengan besi kepada bagian-bagian tubuh Kinana
yang sensitif. Safiyah didudukkan dipangkuan Muhammad, dipaksa untuk menonton
suaminya disiksa. Setelah penyiksaannya, Muhammad memerintahkan agar Kinana
dipenggal dengan pedang dimuka umum, kemudian menikahi istrinya!
Bila hal seperti itu terjadi pada nabi
selain Muhammad, kaum Muslim akan mengutuki: “Nabi binatang!” atau “Setan
alas!” Coba periksalah semua perilaku para nabi satu persatu tanpa pembelaan
buta: Bisakah perilaku seperti itu bagian dari perilaku nabi Tuhan yang sejati?
Beberapa kaum Muslim mungkin akan
mengatakan bahwa tuduhan-tuduhan tersebut adalah palsu terhadap rasul mereka.
Saya menjawab: Saya berharap dari lubuk hati saya bahwa itu adalah tuduhan
palsu, tetapi kebenaran selalu pahit. Saya mengetahui ini dari pengungkapan
fakta-fakta yang diplintirkan, juga dari pengalaman pribadi, karena saya
merasakan sendiri kepahitan yang sama dari ajaran dan tindakan-tindakan nabi
dan tuhannya Islam, saat saya menemukannya sendiri. Mengerikan, sangat
mengerikan, untuk menghubungkan Tuhan yang Suci dan Murni dengan kejahatan dan
tipu daya palsu, sementara Tuhan sejati sama sekali tidak bersalah atas ucapan
dan tindakan-tindakan Muhammad.
Tipu daya Muhammad berhasil karena
kebodohan orang Arab di zaman kebodohan. Bagaimana tipu daya ini bisa diterima
oleh orang-orang terpelajar pada abad ke 21, dimana ilmu pengetahuan
menyediakan begitu banyak fakta dan pencerahan?
Ikuti Muhammad dalam Perang atau: Mati
Ketika Amr bin al-Aas tiba di Yaman
untuk memaksa rajanya membayar upeti jika dia tidak memeluk Islam, sang raja
bertanya kepadanya: “Bagaimanakah semua kaum Quraishi menjadi Muslim?” Al-Aas
menjawab:
“Kaum Quraishi mengikuti Muhammad
karena mereka mempunyai keinginan untuk memeluk Islam atau karena mereka takut
sebab mereka dikalahkan dengan pedang. Dan sekarang kamu adalah satu-satunya
yang tersisa (yang bukan Muslim). Jika kamu tidak memeluk Islam hari ini,
kuda-kuda akan berlari di atasmu dan rakyatmu. Peluklah Islam dan kamu akan
hidup dalam kedamaian dan kuda-kuda serta penunggangnya tidak akan
menyerangmu.”
Dengan kata lain, pilihannya hanya Islam
atau mati. Ikuti Muhammad atau mati – sebuah pilihan perbudakan dan sebuah
taktik teroris yang teramat keji, rancangan Muhammad Utusan Allah. Ibn Ishaq
menulis:
“Utusan Allah mengirim Khalid bin
Al-Walid kepada bin Al-Haris, untuk disampaikan kepada suku Najran, yang
beragama Kristen dan berkata kepadanya: Jika kamu memeluk Islam dan membayar
zakat, kamu akan diterima; jika kamu bilang tidak, aku akan membunuhmu
dengan pedang.”
Suku tersebut mengirim beberapa orang
dari Al-Haris kepada Utusan Allah dengan patuh. Apa yang dikatakan Utusan Allah
kepada orang-orang tersebut? “Jika kamu tidak memeluk Islam, aku akan memenggal
kepalamu di bawah kakimu!”
Teror dan mental terorisme tidak hanya
didemonstrasikan dalam tindakan-tindakan Muhammad, tetapi juga dicatat sebagai pewahyuan
dari Allahnya dalam Al-Qur’an, yang mendukungnya untuk menteror, membunuh
dan menumpahkan darah orang tidak berdosa.
Surah 4:74 mengatakan
Surah Muhammad mengatakan
Surah Al-Anfal 8:60 mengatakan
[94]: “Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang kamu menggetarkan (teror) musuh Allah, musuhmu dan orang orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya.”
[Surah 33:26 mengatakan, ”...dan
Dia memasukkan rasa takut (teror) kedalam hati mereka. Sebagian kamu bunuh dan
sebahagian yang lain kamu tawan”
Kasih versus Teror
Teror jelas-jelas diperintahkan Allah,
untuk ditanamkan ke dalam hati para musuh Islam. Maka Islam adalah tempat subur
untuk menggunakan teror dan terorisme sebagai alat untuk menaklukkan keimanan
seseorang.
Saya percaya, kebenaran sejati yang
datang dari Surga tidak membawa pedang, ataupun memerintahkan pertumpahan darah
orang tidak berdosa. Surga menyatakan: “Kasihilah musuhmu.” Dia tidak
mengatakan, “Jagallah musuhmu.” Surga mengatakan: “Berkatilah mereka
yang mengutukmu.” Tidak mungkin Surga mengatakan: “Wahai Nabi,
kobarkanlah semangat para mu’min itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang
yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang
musuh. Dan jika ada seratus diantaramu, mereka dapat mengalahkan seribu
daripada orang-orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak
mengerti.”
Surga yang mengampuni berkata
Tetapi Surga tidak akan menghasut dan
menyombong
Penyebaran Islam setelah Muhammad juga
dicapai dengan ujung pedang, seperti yang digambarkan dalam bendera mereka. Ibn
Al-Asam Al-Garhami mengatakan di dalam bukunya Tales of Battles bahwa
jumlah orang yang terbunuh dari awal panggilan kenabian Muhammad hingga
kematiannya melebihi 30,000 jiwa. Dan mereka yang menemui ajalnya oleh
pedang Islam dari awal pendirian Islam hingga 1250 Hijrah (sekitar tahun 1750
Masehi) mencapai sekitar sepuluh juta jiwa. Di Spanyol sendiri, kaum
Muslim membunuh lebih dari 1.5 juta jiwa dari abad ke-8 Masehi hingga
mereka diusir dari Spanyol pada tahun 1492.
Perang antar Muslim: Pembunuhan Utsman
bin Affan
*[Muhammad memberlakukan pedang dan
menghalalkannya terhadap kafir. Ia mungkin tidak sadar akan firman Yesus yang
mengatakan sebaliknya, “Siapa yang menggunakan pedang akan binasa oleh pedang”
(Mat.26:52). Pedang disini tentu “pedang” dalam arti luas tentang kebrutalan,
pembunuhan, dan pertumpahan darah. Dan benarlah, ternyata pengembangan Islam
yang mengandalkan pedang berbalik menjadi korban pedang itu juga di
kalangannya. Kenapakah Muslim tidak me-renunginya serta menganalisa dan
memastikan sejarah intern Islam itu sendiri?]
Kejadian yang paling tepat
menggambarkan “pedang makan tuan” adalah fakta pembunuhan terhadap
penerus-penerus Muhammad (yakni para Kalifah) dan pemimpin-pemimpin Muslim oleh
kalangan Muslim sendiri. Salah satu diantaranya adalah Utsman bin Affan,
Khalifah ketiga yang menyumbangkan 10,000 dinar kepada Muhammad, ketika dia
pertama kali mulai menyebar-luaskan panggilan kenabiannya. Al-Halabi menulis
tentang dia:
“Utsman bin Affan datang dengan uang
sepuluh ribu dinar dan meletakkannya di dalam tangan dan dada Muhammad.
Muhammad mulai mengambil uang tersebut, memeriksanya, membalik-balikannya ke
setiap arah dengan hati-hati dan gembira sambil berkata, ‘Semoga Allah
memberikan pengampunan atas semua dosamu, yang tidak diketahui dan yang
diketahui oleh umum, Wahai Utsman. Semoga Allah memberikan kepadamu pengampunan
untuk apa yang kamu lakukan di hari kemarin dan apa yang kamu lakukan di hari
esok hingga hari pengangkatan. Tidak akan ada sesuatu apapun yang dilakukan
Utsman yang akan melukai dirinya mulai hari ini.”
Penulis-penulis Islam sendiri
memberikan kita banyak penjelasan mengenai pembunuhan terhadap diri Utsman. Dua
orang Muslim yang berpengaruh, Muhammad bin Abu Bakar dan Ammar bin Yasir,
datang ke hadapan Utsman ketika dia sedang membaca Al-Qur’annya Muhammad.
Mereka menyiksanya kemudian membunuhnya. Mereka juga menginjak jenggotnya
dengan sepatu mereka – sebuah tanda penghinaan besar. (Jangan lupa bahwa Utsman
adalah salah satu dari 10 pembawa kabar baik yang berkhotbah tentang
Surga. Dia juga adalah orang yang telah diberikan kepastian oleh Muhammad bahwa
semua dosanya, yang lalu dan yang akan datang, akan diampuni, setelah dia
membayar 10.000 dinar.)
Ironisnya, dia dibunuh oleh seorang pembawa
kabar baik lainnya, Ammar bin Yasir, yang berasal dari sebuah suku yang
disiksa oleh kaum Quraishi karena Muhammad. Dengan demikian, seperti ucapan
Muhammad, bukankah yang membunuh dan yang dibunuh sesama Muslim akan masuk ke
dalam api neraka? Apakah Utsman benar-benar pergi ke Surga hanya karena sepuluh
ribu dinar yang dia sumbangkan kepada Muhammad, karena ia memang dijanjikan
Surga? Apakah Ammar bin Yasir, salah satu dari pembawa kabar baik tentang Surga
– tetapi yang membunuh sesama orang Muslim – pergi ke Surga? Apakah kaum Muslim
memikirkan hal-hal ini? Apakah Utsman dan Ammar pergi ke surga atau ke neraka?
Menurut Muhammad, mereka pergi ke surga. Tetapi juga menurut Muhammad mereka
pergi ke neraka! Faktanya, Kalifah ketiga ini dibunuh oleh Ammar dan
anak dari Khalifah pertama.
*[Muhammad sendiri tidak luput dari
hukum “pedang berbalas pedang”. Ia kena racun dari perempuan Yahudi yang
ditawannya di Khaibar, dan Allah tidak menghindarkan atau memunahkan racun itu
dari padanya, seperti yang diakui oleh Anas bin Malik: ”Saya selalu mengetahui
pengaruh racun itu dalam kerongkongan beliau (HS Bukhari 1220). Aisyah
menyaksikan betapa Muhammad menderita, bukan hanya karena sakit
keracunan makanan tersebut di saat-saat kritisnya, ”Hai Aisyah! Saya
senantiasa merasa pedih makanan (racun) yang saya makan di Khaibar. Itulah
waktunya saya merasa tali jantung saya putus karena racun itu”; Tetapi
harapan dan permohonannya untuk keselamatan dirinya di akhirat juga tidak
menentu, karena tidak ada tanda-tanda dijawab lagi oleh Jibril maupun Allah.
Muhammad hanya bergumul sendirian dengan maut. Ketika seseorang siap-siap
menghembuskan nafas terakhirnya, ia akan melepaskan segala atribut ke-egoannya
dan dengan kata-kata terakhir ia mengakui dengan sepenuh kejujuran. Dan itulah yang
juga terjadi pada diri Muhammad, yang berkata: “Wahai Tuhan! Ampunilah saya!
Kasihanilah saya dan hubungkan saya dengan Teman yang Mahatinggi... Lalu
beliau mengangkat tangannya sambil mengucapkan: “Teman Yang Maha Tinggi”. Lalu
beliau wafat dan rebahlah tangan beliau.” (HSB.1570, 1573, 1574). Tak
bisa lain lagi, Muhammad harus dengan jujur meninggalkan dua kebenaran diujung
napas terakhirnya: (1). Bahwa ia adalah orang berdosa yang perlu diampuni. Dan
(2) bahwa ada satu sosok baru yang disembunyikannya selama ini, yaitu, ”Teman
Yang Maha Tinggi” yang akan mengadilinya di hari pengadilan.]
5. Al-Qur’an Wahyu Allah
atau Ciptaan Manusia?
Tuan Qasim, guru agama saya dulu di
Mesir tempat saya dilahirkan, – seperti halnya dengan semua para Imam dan Syeik
– menyatakan bahwa mujizat yang dilakukan oleh Muhammad adalah penulisan
Al-Qur’an. Mereka mengaku bahwa Al-Qur’an adalah tulisan yang paling indah
dengan retorika yang paling baik yang pernah ditulis, karena berasal dari surga
dan bukan ciptaan manusia. Al-Qur’an sendiri, dalam salah satu ayatnya
menantang siapapun untuk menghasilkan sebuah karya mirip Al-Qur’an, atau bahkan
yang mirip dengan salah satu suratnya yang mana saja. Dr. Badawi, seorang guru
agama mengatakan, “Al-Qur’an adalah buku surgawi terakhir dan Muhammad adalah
nabi terakhir dan penutup nabi-nabi sebelumnya.”
Apakah pernyataan-pernyataan manusia
ini benar? Saya dulu biasanya memutlakkan Al-Qur’an dan saya adalah penggemar
dari Sheikh Abdul Baset
Penjiplakan Quranik
Saya membaca dan merenungi Al-Quran dan
juga Alkitab, dan saya menemukan banyak penjiplakan dengan penggeseran. [Tidak
seperti para “Ahli Kitab”, banyak Muslim belum tahu bahwa banyak ayat dari
Al-Qur’an diambil dari Alkitab, dengan sejumlah penambahan pengurangan,
dan perubahan, besar atau kecil.] Contoh, Al-Qur’an menetapkan untuk
semua orang Muslim, kewajiban untuk membayar 2.5% zakat.[99] Hal itu
menjiplak Perjanjian Lama yang ditetapkan bagi orang Yahudi untuk membayar 10%
dari pendapatan tahunan mereka. Berpuasa, kiblat shalat, barang haram
dan halal dan lain lain di dalam Al-Qur’an, juga dijiplak dari Alkitab
dengan beberapa modifikasi. Semua ini bukan sesuatu yang baru, tapi
sudah ada dikalangan Israel!
*[Malahan penjiplakan dengan perubahan
arah kiblat, angka zakat, dan bobot haram-halal, jelas-jelas menciptakan
pertanyaan kenapa Allahnya Muhammad sesukanya mengubah hukum Tuhan dari para
nabi selainnya, setelah ribuan tahun itu diberlakukan dengan baik-baik? Lihat
pula kisah kejadian alam semesta, keberadaan 7 surga dan neraka, sosok sejarah
seperti ratu Sheba (Balqis), Nimrod, kisah nabi-nabi, kejadian Yahya dan Isa
beserta mujizat-mujizatnya, hingga kepada penghakiman akhir zaman, semuanya itu
tak lain tak bukan hanyalah “retelling stories” dengan banyak
penyimpangan, pengacakan, dan pengaburan fakta sejarah, sambil menyisipkan
fiksi-fiksi, sehingga semuanya justru tidak jelas dan tidak masuk akal.]
Mujizat Al-Qur’an?
Tentang “keajaiban” Al-Qur’an. Apakah
ini berarti Al-Qur’an tidak mempunyai kesalahan, baik itu secara gramatikal,
sejarah ataupun Qur’aniah - dirinya, dan tidak seorangpun yang sanggup menulis
sesuatu yang menyerupainya? Saya dulu memang selalu menantang para pengikut
agama-agama lain untuk mencari kesalahan di dalam Al-Qur’an yang saya cintai.
Tetapi beberapa teman dekat mengatakan kepada saya untuk membacanya dengan
lebih seksama dan mendalam agar saya dapat mencari tahu sendiri. Saya
melakukannya dan saya terkejut karena menemukan begitu banyak kesalahan
gramatikal dan kesalahan sejarah. Kita tidak mau bertele-tele disini,
kecuali hanya tampilkan satu-dua gelintir kekonyolan wahyu sebagai contoh.
Laki-laki vs. Perempuan; Bentuk Tunggal
vs. Jamak; Subyek vs. Obyek.
Dalam Surat Al-A’raf di bawah
ini,
Pada ayat berikutnya, dari Surat At-Tauba,
Muhammad juga terlanjur meletakkan
bentuk subyek yang seharusnya berbentuk obyek, begitu juga sebaliknya – sebuah
kesalahan yang tidak termaafkan dalam bahasa Arab, seperti yang ditulis dalam
Surat Al-Hajj[102]
Dalam Surat Al-A’raf 7:56, kesalahan
gramatika yang konyol juga terjadi, dimana bentuk laki-laki (yang derajatnya
dalam Islam lebih tinggi) tertukar dengan bentuk perempuan yang berderajat
lebih rendah.
Al-Suyuti mengatakan: “Tidaklah
dibenarkan, bagi semua orang, untuk membaca Al-Qur’an tanpa membacanya dalam
bahasa Arab; sekalipun pembacanya tidak pandai membaca dalam bahasa Arab.”
Dia mengatakan ini karena kebanyakan
sarjana Muslim setuju bahwa menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa lain akan
"menghilangkan banyak makna asli dan keindahannya serta nilai
linguistiknya".
*[Tentu saja itu bukan monopoli
Al-Quran, melainkan secara umum gejala seperti itu berlaku untuk semua
“bahasa-ibu”, apalagi yang berujud prosa-lirik ala Al-Quran. Namun dalam
perkembangan linguistik itu sendiri, entah dalam bahasa apa saja, akan
menipiskan kekentalan nuansa aslinya yang selalu bergeser lewat waktu. Namun
masalahnya menjadi lain ketika hal yang bersifat relatif itu hendak dimutlakkan
dengan dalil bahwa membaca Al-Qur’an atau bershalat dalam bahasa lain>oleh
para ulama Islam sebagi tidak sah, atau tidak diridhoi Allah, atau tidak
berpahala selain dalam bahasa Arab! Bahkan pelaku-pelakunya dihajar!]
Kita harus bertanya:
“Apakah Allah adalah tuhan bagi
orang-orang Arab saja?”
“Apakah dia bukan Tuhan bagi semua
orang?”
“Apakah Allah tidak berbicara dalam
bahasa lain selain dalam bahasa Arab saja, seperti yang Muhammad katakan
beberapa kali dalam Al-Qur’an?”
Walau sejak dunia diciptakan hingga
saat ini, keseluruhan manusia yang bisa berbicara dalam bahasa Arab hanya
seporsi kecil saja, namun Muhammad berkata: “Cintailah Arab untuk tiga
alasan: karena aku adalah orang Arab, karena Al-Qur’an diturunkan kepada kita
dalam bahasa Arab,
Namun lucunya, Nabi Arab ini juga mempertentangkan pernyataannya di tempat lain dengan mengatakan: “Tidak ada perbedaan antara Arab dan bukan Arab kecuali dalam kesalehan.”
[105] Jika Al-Qur’an ditujukan bagi
seluruh dunia, ia seharusnya datang dalam bahasa yang memang dapat
diterjemahkan tanpa harus kehilangan makna dan nilai aslinya. Lebih jauh lagi,
jika Al-Qur’an memang berasal dari Tuhan, ia seharusnya dapat diterapkan pada
setiap generasi dan setiap tempat, tidak hanya untuk bangsa Arab dan hanya
selama masa tertentu! [106]. Seorang Syeikh & ilmuwan Islam, Ibn
Taymiyyah,[107] menulis: [108]. Bahwa terdapat banyak kesalahan di dalam
Al-Qur’an, telah diketahui dengan baik di antara para Muslim, dan tidak dapat
dibantah oleh sarjana-sarjana mereka. Maka saya bertanya, “Tidakkah ‘Jibril’
menyadari pentingnya penekanan-penekanan dan tanda-tanda pada huruf-huruf
ketika Al-Qur’an diturunkan?” [109] Dan masih banyak kesalahan lainnya yang
tidak usah lagi disertakan disini. [110]
*[Apalagi sampai harus diganti dan
dirubah ayatnya Allah dalam nasikh-mansukh.]
Alasan-alasan Lainnya yang
Membingungkan
Ketika Al-Qur’an ditulis, ia tidak
memiliki tanda-tanda yang diperlukan oleh huruf-huruf yang sangat penting dalam
bahasa Arab
“Sahabat-sahabat Muhammad tidak menaruh
tanda atau penekanan pada huruf-hurufnya. Dengan demikian, kata tersebut dapat
dibaca dengan dua cara yang berbeda, dan bisa memiliki dua arti
(atau lebih) yang berbeda!
Bukti ini – penulisan Al-Qur’an yang
tanpa tanda-tanda – juga SUDAH ditegaskan oleh Al Suyuti.
*[Bukankah dikatakan bahwa di setiap
malam di bulan Ramadhan “Jibril” turun untuk me-review bersama Muhammad apa-apa
yang sudah diturunkan kepadanya agar terkonfirmasi segalanya dalam kebenaran?
Bahkan dikatakan Jibril telah mengunjungi Muhammad sebanyak 124.000 kali, atau
hampir 20 x dalam sehari selama kenabian Muhammad? (lihat Wikipedia,
kategori “Malaikat”). Lalu kenapa masih kelolosan banyak kerancuan dalam
penandaan Al-Qur’an?] Kalau hal itu dikatakan sebagai keajaiban, kesempurnaan,
dan yang terindah dari semua kitab, bukankan seharusnya bebas dari kesalahan
yang memalukan?
Lama setelah Al-Qur’an ditulis, Abu
Al-Aswad Al-Du’ali dan Saybubia (Khalil Ibn Ahmad) menyelesaikan pekerjaan yang
tidak sempat dilakukan oleh ‘jibril’. Ketika peletakkan penekanan-penekanan dan
tanda-tanda pada huruf telah diselesaikan oleh mereka, pertentangan pun terjadi
di antara umat Islam; dan masih terus terjadi sampai hari ini: Al-Qur’an dapat
dibaca dalam dua cara yang berbeda, dan kenyataan ini ditegaskan oleh para
sarjana Muslim sendiri! Sebaliknya Muhammad mengakui bahwa Al- Qur’an dapat
dibaca dengan tujuh cara berbeda (yang akan memberikan arti yang berbeda
terhadap kata-katanya) sebagaimana yang dicatat dalam Hadits Shahih Bukhari dan
Muslim.
Ketika saya masih kecil, saya bertanya
kepada guru agama saya, mengapa (huruf) alif dihapus dari semua
huruf-huruf dimana seharusnya ia ditempatkan. Dan guru saya tidak bisa
menjawabnya, dan bahkan para sarjana Islam masih tidak memiliki sebuah jawaban.
Apakah Jibril telah “memakan” huruf alif tersebut ketika ia mendiktekan
ayat-ayatnya kepada Muhammad? Atau, huruf alif ini tidak terdapat dalam
perbendaharaan Jibril? Jadi, apanya Quran yang dikatakan keajaiban yang
terbesar?
*[Dan tidak cukup dengan itu, siapakah
diantara Muslim yang tahu apa yang diturunkan oleh Jibril kepada umat Islam,
dalam huruf atau ayat “Alif laam miim”(ayat awal dari surat 2, 3, 29,
30, 31, 32), atau “Thaa sin mim” (fawatih al-suwar, ayat awal dari surat
26 dan 28 dan lain lain total ada 29 surat?]
Al-Suyuti menulis: “Ayat awal dari semua
surat adalah rahasia sehingga tidak seorangpun mengerti maksudnya kecuali bagi
Allah” (lihat Al-Itiqan, Al-Suyuti, vol.3, p.29). Inikah ujud dari keajaiban
Quran yang tak tertandingi? Dengan kesalahan gramatikal, sejarah, dan
kalimat-kalimat tanpa arti? Bukankah itu hanya bualan tersendiri dari Muhammad
untuk menantang orang-orang bodoh menciptakan satu surat sebaik semisal Quran?
Wahyu via Inspirasi Para Sahabat
Muhammad?
Bukti menunjukkan bahwa Al-Qur’an itu
tak lepas dari ciptaan manusia. Kenyataan memperlihatkan banyak di antara
ayat-ayatnya berasal dari para pendamping Muhammad dan istri-istrinya. Dengan
demikian, apakah Abu Bakar dan Umar Al-Khattab juga merupakan nabi, atas
partisipasinya dalam menulis Al-Qur’an? Mari kita lihat beberapa yang narasinya
pendek saja.
Umar Ibn Al-Khattab
Abu Bakar bukanlah satu-satunya, masih
ada yang lain yakni Umar ibn Al-Khattab mengatakan sebuah pernyataan bahwa
“jibril” dengan segera menerima dan menurunkan kepada Muhammad.
Salah satu peristiwa yang disebutkan
Al-Suyuti, menunjukkan bagaimana dan dari siapa wahyu Muhammad itu timbul:
“Seorang Yahudi bertemu dengan Umar Ibn
Al-Khattab. Orang Yahudi itu beradu argumentasi dengan Umar dan mencoba untuk
meyakinkan dirinya bahwa Muhammad bukanlah seorang nabi dan “jibril” yang
berbicara kepadanya hanyalah musuh dari orang Yahudi. Umar menjawabnya,
‘Siapapun yang menjadi musuh Allah, dialah musuh para malaikat, para utusannya,
Jibril dan Michael, karena Allah adalah musuh bagi orang-orang yang tidak
percaya.’ Dan hanya selang dua hari, ucapan tersebut diturunkan menjadi ayat
yang bisa kita temukan dalam Al Qur’an, Surat 2:98.”
Zayd bin Thabit [111]
Sebuah kisah lain diceritakan oleh
Zayd, salah seorang dari para penulis wahyu Muhammad (Al Qur’an). Ia
mengatakan:
“Muhammad menghampiriku lalu berkata,
tulislah apa yang telah diturunkan kepadaku, ‘Mereka yang hanya duduk diam di
dalam iman tidak dapat disamakan dengan mereka yang bertempur di jalan Allah.’
Di antara mereka pada saat itu, ketika ia sedang mendiktekannya kepadaku, ada
Ibn Umm Kulthum, seorang tuna netra. Ia berkata kepada Utusan Allah, ‘Tetapi
aku buta.’
Lalu Muhammad berkata kepada Zayd,
‘Tambahkan pada ayat itu, kecuali mereka yang cacat.’”
Apakah itu merupakan pewahyuan yang
turun dari surga atau nasihat spontan dari manusia? Saya serahkan kepada Anda
untuk memutuskannya.
*[Masalahnya, hanya Muhammad seorang
yang menyaksikan perkataannya sendiri sebagai wahyu! Dan itu dengan
mengatas-namakan “Jibril”plus “Allah” yang kedua-duanya hanya diklaim. Sementara
pewahyuan nabi-nabi sebelumnya hanya berurusan langsung dengan Tuhan sendiri
(tanpa Jibril), kenapa Muhammad hanya berurusan dengan “Jibril” tanpa Allah?
Maka dalam contoh diatas, tampak sekali klaim demikian mudah nyasar dari sumber
tertingginya.]
Abd Allah bin Sa’d
Seorang penulis lain yang dipakai
Muhammad adalah Abd Allah bin Sa’d. Ia kemudian meninggalkan nabi karena ia
menemukan kenyataan bahwa tidak ada pewahyuan dan tidak ada “jibril.” Ia
bersaksi demikian: “Muhammad sebelumnya selalu berkata kepadaku untuk
menulis pada setiap akhir bagian: ‘Allah adalah penyayang dan adil’. Tetapi aku
menulisnya dengan ‘pengampun dan penuh belas kasihan.’ Lalu Muhammad menjawab,
‘Itu sama saja.’”
Akibatnya Sa’d telah pun meninggalkan
Islam. Ia melarikan diri karena Muhammad mengancam akan membunuhnya setelah ia
diberitahukan apa yang dikatakan oleh bin Sa’d: “Jika Allah menurunkan wahyu
kepada Muhammad, Ia tentu juga akan menurunkannya kepadaku. Ketika Muhammad
berkata, ‘Allah mendengar dan mengetahui segalanya,’ aku menulis, ‘Allah maha
mengetahui dan adil.’ Jawabannya seperti biasa adalah, ‘bin Sa’d, tulislah
apapun yang kau kehendaki.’ ”
Menanggapi tuduhan Sa’d, ayat berikut
ini kemudian diturunkan kepada Muhammad, Al-An’am 6:93: “Dan siapakah yang
lebih zalim dari orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata,
“Telah diwahyukan kepadaku,” padahal tidak ada diwahyukan sesuatu pun
kepadanya, dan orang yang berkata, “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan
Allah.”
Seperti biasa, “jibril” selalu siap
dengan sebuah ayat untuk membenarkan pemlintiran fakta dari Muhammad, ketika ia
menumpahkan darah bin Sa’d yang hendak membuktikan kepalsuan nabi.
*[Tentu para pembaca dapat merasakan
bahwa bin Sa’d – sebagai penulis wahyu bagi tuannya – tahu persis resiko apa
yang bisa dijatuhkan kepadanya bila ia sesumbar menyaingi tuannya
sebagai penerima wahyu pula. Tetapi karena itu bukan sesumbar bualan –
melainkan fakta yang sebenarnya – maka ia kehilangan respek terhadap tuannya,
tidak tahan menghadapi kepalsuan, dan barakhir nekad melontarkan fakta
kebenarannya dengan resiko yang harus ditanggungnya!]
Umm Salamah
Umm Salamah, salah seorang dari
istri-istri Muhammad, suatu ketika bertanya: “Wahai Utusan Allah, aku tidak
pernah mendengar sosok wanita diucapkan selama masa Hijrah (menyingkirkan diri/
minggat ke Medinah).” Kemudian, ayat di bawah ini dengan mudahnya turun: “Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya dengan berfirman, “Sesungguhnya Aku
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan; karena sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain.”
“Wahai Utusan Allah, engkau hanya
menyebutkan laki-laki tetapi tidak menyebut perempuan.” Seperti biasa, “jibril”
sudah siap memberikan kepalsuan kepada Muhammad. Lihat ayat di bawah ini
diturunkan jibril: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang Muslim,
laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang
sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, …. dst.”
Masih banyak lagi surat yang turun dari
“jibril” untuk memuaskan istri-istri Muhammad dan teman-temannya.
Aisyah
[117] yang mengijinkan penggunaan pasir
(dalam bahasa Arab disebut, Al-Tayammum) sebagai persiapan untuk bersembahyang,
sebagai pengganti air.[118] Bagaimana pasir bisa membersihkan orang-orang yang
akan bersembahyang, bukankah malahan akan menambah kotor? Bagaimana ucapan
manusia (Aisyah sehabis sanggama) bisa bernilai wahyu dalam Qur’an?[119]
Pertanyaan yang sama-sama bodohnya: apa Jibril kalah terhadap bangkai anjing,
atau kalah akal memilih ruang/ rumah lain (atau tempat lain diluar rumah) untuk
menurunkan ayat-ayat Allahnya?[120]
Suatu kali, Aisyah, istri yang
dimanjakan oleh Muhammad, berkata: “Aku bersama dengan Utusan Allah ketika
sebuah penyerangan sedang berlangsung. Ia seperti biasa melakukan hubungan
intim denganku, setiap malam. Tetapi ketika pagi hari tiba, ia tidak menemukan
air untuk mencuci untuk sembahyang. Aku berkata kepadanya, ‘Muhammad, bukankah
kita terbuat dari pasir?’ Dan ia menjawab, ‘Ya, benar.’ Aku berkata, ‘Kalau
begitu, mengapa bingung, engkau dan orang-orangmu membutuhkan air namun tidak
menemukannya, sedangkan pasir selalu ada di sana. Gunakan saja pasir.’”
Seperti biasa, “jibril”-nya Muhammad
turunkan ayat dengan segera
Wahyu dari Pembantu? Terhenti Karena
Bangkai Anjing?
Manipulasi Muhammad dan tuhannya dan
Jibrilnya tidak hanya terbatas pada hubungan-hubungan yang penting, tetapi
meluas kepada hal-hal yang sepele. Sebagai contoh, ada satu kisah populer yang
dipercaya ratusan juta Muslim, bahwa wahyu Muhammad bisa terputus karena
bangkai anjing. Suatu hari sang nabi bertanya kepada pembantunya: ‘Mengapa, ya Khawla,
“jibril” berhenti menurunkan ayat-ayat kepadaku?’ Khawla tentu tak bisa
menjawab dengan kepastian. Tetapi tatkala ia bersih-bersih ruangan dan ketika
ia membersihkan di bawah tempat tidur sang nabi, ia menemukan seekor anjing
mati. (Dan Muhammad tidak mencium bangkai anjing yang telah mati selama
beberapa hari di bawah tempat tidurnya? Dan kenapa seorang nabi bertanya kepada
pembantunya tentang ruh “jibril” yang dinyatakan oleh Muhammad sendiri bahwa
keberadaannya tidak bisa terjangkau oleh beliau, apalagi manusia lainnya (lihat
Surat 17:85), bahkan apalagi ditanyakan apa sebab musabab wahyunya terhenti?
Yang benar saja! Tetapi itulah hebatnya sang nabi, sebab setelah kamarnya
dibersihkan, tuhannya Muhammad menurunkan Surat Ad-Duha 93:5.
Kontradiksi (Pertentangan) Ayat-ayat
dalam Al-Qur’an
Tersinyalir bahwa ada lebih dari 24%
ayat-ayat Qur’an yang bertentangan satu sama lainnya. Beberapa contoh akan
dibahas disini.
Yang “Menghapus dan Dihapuskan”
Kita akan mendiskusikan kontradiksi
yang tak masuk akal didalam Al- Qur’an yang sekaligus merupakan praktek
membahayakan dimana satu ayat Allah bisa diganti-gantikan dengan ayat lain
dengan entengnya, seolah Allah ingin mengatakan: “Sebentar, Aku telah membuat
kekeliruan dan Aku perlu membetulkannya sekarang.” Praktek ini di dalam
Al-Qur’an dijadikan doktrin Islam dan dikenal dengan istilah Nasikh dan Mansukh,
“Yang Menghapus” dan “ Yang Dihapuskan.”
*[Tetapi bagaimana Tuhan Yang Mahatahu
mungkin bisa keliru memberikan wahyuNya, sehingga perlu mendatangkan wahyu yang
membatalkan wahyu? Secara teologis, doktrin ini sekaligus telah merupakan
pengakuan akan adanya kontradiksi wahyu Allah, namun dihalalkan Islam dengan
istilah muluk!]
Berikut ini adalah antara lain
kontradiksinya yang mencengangkan!
Tidak Ada Paksaan dalam Agama?
Kami tampilkan 4 ayat sejuk yang
memberi kebebasan bagi orang-orang untuk memeluk agama mereka selain Islam:
* “Tidak ada paksaan untuk agama;
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat”
* “Dan katakanlah kepada orang-orang
yang telah diberi kitab dan kepada orang-orang yang ummi, “Apakah kamu mau
masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat
petunjuk (kepada kebenaran), tetapi jika mereka menolak, maka kewajiban kamu
hanyalah menyampaikan kepada mereka.”
* “Karena sesungguhnya tugasmu hanya
menyampaikan saja, sedang Kamilah yang menghisab amalan mereka.”
* “Dan orang-orang yang mengambil
pelindung-pelindung selain Allah, Allah mengawasi (perbuatan) mereka, dan kamu
(Muhammad) bukanlah orang yang diserahi mengawasi mereka.”
Tetapi pada kenyataan yang sebenarnya,
Al-Qur’an tidak dapat mentolerir kebebasan seseorang untuk memilih keyakinan.
Ini terjadi setelah Muhammad merebut kekuasaan dan memiliki banyak kekuasaan,
sehingga dialah sendiri yang bebas mengubah wahyu mengenai kebebasan secara
berlawanan diametral. Semua yang ”non-Islam” harus diperangi dan ditumpasi,
termasuk orang-orang yang Allah berikan KitabNya!:
*.“Dan perangilah mereka sehingga
tidak ada lagi perlawanan, dan agama itu semata-mata hanya untuk Allah. Jika
mereka berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang
yang zalim.”
*.“Perangilah orang-orang yang tidak
beriman kepada Allah tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak
mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak
beragama dengan agama yang benar (Agama Allah), (bahkan jika mereka adalah)
orang-orang yang diberikan kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah
*.“Hai Nabi! Berjihadlah (melawan) orang-orang
kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.
Tempat mereka ialah neraka jahanam. Dan itulah tempat kembali yang
seburuk-buruknya.”
*. “Mereka ingin kamu menjadi kafir
sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).
Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolongmu, hingga mereka
berhijrah pada jalan Allah. Maka jika mereka berpaling, tawan dan bunuhlah
mereka di mana saja kamu menemuinya, dan janganlah kamu ambil seorangpun di
antara mereka menjadi pelindung dan jangan (pula) menjadi penolong.”
Secara keseluruhan, Al-Qur’an
mengandung lebih dari 220 kontradiksi. *[Dan setiap ayat-ayat keras itu dapat
dipakai secara absah dan halal sesuai dengan kebutuhan dan situasi Islamnya.
Malahan dalam Haditsnya, Muhammad terang-terangan memerintahkan penumpasan
orang kafir yang harus dikaitkan dengan penjunjungan dirinya berdampingan
dengan Allah]:
”Aku diperintahkan untuk memerangi
orang-orang sampai mereka mengatakan, ’Tidak ada tuhan selain Allah dan
Muhammad adalah Utusan Allah
Kontradiksi: Hari Penghakiman
Ibn Abbas mengatakan bahwa, suatu hari
seorang Arab mengatakan kepadanya bahwa Al-Qur’an menulis panjangnya sehari
penghakiman adalah sama dengan 1000 tahun, sebagaimana yang ditulis
dalam Surat As-Sajdah 32:5. Sebaliknya, dalam Surat Al-Ma’arij
70:4 dan di tempat-tempat lainnya, panjangnya sama dengan 50.000 tahun.
Abu Abbas menjawab bahwa kedua ”hari” yang berbeda itu dan masa kehadiran
mereka memang disebutkan di dalam Al-Qur’an, tetapi Allah lah yang mengetahui
jawaban yang sebenarnya mengenai mereka. *[Lihatlah betapa fasihnya Quran
menyajikan jurus-jurus pendalilan yang berkelat-kelit dan yang membodohi, demi
menutupi ayat-ayatnya yang kontradiktif. Yang satu, dikatakan Allah melakukan
koreksi ayat dengan nasikh-mansukh. Yang lain, dikatakan bahwa hanya
Allah yang tahu, tanyalah sama Yang Empunya Ayat! Padahal jawaban yang lurus,
sederhana, dan benar adalah persis yang Muslim tuduhkan terhadap Alkitab: Kitabmu
palsu! Maling teriak maling? Allah pasti tahu, tetapi manusia pun
sesungguhnya mudah tahu!]
Kontradiksi Lainnya:
1. “Apabila sangkakala ditiup maka
tidaklah ada lagi pertalian nasib di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada
pula mereka saling bertanya.” (Surat 23:101)
Ini bertentangan dengan
“Sebagian dari mereka menghadap satu
sama lain, kepada sebagian yang lain berbantah-bantahan.” (Surat 37:27).
2. “Allahlah yang menciptakan langit
dan bumi dan apa yang ada di antara ke duanya dalam enam hari.”( Surat
32:4)
Ini bertentangan dengan
“Katakanlah: Sesungguhnya patutkah kamu
kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua hari? Dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagiNya? Demikian itulah Tuhan semesta alam.” (Surat 41:9).
3. “…maka kawinilah wanita-wanita
(lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (Surat 4:3).
Pada ayat di atas, Al Qur’an
mengajarkan bahwa ada kemungkinan untuk bersikap adil kepada beberapa orang
perempuan, tetapi hal itu bertentangan dengan surat yang sama: “Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian…” (Surat 4:129).
4. Dalam Surat 90:1, Muhammad
mengatakan bahwa ia tidak bersumpah dengan menggunakan “kota ini” (Mekah): “Aku
tidak bersumpah demi kota ini.”
Tetapi kemudian ia mempertentangkannya
dengan ayat Surat 95:1-3
“Demi buah tin dan buah zaitun, dan
demi bukit Sinai dan demi kota (Mekah) ini yang aman.”
Mungkinkah seorang Nabi Tuhan bersumpah
demi buah tin dan zaitun? [Dimanapun, sumpah itu harus didirikan di atas
otoritas yang paling berwenang (lebih tinggi daripada yang bersumpah) yang
dianggap turut menyaksikan dan meneguhkan sumpah! Anda manusia tak mungkin
bersumpah demi nama anjing misalnya, dan Tuhan mustahil perlu bersumpah demi
ciptaanNya! Ia sesungguhnya tidak perlu bersumpah, namun bila itu dilakukan
juga, maka Tuhan bersumpah hanya demi diriNya. Sumpah yang selainnya hanya bisa
datang dari ”wahyu akal-akalan”. Itu sebabnya banyak sekali teman Muslim yang
akhirnya meninggalkan Islam karena Qurannya hanya berisi ”sumpah serapah
buatan manusia”. Namun Alkitab berkata: ”Sebab manusia bersumpah demi
orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang
mengakhiri segala bantahan... Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada
Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih
tinggi dari padaNya.” (Ibrani 6: 16, 13)]
Kesalahan Sejara
*[Perlu dicatat bahwa ketika Muhammad
merujuk kepada cerita Alkitab, ia bukan mengutipnya dari Alkitab, melainkan
berusaha memindahkan setting Israel ketanah Arab (Mekah), seperti yang kita
saksikan dalam kisah Ibrahim versi Muhammad. HS Bukhari menuturkan bahwa
Ibrahim menghantar Hagar dan putranya yang kala itu masih menyusu, pergi ke
Mekah karena keduanya diusir oleh Sara. Tidak seorang manusiapun yang tinggal
ditempat itu, dan Ibrahim segera pulang kembali kepada Sara sambil meninggalkan
mereka berdua disitu. Hagar dan putranya terancam kehausan, sehingga Hagar
seperti orang gila berlari bolak-balik 7x dari Shafa ke Marwah, yang akhirnya
secara ajaib menemukan mata air Zamzam. Maka merekapun seterusnya menetap di
tempat tersebut dimana Ismail belajar bahasa Arab dan kelak kawin disana (HS.Bukhari
no. 1475). Tetapi setelah secara “shahih” menceritakan kisah yang dicangkokkan
disini, kapankah Ibrahim punya waktu untuk menemui Ismail guna menceritakan
tentang mimpinya untuk menyembelih putranya? Untuk tujuan pencocokan legenda
ini, maka para sarjana Islam sibuk menyusun kisah alternatif. Namun semuanya
tetap dimentahkan dengan satu pertanyaan, dari mana sumber legenda itu
diambil? Dari Nabi-nabi sebelum Masehi atau dongeng manusia dan jin-jin
sesudahnya??]
Alkitab/Kitab Suci Injil menyatakan bahwa
Hagar dan putranya meninggalkan Hebron (tanpa Abraham) dan pergi ke arah
selatan, ke Bersyeba (dengan dibekali sedikit roti dan sekirbat air). Di gurun
Palestina selatan ini mereka dengan sendirinya tersesat, namun malaikat Tuhan
datang menyelamatkan mereka. Dan beberapa tahun kemudian, Hagar, budak dari
Mesir itu, mengatur pernikahan putranya dengan seorang perempuan Mesir pula.
*[Pengisahan Alkitab oleh Nabi Musa ini
jelas logis dan otoritatif, tanpa jejak akal-akalan manusia sesudah masa
Muhammad. Namun secara tiba-tiba Hadist (200 tahun sesudah Muhammad) memastikan
Hagar dan Ismael bisa berjalan sampai ke Mekah dengan persediaan makan-minum
sekedarnya. Selain itu, disaat sekitar tahun 2000 SM seperti itu, dimanakah
dapat ditemukan bukti sejarah atau arkeologi yang menunjukkan adanya akses
migrasi atau jalan karavan kesana? Bukankah Hadist Nabi sendiri mengatakan juga
bahwa “pemukiman” Mekah tidak exist dalam sejarah sekuno itu (lihat HSB.
No.1475, “...Waktu itu tidak ada seorangpun yang tinggal di Mekah”. Alangkah
sembrononya dongeng “bunuh diri” yang ingin memindahkan setting Israel ke
Arab!]
Kontradiksi Tentang Kewafatan Sayidina
Isa Al-Masih
Pertentangan yang paling kritis dan
ketara dalam Qur’an adalah mengenai Kewafatan (kematian) Yesus (Isa). Apakah
Dia telah dibunuh atau tidak? Surat An-Nisa 4:157 berkata:
…”Sesungguhnya kami telah membunuh
al-Masih, Isa Putra Maryam, Rasul Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan
tidak pula disalib-nya, tetapi yang mereka bunuh ialah orang yang diserupakan
dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang
(pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu.
Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu kecuali
mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh
itu adalah Isa.”
Umat Islam selalu mengutip ayat yang
tanpa saksi dan bukti ini – satu-satunya ayat yang dipunyai Quran -- untuk
menjawab pernyataan orang Kristen tentang penyaliban Kristus. Untuk menanggapi
hal itu, umat Islam terpaksa harus melupakan Surat Al-Imran 3:55:
“Ingatlah, ketika Allah berfirman,
“Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyebabkan kematianmu
Di sini Al-Qur’an tidak hanya
menyebutkan tentang kematian Yesus (Isa) yang bertentangan dengan ayat
sebelumnya, tetapi juga dinyatakan bahwa siapapun yang menjadi pengikut Yesus
akan berada di atas orang-orang lainnya pada hari kiamat! Al-Qur’an juga
menyebutkan tentang kematian Isa di dalam Surat Maryam 19:33: “Dan
kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari
aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Disini ada dua ayat dalam Qur’an yang
mengkonfirmasikan kematian Isa anak Maryam, melawan satu ayat yang menolak
kematiannya. Apakah ada dua Tuhan berbeda yang masing-masing menyuarakan
”hidup-mati-nya” Isa yang berbeda? Padahal Muhammad berkata, ”Tiada Tuhan
selain Allah?” Bagaimana umat Muslim melihat pertentangan yang gamblang ini?
Contoh Kesalahan Fatal Lainnya
Tidak ada nara sumber manapun yang
menyebut bahwa Maria yang melahirkan Yesus mempunyai seorang saudara laki-laki.
Tetapi Tuhannya Muhammad mengatakan dalam Al-Qur’an bahwa Maria mempunyai
saudara laki-laki, (Maryam 19:28). Masih tentang subyek yang sama, Al-
Qur’an mengatakan bahwa Maria adalah saudaranya Harun. Ini juga kesalahan fatal
sebab Harun adalah orang dari suku Lewi, sementara Maria berasal dari suku Yehuda.
Lebih fatal lagi, Harun hidup 1500 tahun SM (sebelum Isa lahir)! Tentulah akan
menyulitkan laki-laki itu menjadi saudara laki-laki Maria!
Al-Qur’an juga berspekulasi bahwa istri
Firaun-lah yang menemukan Musa di sungai Nil, padahal yang benar adalah Puteri
Firaun.
*[Kebenaran ini dinyatakan oleh Musa
sendiri yang menulis Taurat dan yang mencantumkan dirinya diasuh oleh putri
Firaun! Akankah Muhammad lebih tahu dari Musa tentang Musa? Sedangkan
kemustahilan melaksanakan wajib shalat 50x sehari (yang semula diwajibkan Allah
bagi Muhammad), itu saja tidak diketahui Muhammad. Dan itu hanya diketahui oleh
Musa, sehingga Muhammad disuruhnya untuk menawar kepada Allah hingga jatuh
hukum finalnya menjadi 5x sehari! (lihat HS Bukhari 211). Sungguh seluruh
Muslim berutang budi kepada Musa yang mencetuskan ”ide-brilliant” kepada
Muhammad untuk bernegosiasi dengan Allahnya Muhammad.]
Kesalahan Al-Qur’an terkait dengan ilmu
pengetahuan, juga membuktikan bahwa ia bukanlah buku yang berasal dari Tuhan.
Sekiranya itu berasal dari Tuhan, seharusnya “kenyataan mengenai alam semesta”
adalah yang sebenarnya. Bahkan seandainyapun Al-Qur’an nguping mengutip
dari Alkitab, ia tidak melakukannya secara akurat. Sebagai contoh, Alkitab
menyatakan bahwa bumi adalah bulat, sebuah globe. Dan itu dinyatakan
secara jelas pada abad ke delapan SM – hampir seribu tahun sebelum Muhammad.
Yesaya menulis tentang bulatan bumi: “Dia yang bertahta di atas bulatan bumi….”
“Yang Menghapuskan dan Dihapuskan”
(Mansukh wa’al Nasikh)
Doktrin ini ada dalam Al-Qur’an. Ini
berarti bahwa Muhammad memiliki hak untuk menghapus dan membatalkan ayat-ayat
di dalam Al-Qur’an sesuai
kehendaknya. Beberapa kritik menyatakan bahwa tuhannya Muhammad akan membacakan ayat-ayat, dan kemudian setelah beberapa waktu, Ia akan membatalkan atau menghapuskannya. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an dibatalkan atau diubah hanya beberapa jam setelah penurunannya kepada Muhammad. Bagaimana Muhammad menangani masalah ini, dan bagaimana ia membenarkan tindakannya atas hal ini?
kehendaknya. Beberapa kritik menyatakan bahwa tuhannya Muhammad akan membacakan ayat-ayat, dan kemudian setelah beberapa waktu, Ia akan membatalkan atau menghapuskannya. Beberapa ayat dalam Al-Qur’an dibatalkan atau diubah hanya beberapa jam setelah penurunannya kepada Muhammad. Bagaimana Muhammad menangani masalah ini, dan bagaimana ia membenarkan tindakannya atas hal ini?
Alasan pokok: Allah Menggantikan dengan
idea yang Lebih Baik?
Pada satu titik, keseluruhan panggilan
dan misi Muhammad hampir merupakan kesalahan total. Rupa-rupanya orang-orang
Yahudi di Arab sangat kenal akan gaya dan kebiasaan Muhammad tatkala
menyampaikan ajaran kenabiannya. Mereka menyatakan bahwa setelah Muhammad
memberikan perintah kepada para pengikutnya, ia biasa akan menariknya tidak
lama kemudian. Dan seperti biasanya, Tuhan selalu siap untuk mengirim “jibril”
dengan sebuah ayat untuk menolongnya keluar dari dilema, serta meyakinkan
orang-orang bahwa Allah-lah, dan bukan Muhammad yang memerintahkannya untuk
menghapus ayat tertentu: “Ayat mana saja yang kami cabut atau kami jadikan
lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu.”
Menurut Al-Suyuti, “Pencabutan berarti
penghapusan atau pembatalan.”
Dibatalkan oleh Ayam-Ayam?
Banyak ayat yang ditambahkan di dalam
Al-Qur’an secara seketika setelah kematian Muhammad. Banyak lagi ayat lainnya
yang dihapuskan oleh Utsman bin Affan, yang memerintahkan agar Al-Qur’an
diperbaiki dan menaruh penekanan-penekanan pada huruf-hurufnya. Tetapi kemana
perginya semua surat dan ayat-ayat yang dihapuskan itu?
Kita bahkan dapat bertanya: Kemana
perginya Al-Qur’annya Muhammad? Menurut Ibn Hazm, Aisyah mengatakan bahwa
beberapa ayat, seperti mengenai melemparkan batu dan menyusui anak,
Beberapa sarjana Muslim boleh saja
menyatakan bahwa ayat-ayat yang telah dimakan oleh ayam tersebut telah
dibatalkan. Tetapi tentu saja, mereka tidak mengetahui dengan pasti karena
mereka tidak bersama-sama dengan ayam yang memakan ayat-ayat tersebut. Tetapi
bagaimana ayat-ayat tersebut dibatalkan setelah Muhammad meninggal? Dan
bagaimana mungkin ayam-ayam membatalkan ayat-ayat tersebut, sedangkan beberapa
ayat yang sudah dimakan ayam-ayam masih terdapat di dalam Al-Qur’an?
Selanjutnya, Umar bersikeras
menambahkan Al-Qur’an dengan ayat-ayat mengenai menyusui anak setelah ia
mendengar Aisha menceritakan hal itu. Ia juga hampir menambahkan ayat-ayat
mengenai melemparkan batu, setelah mendengar kisahnya dari Ka’b. Namun anehnya,
ke mana perginya dua ratus ayat yang sedianya ada dalam Surat Al-Ahzab?
*[Hadits narasi Aisha mengatakan bahwa
surat al-Azhab 33 terdiri atas 200 ayat di masa Muhammad. ”Ketika Utsman
menyalin ‘masahif’ (kodex) maka kami tidak tahu lagi apa-apa, kecuali bahwa apa
yang kita punyai sekarang ini (maksudnya surat al-Azhab entah bagaimana kini
hanya berisi 73 ayat seperti Quran di saat ini. Lihat Al-Suyuthi, Al-Itqan
II.p.25)]
Bukankah tuhannya Muhammad berkata:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya dari penyelewengan.”
Lalu bagaimana mungkin tuhannya
Muhammad tidak menjaga firmannya dan Al-Qur’annya dari ayam-ayam tersebut?
Menjaga ayam-ayam itu untuk tidak melahap ayat-ayat Al-Qur’annya? Atau mencegah
Utsman untuk menghapus ratusan ayat dari Al-Qur’an? Dr. Mousa
Al-Mousawi, seorang sarjana Iran modern, menyatakan: “ Diantara mereka
kelompok-kelompok Islam yang mengatakan bahwa ada perubahan di dalam Al-Qur’an,
maka para sarjana Shiah adalah persentase yang terbesar di antara mereka.”
Ayat yang Hilang – Surat yang Hilang
Kita menyaksikan dengan mata sendiri
bahwa ayat pertama (basmalah) juga dihapuskan dalam Surat-9, At-Tauba.
Al-Suyuti, seorang sarjana Muslim terkemuka menegaskan bahwa lebih dari 100
ayat dihapuskan dari surat tersebut.[142] Ia menyebutkan bahwa Ibn Malik
mengatakan banyak ayat yang dihapus dari Surat At-Tauba, termasuk ayat
“basmalah” tadi. Dan ditegaskan kembali bahwa jumlah ayat sebelumnya adalah
sama dengan jumlah ayat dalam Surat 2 (Al-Baqara
Kemana perginya ke dua surat itu?
Bagaimana mereka bisa menghilang dari Al-Qur’an salinan Utsman, yang dibaca
oleh kelompok umat Muslim Sunni saat ini, tetapi berbeda bentuknya dengan yang
dibaca oleh kelompok Shiah? Al-Qur’an Sunni memiliki 114 surat, sedangkan
Al-Qur’an Shiah memiliki 115 surat, dimana Surat Al-Wilaya (Pengganti)
ditambahkan di dalam Al-Qur’an tersebut.[145]
Cara Al-Qur’an Dihimpun Menjadi Kitab
[Kita sedih membaca di banyak tempat –
termasuk di Muqadimah terjemahan Al-Qur’an – yang tetap nekad menyatakan bahwa
sebelum Nabi wafat, “semua ayat-ayat Quran sudah terturun dan disusun final,
menurut tertib urut yang seharusnya, dan terjaga dan terpelihara baik oleh
Allah”. Dan Muslim awam mempercayai pernyataan itu mentah-mentah! Jauh dari
kebenaran!]
Padahal Muhammad sendiri semasa
hidupnya tidak mengumpulkan ayat-ayat yang tesebar di berbagai tempat (selama
lebih dari 20 tahun) menjadi sebuah kitab, yang kemudian disebut Al-Qur’an
(artinya bacaan).
[Beliau juga tidak pernah memerintahkan
para sahabatnya untuk mengumpulkannya dari ayat-ayatnya yang terserak di
atas pelbagai alas-tulis yang
dipakai sekenanya oleh tiap
pengikutnya. Mereka ini hanya mencatatkan ayat-ayat favoritnya
sendiri-sendiri, itupun kalau mereka kebetulan hadir tatkala Nabi mendapat
wahyu, yang tempat dan waktunya tidak pernah menentu. (Bisa di rumah, sendirian
atau bersama seseorang, di mesjid, dalam perjalanan, di siang hari, atau malam,
bahkan dalam peperangan, di bumi atau di surga) Pencatatan dilakukan pada
potongan-potongan kayu, lempeng tanah, batu, daun kurma, tulang, kulit
binatang, apa saja, dan menyimpannya sendiri-sendiri pula secara lepasan.
Ada pula yang mencatat bagiannya dalam otak, alias dihafal. Alhasil, tak ada
yang terkumpul penuh, tak ada yang teratur, tak ada urutan yang dibakukan,
melainkan masing-masing adalah seporsi himpunan ayat-ayat favorit yang saling
berbeda. Itu sebabnya setelah Nabi wafat, Zaid bin Tsabit pada awalnya tetap
menolak ketika kepadanya diminta untuk melakukan pengumpulan Quran:
“Bagaimana mungkin aku melakukan sesuatu yang tidak pernah dilakukan
Rasulullah?” (Suyuti, Itqan, i, p.59, dll.) Jelas sekali bahwa
penolakan ini sekaligus mematahkan usaha Muslim saat ini untuk menutup-nutupi
kenyataan bahwa Quran belum terkumpul, kecuali berserakan, di saat wafatnya
Muhammad.]
Namun, Abu Bakarlah, yang kemudian
mengumpulkan setelah kematian Muhammad. Tugas itu berlanjut ke tangan Zaid bin
Thabit, yang sebelumnya ia merasa harus menyatakan keberatannya: “Ali Ibn
Abu Talib datang kepadaku, memintaku untuk melanjutkan Al-Qur’an dan
mengumpulkannya menjadi satu. Demi Allah, jika mereka mendelegasikan tugas
kepadaku untuk memindahkan gunung, itu tidak akan lebih sulit bagiku
dibandingkan apa yang mereka minta aku kerjakan”
Kesulitan macam apakah yang membuat
Zaid menjadi begitu tertekan?
As-Suyuti menegaskan dalam bukunya, Al-Itqan,
bahwa Utsman memerintahkan untuk membakar semua salinan Al-Qur’an itu, termasuk
salinan Ali dan Ibn Mas’ud.
1. Mengapa Muhammad tidak menyusun
sendiri Qur’annya semasa hidupnya?
2. Mengapa tuhannya Muhammad atau
“jibril” tidak memerintahkan untuk mengumpulkannya sebelum Nabi meninggal?
3. Apakah Allah tidak menjaga
firman-Nya (jika itu benar-benar firman-Nya) dari kemungkinan hilang atau
diubah?
4. Apakah Allah tidak bisa mencegah
pertumpahan darah Utsman dan ribuan orang Muslim lainnya yang berbeda mengenai
ucapan-ucapan Allah?
Muhammad bin Abu Bakar, terang-terangan
menuduh Utsman menjelang saat membunuhnya, “Engkau telah mengubah buku Allah!”
Seperti bin Abu Bakar, begitulah sejumlah besar umat Islam mengatakan dengan
yakin bahwa Al-Qur’an telah diubah.
*[Dikatakan dalam buku Nabhan Husein: Tinjauan
Ahlus Sunnah terhadap faham Syi’ah tentang Al-Quran dan Hadits, dan juga
Hadits Hisyam bin Salim yang diriwayatkan Abi Abdillah, bahwa “Kaum
Syi’ah menyatakan bahwa setidak-tidaknya ada 219 ayat-ayat Quran yang palsu.
Mereka bahkan percaya bahwa jumlah ayat Al-Quran yang dibawa oleh Jibril kepada
Muhammad adalah 17.000 ayat”. Jadi yang terhilang hampir 2x yang tersisa!
Inilah perselisihan yang tidak terselesaikan sebagai warisan dari Muhammad.
Intinya terletak pada kenyataan bahwa Islam telah kehilangan sumber-sumber
otentik lainnya yang diakui pernah ada – berbeda dari yang ada saat ini – namun
yang harus dimusnahkan oleh perintah Utsman secara diktator! Dan Syi’ah yang
malang terpaksa menerima Quran sekarang apa adanya!]
Jadi pelajarilah semua bukti yang
mengelilingi Al-Qur’an dan sejarah rekonstruksinya, yang tentu saja logis
sering disembunyikan bagi umum, karena memalukan dan menyesakkan hati!
6. Yesus Kristus (Isa
Al-Masih) vs. Muhammad
Pada bab ini, akan kami buktikan
keilahian Kristus dari dalam Al-Qur’an dan pernyataan Muhammad dalam Al-Hadits.
Kami juga akan membahas mengenai kelahiran, hidup dan penyaliban Kristus. Dan
kami akan membandingkannya dengan kehidupan Muhammad, nabi besar umat Islam.
Kelahiran Yesus (Injil vs. Qur’an)
Injil Yohanes pasal 1:14,15 memberi
kesaksian tentang eksistensi dan bagaimana Yesus datang ke dunia ini. Nabi
Yahya (Yohanes pembabtis) mengatakan dengan berseru: “Inilah Dia (Yesus) yang
kumaksudkan ketika aku berkata: Kemudian daripadaku akan datang Dia yang telah
mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku.” Bagaimana Kristus bisa ada sebelum
nabi Yahya padahal Yesus lahir enam bulan kemudian setelah dia? Konsepnya
jelas. Nabi Yahya berbicara mengenai kekekalan Kristus, karena Ia telah ada
sejak kekal. Baik Injil maupun Al-Quran menyaksikan kelahiran Yesus, tetapi
alangkah beda bobot kedua kesaksian tersebut sebagai wahyu.
Kesaksian Injil Lukas:
“Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh
malaikat Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaret, kepada
seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga
Daud; nama perawan itu Maria. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia
berkata: "Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau."
Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya, apakah
arti salam itu. Kata malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria,
sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah. Sesungguhnya engkau akan
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki dan hendaklah engkau
menamai Dia Yesus. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang
Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud, bapa
leluhurNya, dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai
selama-lamanya dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan.”
Gabriel, sang malaikat damai, datang
kepada Maria, dan mengatakan, “Damai sejahtera atasmu.”
*[Wahai, teman-teman Muslim, ketahuilah
bahwa inilah kesaksian, sekaligus pemenuhan nubuat nabi Yesaya (Ilyas) yang
tiada taranya tentang kelahiran Yesus, “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan
memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan
Dia Imanuel (artinya: Tuhan beserta kita).”
Kesaksian Qur’an
Berikut kita menyaksikan bagaimana
Al-Qur’an, Surat 19 (Maryam), menyimpangkan wahyu sejati seperti yang
tertulis dalam Injil dan mengarang rekaannya sendiri yang jelas merupakan
sebuah kesalahan yang tak masuk akal.
“Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di
dalam Al Qur’an, yaitu ketika menjauhkan diri dari keluarganya ke suatu tempat
di sebelah timur, maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka;
lalu kami mengutus roh kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam
bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung
daripadamu kepada Tuhan yang Maha Pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” Ia
(Jibril) berkata, “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk
memberimu seorang anak laki-laki yang suci.” Maryam berkata, “Bagaimana akan
ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun
menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!” Jibril berkata, “Demikianlah.
Tuhanmu berfirman “Hal itu adalah mudah bagiku dan agar dapat kami
menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal
itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan.” Maka Maryam mengandungnya,
lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa
sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia
berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi
sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” Maka Jibril menyerunya dari tempat
yang rendah, “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah
menjadikan sungai di bawahmu. Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu,
niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu, maka makan,
minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat seorang manusia, maka
katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha
Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusia pun pada hari
ini.”
Qur’an menceritakan hal yang berlainan,
yaitu bahwa Maryam melarikan diri sendirian dari keluarganya ke tempat yang
jauh, di-timur antah-berantah, tapi entah kenapa. Padahal tak ada alasan kenapa
ia ketakutan dan harus melarikan diri sendirian, karena ia belum hamil disaat
itu.
*[tampaknya ada kesalahan Muhammad yang
terlanjur menghadirkan suasana kesalahan/ ketakutan Maria sejak awal
kisahnya seolah ia sedang was-was memikul sebuah “kesalahan” yang belum
dibuatnya.]
Injil menjelaskan Maria tidak melarikan
diri, melainkan dalam keadaan mengandung dari Roh Kudus, berangkat ke
kampungnya di Betlehem, kota Daud, bersama Yusuf yang menikahinya. Mereka taat
melakukan pendaftaran kependudukan (sensus) di kampung asalnya, sesuai dengan
perintah kaisar Agustus yang diberlakukan kepada seluruh bangsanya. Tatkala
mereka sampai disana, tiba waktunya bagi Maria untuk bersalin.
*[Dan ini persis tepat menggenapi
nubuat nabi Mikha secara ajaib, “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang
terkecil diantara kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagiKu seorang yang
akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu
kala’’ (Mikha 5:1). Apakah Muslim bisa melihat betapa kesaksian nabi Yahya
saling berkonfirmasi disini, yaitu bahwa Yesus telah ada sebelum Yahya ada,
bahkan sebelum segala permulaan yang pernah ada. Dan konfirmasi ini terjadi
secara nubuat ilahi 800 tahun sebelum Masehi, sehingga tidak ada cara manusia
yang dapat menolak kebenarannya, dan sekaligus menafikan setiap manipulasi
“Mesias” dari setting Israel, menjadi setting Arab-Mekah.]
Penyimpangan yang sama konyolnya
lagi-lagi terjadi ketika Al-Quran melaporkan bahwa Maryam melahirkan sang anak
di pangkal pohon kurma, dan kali ini bukan mau melarikan diri, melainkan mau
mati saja! “Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada
pangkal pohon kurma, ia berkata, “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum
ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan.” (Surat 19:23)
*[Aneh, Muslim diam tanpa bertanya
kenapa perempuan yang sekaliber Maryam yang telah dipilih khusus, disucikan,
dan dilebihkan Allah diatas segala perempuan yang ada di alam semesta itu
(Surat 3:42), ternyata hanyalah perempuan kerdil dan berpikiran kotor yang
menginginkan kematiannya disaat kesakitan mau melahirkan anaknya. Kematian yang
akan membunuh sang anak SUCI yang Allah titipkan dalam rahimnya? (19:19).
Bagaimanapun debat orang, Allah pastilah telah memilih perempuan yang salah,
lebih rendah dari ibu rata-rata!]
Dosa Muhammad versus Kesucian Isa
Al-Masih (Yesus Kristus)
Muhammad mengakui bahwa ia tidak lebih
dari seorang manusia, dan Al-Qur’an jelas menunjukkan buktinya: “Katakanlah,
sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu.”
*[Muhammad sangat tahu bahwa ia dan
para nabi lainnya semuanya sama adalah manusia berdosa. Al-Quran telah berulang
menegaskan keberdosaan dari Adam, Ibrahim, Musa, hingga kepada dia Muhammad
sendiri (a.l. Surat 2:36; 7:22. 23; 26:82; 28:15,16; 38:24, 25; 37:142; 40:55;
47:19; 48:1,2) Itu dikatakan oleh Tuhan dengan pengecualian Isa Al-Masih
(Surat 19:19, 34, HS Bukhari 1493). Itu sebabnya Muhammad sampai saat kritis
terakhirnya masih mencari pengampunan Allah dan minta dihubungkan dengan Yesus,
sebagai “TemanYang Maha Tinggi”. Sebaliknya, dimanapun – di Al-Quran atau
Alkitab – Yesus tidak pernah minta ampun apapun kepada Tuhan, malah sebaliknya
memberi pengampunan bagi orang berdosa: “Hai anakKu, dosamu sudah diampuni”
(Mar.2:5). Jadi siapa yang hendak kita agungkan dan andalkan?]
Muhammad Jadi Juru-Syafaat dan
Perantara?
Alkitab secara langsung memberitahukan
kita bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya perantara dan penengah antara
manusia dengan Tuhan: “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepadamu, supaya
kamu jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai
seorang pengantara pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil.”
Sebaliknya, banyak umat Islam percaya
bahwa Muhammad dapat menjadi perantara dan penengah di hadapan Tuhan. Tetapi
Al-Qur’an menegaskan bahwa Muhammad tidak dapat, dalam situasi apapun, menjadi
perantara atau penengah bagi siapapun, termasuk dirinya: “Kamu (Muhammad)
mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah
sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali,
namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka.”
Ironisnya, umat Islam, dalam doa-doa
mereka, tampaknya malahan menjadi perantara untuk Muhammad! Dengan menyebut
nama Muhammad, setiap orang Islam berdoa bagi Muhammad, dengan berkata,
“Kiranya Allah mendoakannya dan memberikannya damai sejahtera.”
Lihat, dimanapun semua nabi adalah
pembela umatnya. Tetapi Muhammad adalah satu-satunya nabi yang meminta para
pengikutnya untuk mendoakan dirinya, supaya Allah mendengar doa permohonan
ratusan juta orang atas namanya, dan memberikan belas kasihan kepadanya.
Muhammad dan para pengikutnya telah
mengabaikan satu kebenaran, bahwa tak ada doa di dunia yang bisa mengubah
posisi orang di alam baka, “sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya
satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi.”
* [Muslim perlu lebih jeli melihat isi
Al-Quran dari segi hubungan dan peran Muhammad dalam alam akhirat dan
penghakiman, khususnya dalam perkara keselamatan atau hidup yang kekal. Itu
adalah bagian dari keputusan kita kepada siapa kita mempertaruhkan iman.
Muhammad langsung angkat tangan dan berkata terus terang: ”Aku tidak tahu
apa yang akan terjadi atas diriku dan dirimu” (Qs.46:9). Demikian juga
kepada anaknya, ”Fatimah, beramallah sebanyak-banyaknya, karena aku tidak
dapat menyelamatkan kamu” (HS Muslim I/ 116).
Sebaliknya Yesus berkata: ”Sebab sama
seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga
Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya. Bapa tidak menghakimi
siapapun, melainkan telah menyerahkan penghakiman itu seluruhnya kepada Anak,
supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa ...
barangsiapa mendengar perkataanKu dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia
mempunyai hidup yang kekal dan tidak turut dihukum, sebab ia
sudah pindah dari dalam maut ke dalam hidup”. Yoh.5:21, 22, 24].
Muhammad Dibawah Kuasa Setan
Adalah Muhammad sendiri yang membedakan
Kristus dengan semua manusia. Ia, seperti yang dikutip oleh Al-Bukhari,
mengatakan sbb: “Setan menusuk dengan jarinya ke bagian tubuh setiap manusia
pada saat ia lahir, kecuali Isa, anak Maryam, ketika menusuknya, ia menusuk
kain pelindungnya.”
Mengapa Setan tidak menusuk/ menyentuh
Yesus tetapi menusuk Muhammad? Jawabannya terletak pada ucapan baik Yesus
maupun Muhammad sendiri. [Muhammad, seperti yang sudah dikatakan, menyatakan
bahwa Isa Al-Masih itu sosok yang suci tanpa dosa dan selalu berkata benar
(Surat 19:19, 34), sehingga kuasa dosa (setan) tidak menaklukkannya.] Yesus
berkata: “...Penguasa dunia ini (setan) datang, dan ia tidak berkuasa
sedikit pun atas diriKu.”
Namun setan mempunyai kuasa atas semua
manusia yang berdosa. Al- Qur’an memberitahukan bahwa Muhammad sama persis
dengan manusia lainnya, semuanya rentan dikuasai oleh setan, sehingga harus
minta perlindungan : “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Tuhan yang
menguasai subuh dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada
buhul-buhul.”
Lebih lanjut, Al-Qur’an sendiri malahan
membuktikan kuasa setan telah berlaku atas Muhammad:
“Dan jika engkau diganggu oleh setan
dengan sesuatu gangguan maka hendaklah engkau berlindung kepada Allah...”
Beberapa sarjana muslim mencoba
menyangkal bahwa Muhammad berada di bawah pengaruh mantera jahat, meskipun para
sejarawan Muslim mengakui kenyataan yang menggemparkan tersebut. Cukuplah
dikutib disini pernyataan seorang sejarawan Muslim yang terbesar, dimana beliau
harus setuju bahwa Muhammad pernah dimanterai. Al-Suhaili menulis:
“Lubaid bin Al-A’sam dari suku Zuraiq
menaruh mantera kepada Muhammad. Hal ini diberitakan terbuka dan diketahui
dengan baik di antara banyak orang, dan ditegaskan oleh seluruh sarjana yang
menulis Hadits (ucapan Muhammad). Mo’ammar mengutip Al-Zuheiri yang mengatakan
bahwa Sang Nabi berada di bawah mantera jahat selama satu tahun. Sehingga Nabi
berkhayal bahwa ia melakukan sesuatu padahal ia tidak melakukan apapun. Jumlah
mantera jahat itu ada sebelas macam, dan Zainab orang Yahudi itu membantu
Lubaid bin Al-A’sam untuk melengkapinya.[167]
Al-Bukhari menulis,[168] untuk
memberikan penjelasan mengenai apa yang terjadi terhadap…
“Muhammad, dan bagaimana ia dimanterai
oleh Lubaid dengan pertolongan puteri-putrinya sendiri, yang mengambil beberapa
rambut Muhammad dan sisirnya, yang dikubur di sumur Zi Arwan, yang berada di
salah satu taman kota.”
Mereka yang belum tahu tetapi ingin
yakin akan kebenaran cerita tentang Muhammad yang takluk di bawah kuasa setan
dengan mantera, bisa membaca banyak referensi Islam yang menegaskan hal
ini.[169]
Sheikh Muhammad Mutawalli Al-Sha’rawi
menulis:
“Masalah ini, yaitu Muhammad berada
dalam pengaruh mantera, ditulis oleh Sahih Al-Bukhari, dan hal ini jelas
diterima sebagai sebuah kenyataan, dimana ia berkhayal (berhalusinasi)
melakukan sesuatu padahal ia tidak melakukannya.” [170]
Jadi bagaimana mungkin seorang rasul
Tuhan bisa dikuasai oleh mantera jahat [dan kelak – seperti yang telah dikupas
di depan – rasul ini juga dikuasai oleh racun makanan, yang turut mempercepat
kematiannya], padahal ia seharusnya memiliki kuasa untuk mengusir setan dan
mementalkan racun?
Bacalah Al-Qur’an, dan tidak usah yang
lain. Apakah Anda menemukan satu dari dua puluh empat nabi yang disebutkan di
dalam Al- Qur’an yang terkena mantera, sihir, atau dibelenggu oleh kuasa setan,
seperti Muhammad? Tidak ada, selain Muhammad.
Setelah semua itu, teman Muslim kita
masih mengatakan, Muhammad adalah “penutup dari semua nabi dan tuan dari semua
utusan!” Nabi apa? Dan utusan yang mana? Nabi yang sesungguhnya memiliki
standar moral dan kekudusan yang jauh lebih tinggi daripada sekedar Muhammad.
Dalam perbandingan, Al-Masih
mengatakan:
“Kamu telah mendengar firman: Mata
ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu
melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar
pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.”[171]
Tetapi, Rasul Islam mengatakan:
“Aku diperintahkan untuk memerangi
orang-orang sampai mereka mengatakan, Tidak ada Tuhan selain Allah. Jika mereka
mengatakan itu, maka darah mereka dan barang milik akan diberikan belas
kasihan”[172].
“Hai nabi, berjihadlah (lawanlah)
orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap
mereka.”[173]
[Utusan Terbesar harus ditandai dengan
sesuatu transformasi universal yang mudah tampak dan diakui dalam perubahan dan
pemulihan ke dunia baru, dimulai dari pembaharuan hati menjadi manusia baru.
Dan itulah yang dilakukan oleh Yesus, diakui baik oleh Injil maupun Al-Quran!:
Oleh Injil:
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab
Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang
miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada
orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan
orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah
datang." (Luk4:18-19).
Lalu orang-orangpun menyatakan
pengakuannya:
“(mereka) takjub dan tercengang dan
berkata: "Ia (Yesus) menjadikan segala-galanya baik, yang tuli
dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berkata-kata.”
Oleh Al-Quran:
“…orang yang paling dekat kasih
sayangnya terhadap orang-orang beriman, ...yaitu orang Nashara... disebabkan
diantara mereka ada pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan sesungguhnya mereka
itu tidak menyombongkan diri.”
“…dan Kami berikan Injil kepadanya, dan
Kami jadikan perasaan santun dan kasih sayang dalam hati
pengikut-pengikutnya...”
(Surat 5:82, 57:27).
Sebaliknya, tak ada ayat dalam Quran
dan Hadits dan Sirat Nabi yang menunjukkan bahwa Muhammad membuat pembaharuan
hati, melainkan hanya membuat para pengikutnya keluar memerangi kafir dan
menjarahi hartanya, namun ke dalam juga saling mengkafiri dan membunuh sesama
Muslim. Persis seperti yang telah dinubuatkan dalam Taurat Musa tentang
keturunan Ismael, ”Engkau (Hagar) mengandung dan akan melahirkan seorang anak
laki-laki dan akan menamainya Ismael, sebab TUHAN telah mendengar tentang
penindasan atasmu itu. Seorang laki-laki yang lakunya seperti keledai liar,
demikianlah nanti anak itu; tangannya akan melawan tiap-tiap orang dan
tangan tiap-tiap orang akan melawan dia, dan di tempat kediamannya ia akan
menentang semua saudaranya." (Kej.16:11-12)]
7. Al-Masih dalam Al-Qur’an
Keberadaan Isa Al-Masih dikisahkan
Al-Qur’an dengan seratusan ayat. Dua puluh lima diantaranya menyebutkan nama
Isa.
*[Banyak keistimewaan Isa yang
supranatural sudah diungkapkan Quran, namun sebanyak itu pula yang
disembunyikan, dikaburkan, dikerdilkan, atau diplintirkan oleh para ulama Islam
di sepanjang masa. Diantaranya pengakuan para Malaikat yang maksud aslinya
diselewengkan, sehingga seterusnya keseluruhan keberadaan, sifat dan hakekat
Isa menjadi oknum lain dari yang dimaksudkan.]
Al-Qur’an menyaksikan kisah kelahiran
Yesus, dari seorang perawan yang paling mulia sejagad, dipilih untuk
“melahirkan” Kalimat Tuhan kedunia:
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat
berkata, ‘Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, menyucikan kamu
dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia.”
[175] Tersebar dalam surat-surat utama
Al Baqara (2), Al-Imran (3), Maryam (19), Al-Mu’minun (23 dan Al-Hadid (57).
[176]. Lihat foote-note.
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat
berkata, ‘Wahai Maryam, sesungguhnya Allah menggembirakan kamu (dengan
kelahiran seorang putera yang diciptakan) dengan kalimat (yang datang)
daripada-Nya, nama-Nya Almasih ‘Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia
dan di akhirat dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah) dan dia
berbicara dengan manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dan dia termasuk
di antara orang-orang yang saleh.”[177]
*[Semestinya para Malaikat (bukan satu
malaikat) memaksudkannya sbb: “... Allah memberikan kepadamu kabar-baik (Injil)
dengan satu Kalimat dari Allah yang namaNya Almasih, ‘Isa, putra Maryam,
seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, ditempatkan dekat dengan Allah...”.
Dengan terjemahan asali ini, maka kita tidak termakan oleh tafsiran
plintiran seolah-olah Isa terjadi karena suara-kalimat “Kun” (Jadilah!),
melainkan satu sosok Firman Tuhan yang diturunkan menjadi Isa. Karena Ia itu
Firman, maka – tanpa usah plintiran – Ia senantiasa lurus berfirman (berwahyu),
bahkan sejak bayipun! (Surat 19:29-34). Dengan demikian semua keberadaan (being)
dan unsur-unsur supranatural dari Isa Al-Masih dapat dipahami tanpa
kontradiksi, tanpa nyeleweng, atau dipaksa- plintirkan.]
Ingatlah: Muhammad menceritakan kisah
tentang Kristus, kadang-kadang dengan mengutip apa yang didengarnya dari
Alkitab, namun kebanyakan dengan menambahkan atau menghilangkan kebenarannya.
Al-Qur’an menyatakan kehidupan dan perbuatan Al-Masih.
“Dan sebagai nabi bagi bani Israel,
(yang berkata kepada mereka), ‘Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan
membawa sesuatu tanda (mujizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat untuk kamu dari
tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung
Pada ayat di atas, Muhammad menegaskan
bahwa Al-Masih adalah Tuhan dan bukan seorang nabi biasa, karena sifat
menciptakan hanya dimiliki oleh Tuhan, dan Tuhan tidak pernah memberikan kuasa
tersebut kepada siapapun. Jika Tuhan mengijinkan manusia untuk memilikinya,
maka akan ada persaingan antara Tuhan dan manusia. Akibatnya, bisa terjadi
kekacauan.
*[Lebih jauh lagi, seperti yang sudah
diutarakan, Isa juga satu-satunya dinyatakan suci tanpa dosa, satu-satunya
diperkuat oleh Rohulqudus, berbicara langsung (muka per muka) dengan Allah
(3:55; 5:110; 3:48), tahu hal-hal ghaib (3:49), atau dalam istilah Injil:
“mengetahui isi hati manusia”, dan ini mutlak diperlukan pada waktu Isa kelak
menjadi Hakim yang Agung di hari penghakiman! Ada dua lagi sifat dan otoritas
keilahian Isa yang tak bisa disangkal dengan cara apapun. Yaitu Isa mampu
mengadakan makanan surgawi (5:112-115), sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh
seorang Allah. Menyusul Isa mempunyai otoritas membuat dan menetapkan hukum
Allah (3:50). Quran mengatakan ini secara lurus, bukan tafsiran. Dia-lah Hukum,
ketika Ia berkata: “Kamu telah mendengar firman: ‘Jangan berzinah. Tetapi Aku
berkata kepadamu...” (Mat.5:27-28)]
Yesus menentang orang-orang Farisi,
yang mengetahui bahwa Yesus adalah Anak Daud, tetapi tidak mengetahui bahwa Dia
adalah juga Tuhan. Oleh karena itu Yesus bertanya kepada mereka (dan kini
bertanya sama kepada Muslim), “Jika Kristus adalah anak Daud, bagaimanakah Daud
oleh pimpinan Roh dapat menyebut Dia Tuannya?”[180] Orang-orang Farisi, yang
merupakan pemimpin agama pada saat itu, langsung bungkam karena mereka
mengetahui bahwa Raja Daud, yang juga Nabi, dalam rohnya, dapat melihat Yesus
sebagai Tuhan yang Maha Kuasa.
Jika Anda mempelajari sifat-sifat
Kristus di dalam Al-Qur’an, Anda akan menyadari bahwa Al-Qur’an membenarkan
sifat-sifat Yesus yang hanya dimiliki oleh Tuhan. Al-Qur’an menyebutkan 25
nabi, termasuk Muhammad. Pertanyaannya disini, “Mana di antara nabi-nabi
tersebut yang dapat melakukan apa yang telah ditunjukkan oleh Yesus?” Dapatkah
Muhammad menyembuhkan orang sakit? Ia bahkan tidak dapat menyembuhkan
dirinya sendiri! Muhammad tidak dapat menjamin seseorang untuk hidup kekal.
Ia tidak bisa menjamin untuk dirinya sendiri. Kenyataan yang terbalik,
satu-satunya yang dapat dijamin oleh Muhammad adalah bahwa semua orang Islam
akan pergi ke neraka:
“Dan tidak ada seorangpun daripadamu
kecuali mendatanginya (neraka). Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian
yang sudah ditetapkan”[181]
Trinitas Al-Qur’an dan Alkitab
Setelah memperlihatkan unsur-unsur
keilahian Isa Al-Masih, Al-Qur’an juga memberikan contoh yang sangat indah
untuk menggambarkan Trinitas yang Kudus menurut kata-kata aslinya (bukan
menurut tafsiran):
“Isa putra Maryam itu, adalah utusan
Allah dan Kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan Roh
dari-Nya.”[182]
Dalam ayat ini, Allah sedang berbicara
mengenai Firman-Nya (“Anak” yang diutus), dan Roh-Nya. Hal ini memperjelas
tentang, keilahian Bapa, keilahian Anak dan keilahian Roh Kudus, dalam kesatuan
Tuhan. Bagaimana hal ini mungkin terjadi? Sederhana. Sama seperti ketika Anda
mengalikan 1x1x1 dan hasilnya adalah 1. Dalam ayat di atas, penulis Al-Qur’an
mengutip dari nara-sumber Nasrani (Alkitab) dengan caranya sendiri dan cara
pengungkapannya sendiri. Sayangnya, penulis Al-Qur’an mandek
sepenggal-sepenggal dan tidak “mengutipnya” secara berkelanjutan dan
bertanggung jawab.
Namun semua penggalan kisah Alkitab
yang ditulis dalam Al-Qur’an tetap saja dianggap oleh umat Islam sebagai
“cerita dari para nabi.”
Sebagai contoh, Muhammad mengambil
puasa dan perpuluhan dari Perjanjian Lama, tetapi karena kurang mengetahui, ia
lalu menyelewengkannya. Ketika ia membahas tentang hak laki-laki dan perempuan,
perempuan hanya diberikan setengah dari bagian yang dimiliki laki-laki.
Mengapa? Dimana keadilan dan kesetaraan Islam yang dislogankan? Tidak
seorangpun yang tahu.
Iman pada Satu Tuhan
Ayat-ayat Al-Qur’an yang menarik
perhatian saya – dan perhatian setiap umat Islam yang membaca Al Qur’an –
adalah: “Dia Pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai anak padahal
Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu; dan Dia mengetahui
segala sesuatu.”
Ayat ini menuduh orang Kristen telah
menambahkan partner bagi Tuhan (mempersekutukan Tuhan). Lebih dangkal lagi,
umat Muslim berasumsi bahwa umat Kristen mengajarkan bahwa Tuhan berhubungan
intim dengan manusia (Maryam), yang kemudian menghasilkan seorang anak. Betapa
pemahaman yang kotor dan menjijikan.
Menyesal sekali
Alkitab dengan jelas mengajarkan bahwa
hanya ada satu Tuhan. Taurat menyatakan ke-esa-an Tuhan: “Dengarlah, hai
orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!”
Injil melanjutkan menegaskan ajaran
dari Taurat dan Perjanjian Lama tentang doktrin ke-esa-an Tuhan. Rasul Paulus
menulis kepada jemaat Efesus bahwa orang-orang Kristen percaya pada “Satu
Tuhan, satu iman….”
Dan Yesus Kristus mengajarkan pada
pendengar-Nya sebuah pelajaran maha-penting yang entah kenapa justru diabaikan
oleh umat Islam: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel,
Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan
dengan segenap kekuatanmu…. Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: “Tepat
sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang
lain kecuali Dia.”
Soal Tritunggal
Umat Muslim menuduh bahwa orang Kristen
sesat karena percaya pada tiga Tuhan. Tentu itu salah wahyu, sebab
ke-Trinitas-an Tuhan dalam konsep Kristen bukan tiga Tuhan, melainkan satu
Tuhan dalam tiga pribadi seperti yang telah dijelaskan. Mereka bertanya,
bagaimana engkau bisa mempercayai bahwa satu di dalam tiga dan tiga di dalam
satu? Apakah itu masuk akal? Pertanyaan ini mudah saja, mudah sekali. Alam
semesta dan segala yang ada di dalamnya diciptakan untuk menunjukkan
ke-tritunggal-an dari Tuhan Tritunggal. Yaitu, dari atom yang sangat kecil
sampai dengan matahari yang sangat besar, mereka dibuat dalam trinitas. Anda
tidak bisa menemukan satu jenispun di alam semesta ini yang tidak satu di dalam
tiga dan tiga di dalam satu.
Substansi atom bisa disebut atom kalau
ia terdiri dari neutron, proton dan electron: tiga di dalam satu dan satu di
dalam tiga. Bagaimana kita dapat menerima ke-tritunggal-an alam semesta dan
semua obyek di sekitar kita, namun kita menolak ke-tritunggal-an Tuhan?
Dalam keterbatasan hakekat manusia,
konsep tiga adalah satu, juga sesungguhnya tercermin dalam diri manusia yang
terdiri dari Tubuh, Roh dan Jiwa. Untuk alasan ini, Kristus dapat berkata, “Aku
dan Bapaku adalah satu.”
*[Mereka juga menyerang: Trinitas tidak
terdapat dalam Perjanjian Lama (PL), kenapa sifat hakekat Allah jadi berubah
dalam Perjanjian Baru (PB)? Mereka salah lagi, karena PL justru banyak
menggambarkan keberadaan Tuhan yang tritunggal, yang kelak dideskripsikan lebih
jelas dalam PB. Baca antara lain Kitab Kejadian 3:22, Yesaya 48:16, dan
63:8-10.]
Namun demikian, para ulama Islam telah
memberikan pemikiran yang berurat-akar kepada umat Islam bahwa umat Kristen
menyembah tiga Tuhan. Kekristenan percaya kepada satu Tuhan yang tidak
mempunyai (pasangan) isteri, dan tidak dilahirkan dari hubungan keduanya
seperti dituduhkan umat Muslim secara buta. Satu-satunya yang secara keji
memberikan pasangan kepada Tuhan adalah Islam dan umat Islam sendiri dan bukan
orang Kristen!
*[Encyclopedia Britannica (yang diakui
sangat otoritatif) secara obyektif mengungkapkan adanya kekeliruan Quran
tentang Trinitas, dalam vol.2, p.7008:
“(There are) mistaken concepts of the
Trinity in Quran”...
Bukti kedangkalan pemahaman Muhammad
(sekaligus kesalahan) disini tercatat dalam pernyataannya atas nama wahyu; “Allah
tidak mempunyai anak dan tiada Tuhan bersama-Nya, kalau sekiranya demikian
niscaya tiap-tiap tuhan membawa makhluk yang diciptakannya dan sebagian dari
tuhan tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain” (Surat 23:91). Dia
tidak cukup canggih untuk tahu bahwa 3-Pribadi yang Dzat-KodratiNya Mahakasih
itu tidak usah dan tidak mungkin bersaingan dan berperang sesamanya! Muhammad
bahkan tidak tahu Mahadewa Tri-Murti yang eksklusif sekalipun tidak harus
berperang sesamanya!
Dan apa yang disebut Muhammad dengan “3
Tuhan”, ternyata salah pula pewahyuan akan oknumnya, karena ia menduga Allah
kekristenan adalah Bapa Allah, kawin dengan Ibu Allah (Maryam), menghasilkan
Anak Allah (Isa), sesuatu yang diharam-jadah-kan oleh setiap orang
Kristen (Surat 6:101; 5:116; 9;30; 5:75). Kita prihatin begitu banyak Muslim
yang tidak sadar akan kesalahan Muhammad terhadap “Trinitas”, tetapi malahan
ikut-ikut menuduh apa yang tidak dipelajarinya dengan baik. Menyembah 3-Tuhan
itu syirik, dosa yang tak terampuni menurut Islam. Namun menfitnah Kristen
menyembah 3-Tuhan itu lebih syirik. Bagaimana itu harus diampuni Allah
secara konsekwen, yang berkata: “Jangan kamu melampaui batas dalam agamamu, dan
janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar.” (Surat 4:171)]
8. Salib dan Yang Tersalib
Yesus Kristus datang ke muka bumi
dengan satu tujuan utama: menyelamatkan umat manusia dari ancaman kematian
kekal di neraka. Untuk penyelamatan itu Yesus harus mati sebagai kurban-tebusan
(mati di atas kayu Salib), menggantikan kematian kekal atas seluruh umat
manusia yang berdosa. Dalam Hukum Ilahi, orang berdosa tidak dapat
menanggung dosa sesamanya. Sedangkan setiap orang telah berdosa, dan upah dosa
ialah maut. Jadi satu-satunya cara untuk memenuhi pengadilan Tuhan bagi orang
yang bersalah, adalah orang yang berdosa tersebut harus mati bagi dosanya
sendiri, atau “seseorang” yang tidak berdosa bersedia menggantikan
tempatnya. Siapakah “seseorang” yang tidak berdosa yang pernah ada di dunia?
Ialah Yesus Kristus, sempurna dan tidak bercacat, dimana Hukum Ilahi di atas
tidak bisa dikenakan kepada diriNya. Ialah yang menjadi Domba Paskah yang
dikurbankan bagi penebusan dosa umat manusia. Inilah arti penebusan dalam
konsep keselamatan Tuhan sejak Adam terusir dari Firdaus, dan dilambangkan
dengan pencucuran darah (tanda kematian) baik dimasa Perjanjian Lama
maupun Perjanjian Baru.
*[Satu Adam dalam Perjanjian Lama yang
jatuh dalam dosa telah menyebabkan dunia dikuasai kutuk dosa yang mematikan,
maka satu Yesus – sebagai “Adam Baru” dalam Perjanjian Baru – yang memberikan
nyawaNya (darah-Nya) di atas kayu salib, demi menghidupkan semua umat manusia .
(Mat.20:28)]
Perjanjian Lama berbicara mengenai
lambang anak domba Paskah (darah domba atau lembu tak bercacat yang dikurbankan
Dalam hal ini Yesus telah
mendeklarasikan tentang kedatanganNya ke bumi ini: ”Karena Anak Manusia juga
datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan
nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Markus 10:45)
*[Muslim tidak banyak yang tahu, tetapi
itulah yang dilambangkan Tuhan, ketika Abraham terang-terangan diperintahkan
Tuhan untuk mempersembahkan anaknya Ishak sebagai kurban bakaran. (Ini
jelas bukan versi Quran yang mendongengkan mimpi Ibrahim untuk menyembelih sang
anak, sebuah mimpi yang mustahil bisa dipercayai oleh Anda atau Ibrahim bahwa Allah
menginginkan anak Anda/ dia dibunuh oleh Anda/ dia sendiri!). Disini Ishak
melambangkan anak manusia yang harus mati karena dosanya, namun anak domba yang
tak bercacat telah melambangkan Mesias, Anak Domba Elohim, yang ganti menjadi
kurban tebusan bagi dosa anak manusia. Itu sebabnya dalam Quran masih tampak
jejak perlambangan Sang-Kurban, namun diselewengkan oleh para ulama
Islam menjadi “kurban binatang untuk sedekahan” dihari raya Haji.
Lihat cermat-cermat Surat 37:107,
terjemahan Depag, “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang
besar”. Ini adalah terjemahan yang menyesatkan. Karena teks-asli tidak
berurusan dengan kata-kata “seekor” atau “sembelihan” yang mengarah kepada binatang,
melainkan “And We ransomed him with a great sacrifice” (atau a
mighty/ noble sacrifice, berturut-turut terjemahan Yusuf Ali, Arberry, dan
Dawood), yang mengarah kepada sosok “Kurban Agung” atau “Kurban Mulia”
atau “Kurban Dahsyat” sesuai dengan kata aslinya yang dirujukkan kepada salah
satu Asma Allah Al-Azhim, Yang Maha Agung). Kurban Agung itulah Yesus, yang
disaksikan Nabi Yahya: “Lihatlah, Anak Domba Elohim yang menghapus dosa dunia”!
(Yoh.1:29)
Kita ingin mempertanyai Muslim, untuk
apakah Isa didatangkan Tuhan Elohim kedunia ini dengan segunung kuasa mujizat,
padahal dia sebesar-besar kegagalan dalam pendakwaannya (menurut versi Islam)!
Sebab tak ada murid aslinya yang “Islami” tersisa, semuanya ditelan oleh murid
Paulus yang sesat, dan tak ada “Injil Asli Islami” yang dapat memberkati dunia,
semuanya lenyap seperti hal dirinya Isa yang juga dilenyapkan Allah entah
kemana?!
Sesungguhnyalah, Salib dan Penyaliban
Yesus adalah tujuan yang paling pokok kenapa Yesus harus datang kedunia sesuai
dengan janjiNya, “Sebab inilah darahKu, darah perjanjian, yang ditumpahkan
(sebagai kurban) bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.” (Mat.26:28) Salib
adalah satu-satunya harapan manusia untuk diselamatkan, namun ia sengaja
diselewengkan menjadi batu sandungan bagi Muhammad yang “ummi”, dan pengikutnya
yang ummi rohani!]
9. Apakah Alkitab Diubah?
Dalam bab dua, kami telah menunjukkan
betapa meragukan dan membingungkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai Sabda Allah yang
sejati. Juga bertambah keraguan setelah mempelajari kehidupan Muhammad sebagai
sosok yang katanya diutus oleh Allah. Mudah melihat bahwa seorang Socrates akan
tampak jauh lebih mulia daripada Muhammad.
Namun untuk menutup keraguan umat,
Islam mencari sasaran musuh bersama, yaitu menuduh Alkitab telah dipalsukan
orang-orang yang tidak mempercayai kenabian Muhammad. Umat Islam sudah terpatri
berpikir bahwa Alkitab telah diubah untuk setiap issue yang tidak selaras
dengan Quran! Namun saya mengajak umat Muslim perlu mengheningkan diri sambil
mencairkan kebekuan nalarnya dengan melihat ayat-ayat berikut ini.
Tuhan Yesus telah menyatakan: “Langit
dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu.”
Kitab Mazmur Daud juga
mengkonfirmasikan keabsahan dan kekekalan peraturanNya: “Aku tidak akan
melanggar perjanjianKu, dan apa yang keluar dari bibirKu tidak akan Ku ubah.”
Kita bisa meneruskan essensi ini sampai
ke langit, seperti yang diucapkan Yesus dalam Injil Matius: “Karena Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi.”
Bagaimana dengan pesan Musa kepada umat
Israel? Lihat Kitab Ulangan yang mengatakan: “Janganlah kamu menambahi apa
yang kuperintahkan kepadamu dan janganlah kamu menguranginya, dengan demikian
kamu berpegang pada perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu.”
Dan Tuhan sendiri memberikan sebuah
peringatan yang luar biasa pada paragraph terakhir dalam kitab terakhirNya di
Alkitab: “Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan
nubuat dari kitab ini: "Jika seorang menambahkan sesuatu kepada
perkataan-perkataan ini, maka Allah akan menambahkan kepadanya
malapetaka-malapetaka yang tertulis di dalam kitab ini. Dan jikalau seorang
mengurangkan sesuatu dari perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah
akan mengambil bagiannya dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang
tertulis di dalam kitab ini.”
Di atas tadi adalah beberapa dari
kumpulan ayat-ayat yang meyakinkan kita bahwa firman Tuhan Semesta tidak pernah
akan berubah. Juga haram merubah atau mengganti perkataan-Nya sendiri, seperti
yang sering terjadi di dalam ayat-ayat Al-Qur’an dimana Allah bahkan
mengumumkan untuk mengubah pikiran dan mengganti perkataanNya sendiri (baca:
menjilat air ludah sendiri). Kenyataannya Allah yang mengucapkan sesuatu dengan
pasti, namun Dia pula oknum yang menyangkalnya dengan kepastian! “Sesungguhnya
Kamilah yang menurunkan pesan (wahyu disemua kitab-Nya) dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya (Surat Yunus 10:64).
Muslim sering lupa bahwa sebagian
orang-orang Arab dizaman Muhammad itu mempelajari Alkitab pada masanya, seperti
Pendeta Nawfal dan keponakannya, Khadijah, yang sering meminta nasihat tentang
ke- Nasranian. Mereka inilah antara lain yang mengetahui bahwa Alkitab dulu itu
tidak pernah dituduh palsu, melainkan justru dirujukkan kebenarannya! Itu
sebabnya, Alkitab bahkan sampai dijadikan rujukan resmi oleh Muhammad, ketika
ia menyatakan bahwa didalam kitab Injil terdapat Petunjuk dan Cahaya, yang
membenarkan kitab Taurat, yang memberi petunjuk serta pengajaran untuk
orang-orang yang bertakwa. (Surat 5:46)
Bagaimana umat Islam bisa menuduh umat
Kristen mengubah kitab mereka, padahal Allah di dalam Al-Qur’an selalu mendesak
Muhammad melihat kepada Alkitab jika ia membutuhkan pertolongan untuk memahami
sesuatu yang sifatnya spiritual? Akankah Muhammad diperintahkan untuk melihat
kepada Alkitab jika Alkitab telah diubah? Al-Qur’an mengatakan:
“Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu,
kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka bertanyalah
kepada orang yang mempunyai pengetahuan (Kristen dan Yahudi) jika kamu tidak
mengetahui.”
[199] [200] [201]
*[Ini tentu saja merupakan suatu
tamparan yang telak tanpa usah ditafsir-tafsirkan lagi, yang seharusnya
menyadarkan setiap Muslim yang telah terbius dan terus saja berputar-putar
menyalah-nyalahi Alkitab!]
10. Betapa Al-Qur’an
Memutar-balikkan Al-Kitab
Dalam bab ini, Anda akan melihat
bagaimana beberapa kisah penting dalam Alkitab diputar-balikkan di dalam
Al-Qur’an.
*[Ringkasan ini cukup membatasi satu
saja kisah yang diputar-balikkan, yaitu tentang kisah terkenal dari Abraham
dengan setting asli Israel, hendak diubah menjadi setting Arab.]
Abram yang Menjadi Abraham
Kisah tentang Abraham ditulis di dalam
Taurat. Dimulai dengan Kitab Kejadian pasal 11, yang membahas tentang keturunan
Sem, anak Nuh. Abraham adalah salah satu keturunan Sem. Di pasal 12, Tuhan
memerintahkan Abram untuk meninggalkan Haran. Alkitab katakan: “Lalu pergilah
Abram (yang kemudian namanya diubah oleh Tuhan menjadi Abraham dan istrinya
Sarai menjadi Sara) seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lot pun ikut
bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia
berangkat dari Haran.”
*[Dari Haran mereka masuk ketanah
Kanaan, dekat Sikhem, dimana Tuhan berbicara dengan menampakkan diriNya kepada
Abram. Maka Abram mendirikan Mezbah disitu. Lalu Abraham berpindah ke dekat
Betel dimana ia mendirikan pula mezbah bagi Yahweh, dan kelak di Hebron
mendirikan mezbah bagi keluarga dan keturunannya. Jadi tampak jelas bahwa di
tempat-tempat tertentu dimana Abraham menetap, ia tidak lupa untuk mendirikan Mezbah
untuk menyembah Tuhannya. Mezbah pertama mustahil didirikan puluhan
tahun kemudian di Mekah seperti yang didongengkan Islam. Bahkan menurut Islam
sendiri, Tuhan Elohim tidak pernah muncul dan menampakkan diriNya di Mekah
kepada nabi manapun, termasuk Muhammad!]
Abraham membawa Sarai, isterinya, bersamanya.
Kedua laki-laki itu, Abraham dan Lot, adalah orang yang sangat makmur,
masing-masing memiliki sejumlah besar binatang ternak gembalaan dan domba.
Setelah mereka tiba di tanah Kanaan, kelaparan melanda negeri itu. “Ketika
kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abraham ke Mesir untuk tinggal di situ
sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu.”
Abraham lalu kembali ke Palestina, di
mana Tuhan berkata kepadanya: “Bersiaplah, jalanilah negeri itu menurut
panjang dan lebarnya, sebab kepadamulah akan Kuberikan negeri itu."
Sesudah itu Abram memindahkan kemahnya dan menetap di dekat pohon-pohon
tarbantin di Mamre, dekat Hebron, lalu didirikannyalah mezbah di situ bagi
TUHAN.”
[203]. [204] Agaknya Muhammad ingin
mengatakan bahwa Abraham tidak beribadah dengan mezbah selama puluhan tahun
menetap di Kanaan? Sungguh penghinaan terhadap Abraham![205]]
Abraham tinggal menetap di Hebron, yang
sekarang dikenal dengan Al-Khalil (artinya, sahabat Tuhan, dinamakan
menurut nama Abraham), di mana mezbah dan makamnya masih tetap ada.
*[Itulah mezbah utama Nabi Abraham dan
keluarganya, dan lucu kalau diklaim tanpa bukti, dialih-paksakan Islam ke
Mekah, dimana Ka’bah dianggap sebagai Baitullah pertama yang dibangun di dunia
oleh Ibrahim dan Ismail:
“Sesungguhnya rumah yang mula-mula
dibangun untuk (tempat beribadah) ialah Baitullah di Bakkah (Mekah) yang
diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Ibraham memiliki hubungan yang sangat
erat dengan Tuhan, dan mereka berdua kerap mengadakan percakapan yang
bersahabat. Suatu ketika, Abram berkata kepada Tuhan: “Ya Tuhan, apakah yang
akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai
anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu…. Engkau
tidak memberikan kepadaku keturunan, sehingga seorang hambaku nanti menjadi
ahli warisku."”
Hal ini dikarenakan istrinya, Sara,
mandul dan tidak dapat melahirkan anak. Sebagai gantinya, Sara meminta Abraham
untuk mengambil Hagar, budak yang diberikan kepada Sara oleh Firaun ketika ia
masih di Mesir, supaya Hagar menjadi isteri, agar dapat memberikan Abraham
keturunan. “Jadi...Abraham menghampiri Hagar, lalu mengandunglah perempuan
itu. Ketika Hagar tahu, bahwa ia mengandung, maka ia memandang rendah akan
nyonyanya itu. Lalu berkatalah Sarai kepada Abram: "Penghinaan yang
kuderita ini adalah tanggung jawabmu; akulah yang memberikan hambaku ke
pangkuanmu, tetapi baru saja ia tahu, bahwa ia mengandung, ia memandang rendah
akan aku…. Kata Abram kepada Sarai: "Hambamu itu di bawah kekuasaanmu;
perbuatlah kepadanya apa yang kaupandang baik."”
Akibatnya, Sarai memperlakukan Hagar
dengan sangat buruk, sehingga ia melarikan diri. ”Lalu Malaikat TUHAN
menjumpainya dekat suatu mata air di padang gurun, yakni dekat mata air di jalan
ke Syur. Katanya: "Hagar, hamba Sarai, dari manakah datangmu dan ke
manakah pergimu?" Jawabnya: "Aku lari meninggalkan Sarai,
nyonyaku."”
*[Apa yang Anda tampak disini? Baik
Sara, maupun Abraham, dan Malaikat TUHAN tetap menyebut Hagar sebagai hamba Sarai,
sekalipun Hagar sudah diperistri oleh Abraham! Artinya Hagar dan keturunannya
cuma mendapatkan hadiah, tetapi tidak menjadi ahli waris dari kekayaan –
apalagi kenabian – Abraham! Ia malahan dipersalahkan lebih jauh karena mudah
menjadi sombong dan telah melawan dengan memandang rendah nyonyanya sendiri,
sifat yang kelak diturunkan pula kepada Ismael. (Kej.16:12)]
Kurang lebih tiga belas tahun kemudian,
ketika Abraham berusia 99 tahun, malaikat Tuhan menampakkan diri kepadanya dan menjanjikan
kelahiran anaknya dari Sara yang saat itu berusia 90 tahun. Di samping itu,
dalam Kejadian 17 tersebut, Tuhan:
§ Menjanjikan anak laki-laki Abraham
akan lahir setahun kemudian.
§ Mengubah nama Abram menjadi Abraham.
§ Mengubah nama istrinya dari Sarai
menjadi Sara.
Cerita ini berlanjut:
“Pada waktu itu Sara melihat, bahwa
anak yang dilahirkan Hagar, perempuan Mesir itu bagi Abraham, sedang main
dengan Ishak, anaknya sendiri. Berkatalah Sara kepada Abraham: "Usirlah
hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli
waris bersama-sama dengan anakku Ishak.” Hal ini sangat menyebalkan Abraham
oleh karena anaknya itu.
Tetapi Allah berfirman kepada Abraham:
"Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu; dalam segala yang
dikatakan Sara kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya, sebab yang akan
disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. Tetapi keturunan dari
hambamu itu juga akan Kubuat menjadi suatu bangsa, karena iapun anakmu."
Abraham menunjukkan kekesalannya atas
permintaan Sara mengenai Hagar, namun Tuhan menampakkan diri dan menyuruhnya
untuk mendengarkan Sara.
*[Abraham yang teruji itu tentu taat
sepenuhnya kepada Tuhan, maka iapun menyuruh (baca: mengusir menuruti Sara)
hamba perempuan itu persis seperti apa yang perintahkan Tuhan kepadanya. Namun
Muhammad dengan Jibrilnya yang tak teruji itulah yang membelotinya menjadi
Abraham yang ikut mengantar Hagar dan Ismael sampai ke Mekah. Suatu
penyelewengan kisah yang tak masuk ke akal, mengingat Sara dan Ishak pasti tak
mungkin ditinggalkan Abraham demi melayani Hagar yang hamba yang diusir itu,
karena sempat berdosa terhadap nyonyanya (sombong dan memandang enteng Sara
yang tadinya mandul.)]
“Keesokan harinya pagi-pagi Abraham
mengambil roti serta sekirbat air dan memberikannya kepada Hagar. Ia
meletakkan itu beserta anaknya di atas bahu Hagar, kemudian disuruhnyalah
perempuan itu pergi. Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun
Bersyeba. Ketika air yang di kirbat itu habis, dibuangnyalah anak itu ke
bawah semak-semak, dan ia duduk agak jauh, kira-kira sepemanah jauhnya, sebab
katanya: "Tidak tahan aku melihat anak itu mati." Sedang ia duduk di
situ, menangislah ia dengan suara nyaring. Allah mendengar suara anak itu, lalu
Malaikat Allah berseru dari langit kepada Hagar, kata-Nya kepadanya:
"Apakah yang engkau susahkan, Hagar? Janganlah takut, sebab Allah telah
mendengar suara anak itu dari tempat ia terbaring. Bangunlah, angkatlah anak
itu, dan bimbinglah dia, sebab Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang
besar." Lalu Allah membuka mata Hagar, sehingga ia melihat sebuah sumur;
ia pergi mengisi kirbatnya dengan air, kemudian diberinya anak itu minum. Allah
menyertai anak itu, sehingga ia bertambah besar; ia menetap di padang gurun
dan menjadi seorang pemanah. Maka tinggallah ia di padang gurun Paran, dan
ibunya mengambil seorang isteri baginya dari tanah Mesir (seorang wanita dari
tanah kelahiran Hagar).”
*[Abraham tak bisa lain kecuali
menyiapkan bekal berupa roti dengan sekirbat air kepada Hagar dan Ismael. Itu
berarti bahwa bekal ini hanya mampu bertahan sebatas perjalanan yang sangat
pendek (hingga Bersyeba), tidak mungkin sampai berbulan-bulan atau
bertahun-tahun hingga ke Mekah. Sebagai makhluk yang dihargai dan dikasihi,
Tuhan menciptakan bagi mereka sebuah sumur disitu – tentu bukan sumur ZamZam di
Mekah seperti yang didongengkan sesukanya – sehingga kehidupannya dapat
berkelanjutan sebagai bangsa yang besar seperti yang dijanjikan Tuhan. Ismael
bersama ibunya yang orang Mesir itu menetap seterusnya di padang gurun Paran
sebagai orang Mesir dan menikah dengan wanita Mesir.]
Ketika Ishak berusia kurang lebih empat
belas tahun, Tuhan memerintahkan Abraham untuk membawa Ishak ke Gunung Moria,
di mana ia harus mempersembahkan anaknya yang tercinta sebagai korban kepada
Tuhan. Abraham mematuhinya, karena itu adalah perintah langsung dari Tuhan
dengan berfirman, jelas dan spesifik, yaitu ISHAK (bukan mimpi atau tafsiran
mimpi seperti yang didongengkan Quran, yang tidak berani menyebutkan nama si
anak yang diminta oleh Tuhan untuk dikurbankan bagiNya!).
*[Ternyata perintah Tuhan untuk
pembunuhan sang anak yang tadinya terasa sangat aneh dan kejam itu bukanlah
sekedar ujian Tuhan semata untuk iman Abraham, (Allah sudah lebih tahu)
melainkan justru untuk mengilustrasikan betapa Ishak (yang menyimbolkan anak
manusia yang harus dihukum mati karena dosa-dosa yang dibuat manusia)
ditebus oleh Anak-Domba (yang melambangkan kurban penebusan Yesus di atas kayu
salib kelak, seperti yang sudah diterangkan di depan.)]
Alkitab berkata: “Abraham mengambil
domba itu, lalu mengorbankannya sebagai kurban bakaran pengganti anaknya. Dan
Abraham menamai tempat itu: "TUHAN menyediakan"; sebab itu sampai
sekarang dikatakan orang: "Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.”
Ketika Abraham meninggal, ia berusia
175 tahun. “Dan anak-anaknya, Ishak dan Ismael, menguburkan dia dalam gua
Makhpela, di padang Efron bin Zohar, orang Het itu, padang yang letaknya di
sebelah timur Mamre.”
§ Abraham meninggalkan seluruh kehidupannya
di Palestina setelah meninggalkan Haran, kecuali sebuah kunjungan singkat di
Mesir.
§ Ia tidak pernah mengunjungi
Semenanjung Arab. Ismael juga tidak pernah tinggal di Mekah di Semenanjung
Arab, tetapi tinggal di dekat ayahnya, yang memungkinkan dia bisa hadir pada
saat pemakaman ayahnya.
Jadi, mari kita cari tahu kebenarannya:
Apakah Al-Qur’an menceritakan kisah ulang yang asli tentang Abraham sebagaimana
yang telah ditulis dalam Alkitab, ataukah ia membajak ceritanya dengan
sensoran, imbuhan, dan plintiran yang menjadikannya malah kabur dan tak masuk
nalar??
Perhatikan dua jenis perintah aneh
dalam Al-Quran seperti dibawah ini.
Yang satu perintah Allah kepada Abraham
dan Ismael untuk membersihkan Ka’abah: “Dan ingatlah ketika kami menjadikan
rumah itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah
sebagian makam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim
dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang
itikaf, yang rukuk dan yang sujud (berdoa).”
Yang ke dua, perintah dari Abraham
kepada anak-anaknya yang hidup lebih dari dua ribu tahun sebelum Islam itu
sendiri muncul (¡): “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada
anak-anaknya, demikian pula Yakub, “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah
memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama
Islam.”
Bagaimana mungkin pernyataan sedemikian
konyol, dapat dipercaya sebagai wahyu, sebab Yakub (yang dinamai Israel) dan
seluruh keturunannya adalah orang-orang Yahudi totok, dan mereka hidup ribuan
tahun sebagai bangsa Israel sebelum Islam datang dan memusuhi mereka? Setting
Israel hendak ditelan oleh dongeng apaan dari Qur’an ini?!
Mengenai kisah Zamzam, Al-Qur’an
mengatakan Allah memerintahkan agar As-Shafa dan Marwah
Maka Muhammad pun membuat tujuh
perjalanan Hagar mencari air sebagai bagian dari ritual umat Islam yang naik
haji, seperti yang dikatakan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya Shafa dan Marwah
adalah sebagian dari syiar (ritual) Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji
ke baitullah (Ka’abah di Mekah) atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya
mengerjakan Sai antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu
kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri
kebaikan lagi Maha Mengetahui.”
Memindahkan setting Israel ke Arab
tentu kurang memuaskan bila tidak menafikan “keyahudian” Abraham itu sendiri.
Maka dikatakanlah bahwa Abraham itu bukan seorang Yahudi bukan pula seorang
Nasrani, tetapi seorang Muslim yang sangat taat (Surat 3:67). Kita layak
bertanya, apakah “Islam” yang disebutkan di dalam Al-Qur’an ini memakai
retorika pidato ataukah berdasarkan arti yang sebenarnya sebagai wahyu, bahwa
ia adalah seorang Muslim, ribuan tahun sebelum Islam itu sendiri muncul?
*[Bagaimana mungkin Muslim
mempraktekkan standar ganda mengatakan Abraham – bapak Ishak dan Yakub (Israel)
dari keturunan Yahudi – bukan sebagai kepala suku bangsa Yahudi, sementara
Ismael yang berdarah Mesir dan kawin dengan istri Mesir, itu disebut sebagai kepala
suku bangsa Arab? Kitab Taurat dan seluruh Alkitab menyebutkan Tuhan Elohim itu
sebagai Tuhannya Abraham, Ishak, dan Yakub. Tak ada disangkutkan dalam
kesejajaran dengan Ismael.
Kisah keseluruhan Abraham ini tersebar
di dalam Al-Qur’an, dalam lebih dari delapan puluh ayat, yang kemudian
dikumpulkan dan dirangkaikan oleh Al-Hamid Al-Sahhar menjadi sebuah kisah yang
sebagiannya disangkutkan kepada “fakta” yang seharusnya dibuktikan (namun sudah
dianggap fakta), dan sebagian lainnya diusahakan untuk dicocok-cocokkan ke
akal. Namun menyisakan begitu banyak antagonisme dan pendongengan yang tidak
satupun tercarikan jejaknya dimasa silam. Misalnya Hagar dikisahkan sebagai
seorang yang berpendidikan, ex-istri dari Raja Mesir Selatan. Raja ini
ditaklukkan oleh Firaun, lalu mengambil Hagar sebagai tawanan budak, yang
nantinya dihadiahkan kepada Sara.]
Lebih jauh lagi, Al-Qur’an mengatakan
bahwa Al-Qur’an hanya mendongengkan bahwa Abraham bermimpi, lalu merasa harus
mempersembahkan seorang anak sebagai kurban. (tanpa disebut namanya, padahal
itu hendak dijadikan dasar untuk mengkoreksi Alkitab). Tetapi Alkitab, sebagai
sumber cerita yang sebenarnya, meyakinkan kita semua bahwa Tuhan berbicara
dengan Abraham dan meminta Ishak secara spesifik untuk dipersembahkan, di atas
bukit Moria, sebelah utara Hebron, bukan jauh di padang gurun Arab entah
dimana.
Akhir kata, sebagai seorang Muslim,
mereka telah diajarkan oleh Al- Qur’an bahwa Alkitab adalah firman Tuhan yang
sempurna, sekalipun para Ahli Kitabnya banyak yang korup. Oleh karena itu,
selayaknyalah kita harus mempercayai apa yang dikatakan Alkitab. Jika kita
katakan Alkitab telah diubah ke-aslian-nya, pertanyaannya adalah, “Mengapa?”
dan “Untuk kepentingan siapa?” [Dan bagaimana hal itu dapat dilakukan mengingat
begitu sakral-nya setiap ayat itu dipelihara, baik oleh kubu Yahudi, maupun
oleh Nasrani, yang saling bersaing dikala itu.] Semua bukti justru menunjukkan
hal yang sebaliknya, yaitu bahwa Alkitab tidak pernah berubah, melainkan
dibenarkan. Bahkan, cukuplah bagi kita untuk memperoleh kesaksian dari
Al-Qur’an yang meyakinkan bahwa Alkitab adalah sempurna, dengan menyatakan
Tuhan telah menurunkan Peringatan (Alkitab) dan bahwa Allah memeliharanya.
Jika kita menerima bahwa Alkitab adalah
benar, maka kebanyakan cerita dalam Al-Qur’an telah merubahnya. Jika kita
percaya bahwa Alkitab adalah benar dan Al-Qur’an juga benar, maka kita akan
memiliki dua “Tuhan”, satu Tuhan di dalam Alkitab dan satu lagi Tuhan yang
menurunkan cerita yang berbeda di dalam Al-Qur’an. Tetapi tidak mungkin,
Alkitab dan Al-Qur’an memiliki kesamaan dalam hal ini, karena hanya ada satu
Tuhan, bukan dua. Jadi sudah jelas, kitab mana yang benar dan berotoritas
Kesimpulan
Saya menulis buku ini agar teman-teman
dan kerabat-kerabat Muslim saya, secara khusus keluargaku yang tinggal di
Mesir, negara-negara Arab dan kepada umat Islam di seluruh dunia dapat
membedakan yang batil dan kebenaran yang lurus. Bahwa kebenaran itu ada dalam
diri Yesus Kristus dari Nasaret. Umat Islam berdoa beberapa kali sehari agar
Allah dapat menuntun mereka kepada jalan yang lurus.
Yesus berkata: “Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku.”
Inilah JALAN LURUS yang dicari umat
Muslim sedunia!
Yesus Kristuslah Jalan Lurus itu, jalan
yang akan membawa Anda ke surga. Jika Anda ingin mencapai surga, tidak ada
jalan lain selain percaya kepada Sang Jalan, yaitu Yesus Kristus yang telah
mati untuk menebus dosa-dosa Anda. Terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat
Anda. Damai sejahtera akan menjadi milik Anda saat disini, dan surga disaat
nanti. Anda tidak akan menjadi kecewa. Amin.
[1] Pembaca yang hendak melihat lebih
jauh Empat terjemahan utama Al-Qur’an terdapat di:
[2] Berbagai tulisan Hadits dan Sunah
dapat ditemukan di: www.usc.edu/dept/MSA/fundamentals/hadithsunnah/
[3] Mu’ammar al-Qadhafi, presiden
Lybia, terkenal anti Barat dan Israel.
[4] Lihat bagan di akhir dari
Pendahuluan ini.
[5] Surat ini dalam Al-Qur’an dengan
jelas mengatakan bahwa Allah me-nyesatkan orang yang ia kehendaki: 4:88; 6:39;
13:27; 14:4; 16:93 dan 74:31.
[6] Juga dikenal dengan nama ‘Amr bin
Hisham. Lihat juga Bab 3.
[7] Orang-orang yang disebut sebagai
“Kristen” dalam buku ini, biasanya merujuk kepada agama yang berakar dari agama
Roma Katolik.
[8] Dari Al-Sira Al-Halabia oleh
Burhan El-Deen Al-Halabi.
[9] Al-Sira Al-Halabia oleh
Al-Halabi, hal. 380. Lihat juga Hadith of Sahih Muslim & The Life of
Muhammad oleh Dr. Muhammad Hussein Haikal (1982), hal. 148-149.
[10] Imam Abu al-Fadl ‘Abd al-Rahman
ibn Abi Bakr Jalal al-Din al-Suyuti (1445-1505) adalah seorang guru Mesir,
mengarang hampir 500 karya tulis; salah satu penulis Muslim yang produktif. Dia
biasa dikenal dengan sebutan “Al-Suyuti.”
[11] The Jurisprudence of the Life
of Muhammad oleh Al-Suyuti, hal. 68-69.
[12] The Life of the Prophet by
Ibn Hisham, hal. 174.
[13] Lihat The Beginning and the End
oleh Simail Ibn Kathir, Vol. III, hal. 15; Sirat Al-Maghzai, oleh Ibn
Ishaq, hal. 133; Rawd Al-Unuf oleh Ibn Hisham, hal. 271-272; The Life
of Muhammad oleh Dr. Haikal (1982), hal 152; dan Al-Isaba fi tamyiz
al-Sahaba (Finding the Truth in Judging the [Muhammad’s] Companions) oleh
Ibn Hajar Asqalani (1372-1449), Vol IV, hal. 273.
Liat The Life of the Prophet’s
Wives oleh Dr. Sa’id ‘Ashur, hal. 37 dan 49; Assad Al Galba (The Lion of
the Forest) oleh Ibn Al-Athir, hal. 189; Al-Isaba fi tamyiz al-Sahaba, Part
IV, hal. 330; dan The Wives of the Prophet oleh Al-Shati’, hal. 59-60.
[25] Dalam cerita yang serupa lihat Muhammad:
His Life Based on the Earliest Sources oleh Martin Lings (1983), hal. 106.
[30] Untuk informasi selanjutnya, baca “Yurisprudensi
dari Kehidupan Muhammad (Faqh Al-Sirah) oleh Sa’id ‘Ashur, hal. 126; dan Al-Isaba
fi tamyiz al-Sahaba oleh Ibn Hajar Asqaliani, Vol. IV, hal. 307.
[35] Sahabat dekat dari Muhammad,
dikenal dengan sebutan “Orator dari Rasul Allah.” Lihat Hadits Sahih
Bukhari, Vol. 5, Book 590, #659 & 662; dan Hadits Sahih Muslim, Book
1, #215 & Book 29, #5650.
[36] Lihat The Life of the Prophet (Sirat
Al-Nabi) oleh Ibn Ishaq & The Wives of the Prophet oleh bint
Al-Shati’, hal. 173-176, “The Beautiful Captive.” Hal ini ditermukan dalam
bentuk lain di Sunan Abu-Dawud, Book 29, #3920 dan Muhammad: His Life
Based on the Earliest Sources by Martin Lings (1983), hal. 241-242.
[37] The Wives of the Prophet, hal.
137.
[38] Al-Isaba fi tamyiz al-Sahaba oleh
Ibn Hajar, Vol. IV, hal 284.
[41] Lihat Al-Isaba fi tamyiz
al-Sahaha oleh Ibn Hajar Asqalani, Bagian VII. Hal. 291 dan The Wives of
the Prophet, hal. 217.
[43] Lihat Hadith dari
Sahih Bukhari, Vol. 3, Buku 43, #648 dan Sura Al-Ahzab (Golongan Yang
Bersekutu)
[44] Surat Al-Tahrim (Pengharaman),
66:1
[45] Lebih dari 20 sarjana Muslim
mencatat cerita ini, termasuk: Al-Istiab, Vol. IV, hal. 1812; Oun
Al-Ithr, Vol. II, hal. 402; Al-Samt Al-Thamin, hal. 85; Al-Zamkhashri,
hal. 562-63; The Causes of Descendancy oleh Al-Suyuti, hal.
280; Al-Ittiqan oleh Al-Suyuti, Vol. IV, hal. 92; Fuqaha’ Al-Sahaha oleh
Abd. Al-Aziz Al-Shanwi, hal. 38; dan The Life of Muhammad by Dr. Haikal,
hal. 450, entitled, “The Revolution of the Wives of Muhammad.”
[46] Lihat, sebagai contoh, Surat An-Nisa’
(Wanita) 4:89
46a Lihat surat al-Baqara 2:197
[47] Surat Al-Abzab (Golongan
Yang Bersekutu) 33:50
[49] Lihat Surat Al-Baqara (Sapi)
2:222
[51] Dalam salah satu versi dari
kejadian ini, lihat Muhammad: His Life Based on the Earliest Sources
oleh Martin Lings (1983), hal. 117.
[52] Lihat Muhammad: His Life Based
on the Earliest Sources, hal. 58. Abu-Jahl (‘Amr bin Hismam) disebutkan
terus dalam Hadits Sahih Bukhari dan Sahi Muslim, demikian pula dalam Sunan
Abu-Dawud.
[53] Yaitu, anak perempuan dari Abu
Jahl (Abu Al-Hakam).
[54] Variasi dari kalimat terakhir
dapat ditemukan pada Hadits Sahih Bu-khari, Vol. 5, Book 57, #61 &
111; Hadits Sahih Muslim, Buku 31, #6000. Cerita lengkapnya bisa
ditemukan dalam Hadits Sahih Bukhari, Vol. 4, Book 53, #342; Vol. 5,
Book 57, #76 dan Hadits Sahih Muslim, Buku 31, #5999, 6001 & 6002.
[55] Surat An-Nisaa’ (Wanita)
[56] Cerita ini dikonfirmasikan dalam The
Causes of Descendancy oleh Al-Suyuti, hal. 73; dalam Al-Zamkhashri,
Vol. I, hal. 131; dalam The Sahih oleh Musnid, hal. 47 dan dalam
sebagian besar referensi Islam.
57 The Beginning and the End
oleh Ibn Kathir, Vol. IV, hal. 339.
[58] Lihat Hadits Sahih Bukhari,
Vol. 4, Book 53, #370; demikian pula Hadits Sahih Muslim, Kitab 19, Bab
13 “Mengenai hak para pembunuh untuk memiliki seluruh harta dari orang yang
mereka bunuh dalam pertempuran,” #4340-433. Lihat juga Jawami’ Al-Sira oleh
Ibn Hazm, hal. 191 dan The Jurisprudence of the Life of Muhammad (Faqh
Al-Sira) oleh Al-Bouti, hal. 299.
[59] Perang Badar terjadi pada tanggal
17 Maret, 624.
[60] Hudhayfah Ibn al-Yaman (meninggal
tahun 656).
[61] Hadits mengatakan bahwa hanya
mereka yang pada Perang Badar yang menjadi Muslim yang akan diselamatkan.
Inilah mengapa Hudhayfah marah! Lihat Hadits Sahih Bukhari, Vol. 5, Book
59, #354; Vol. 9, Book 83, #5; dan Hadits Sahih Muslim, Boku 1,
#173-175.
[62] Lihat Hadits Sahih Bukhari,
Vol. 4, Buku 56, #704-705; Vol. 9,
Bab 1”The People Are Subservient to the
Quraish and the Caliphate is the Right of the Quraish,”
# 44... .
[63] The History of the Caliph
oleh Al-Suyuti, hal. 10.
[64]Hadits Sahih Bukhari, Vol.
4, Book 56, #705 dan Vol. 9, Book 89, #254.
[65] Hal ini bersumber dari apa yang
dinamakan Farewell Adresss dari Muhammad: “Hai orang-orang! Sesungguhnya
Tuhanmu itu hanya satu dan Bapamu juga satu. Kamu semua berasal dari keturunan
Adam dan Adam diciptakan dari tanah liat. Tidak ada keistimewaan orang Arab di
atas orang non Arab dan orang non Arab di atas orang Arab ... kecuali dalam
hal kesalehan.”
[66] The Beginning and the End
oleh Ismail Ibn Kathir, hal. 171.
[69] The Light of Certainty (Nur
Al-Yaqin), 24th edition, p. 235-237.
[70] Kehidupan Muhammad, Dr.
Haikal, p. 441-442; The Beginning and the End, IBn Kathir, Vol. IV, p.
353; Jawami’ Al-Sira, Ibn Hazm, p.159; Rawd Al-Unuf , As-Suhaili,
Vol. IV, p. 156-157; Al-Sira Al-Halabia, Al-Halabi, Vol. III, p.85-97;
dan History of Nations and Kings oleh Al-Tabari, Vool. III, p. 175-76.
[72] Lihat The Life of the Messenger
oleh Imam Muhammad bin Abd Al-Whab, hal. 85.
[73] Surat Al-Baqara (Sapi)
2:217.
[75] Surat Al-Anfat (Rampasan
Perang) 8:12.
[76] Surat Al-Anfat (Rampasan
Perang) 8:1.
[78] Surat Nuh (Nabi Nuh)
71:26
[79] Perang Uhud terjadi pada tanggal
23 Maret, 625.
[80] Surat Al-Imran (Keluarga
Imran) 3:121-181.
[81] Tahun ke-empat Hijrah.
Yaitu tahun 626 (empat tahun setelah Hijrah, perginya Muhammad dari Medinah ke
Mekah).
[83] Kisah ini, dari sudut pandang
Aisha diberitahu dalam Hadits Sahih Bukhari, Vol 3 Book 48, #805, 829;
Vol. 5, Book 59, #462-464; dan Vol. 6, Book 60, #274-278.
[84] Untuk “pencerahan” lengkapnya,
lihat Surat Al-Nur (Cahaya) 24:1-26.
[85] Surat Pewarisan (dikecualikan dari
semua Al-Qur’an Sunni) terdapat dalam semua Al-Quran Syiah, terdiri dari lima
ayat: “Demi Allah yang maha pengampun lagi maha penyayang. 1. Wahai orang
beriman! Berimanlah pada nabi dan Pelindung. 2. Yang berasal dari yang lain. 3.
Dan aku yang mendengar dan mengetahui. 4. Yang beriman dan berbudi baik akan
mendapatkan surga. 5. Terpujilah Tuhanmu, dan Ali adalah salah satu saksi.”
[87] Lihat juga The Life of
the Prophet oleh Ibn Hisham, Vol. III, hal. 118-143 (yang juga menulis
kejadian-kejadian lain yang tidak dimuat di sini); The Life of Muhammad
oleh Haikal, hal. 347-351 (yang menambahkan lebih banyak perjelasan mengenai
kekejaman Muhammad); dan Al-Sira Al-Halabia oleh Al-Halabi, Vol. II,
hal. 675-677. Cerita ini juga ditemukan dalam Rawd Al-Unuf oleh Imam
As-Suhaili, Vol. III, hal. 267-271 dan dalam buku-buku oleh Al-Tabari, Ibn
Kathir, Ibn Khaldoon, Al-Booti, Al-Khudri dan Al-Adid. Semua pengarang menulis
mengenai cerita mengerikan ini.
[88] Lihat The Perfect in Histroy
oleh Al-Athir, Vol. II, hal. 142.
>The history of Nations and Kings
oleh Al-Tabari, Vol. II, hal. 127.
[90] Kehidupan Nabi, Vol. IV,
hal. 134.
[91] Lihat The Beginning and the End
oleh Ibn Kathir, Vol. V, hal. 989; dan The Life of Muhammad oleh Dr.
Haikal, hal. 488.
[92] Ayat-ayat Al-Qur’an yang memprovokasi
kaum Muslim untuk berpe-rang dan mendorong mereka untuk membunuh termasuk Surat
An-Nisaa’ (Wanita) 4:76, 77, 89, 91, 95 & 104.
[94] Surat Al-Anfal 8:65.
terjemahan Yusuf Ali.
[95] Matius 5:39.
[96] Surat Muhammad 47:35,
terjemahan Yusuf Ali.
[98] Dia seorang pengkhotbah
Al-Qur’an yang terkenal di Mesir.
[99] 2.5% - yaitu, Al-Zakat.
Lihat Bab 4, Catatan kaki #54.
[100] Lihat Surat Al-A’raf
(Tempat Tertinggi) 7:160.
[101] Lihat Surat At-Tauba
(Pengampunan) 9:69.
[102] Lihat Surat Al-Hajj (Haji)
22:69.
[103] Lebih jelas lagi, Al Qur’an
“diwahyukan” dalam dialek suku Quraish. Lihat Hadits Sahih Bukhari, Vol. 6, Buku
61, #507.
[104] Lihat Hadits #5751 (Mishkat, Vol.
3). Bukan dalam Ahadits Bukhari atau Muslim, tetapi dari ucapan asli Muhammad,
menurut Kamus Hadits Al-Qari (Al-Asrar Al Marfu’a), diterjemahkan
dan ditulis oleh GF Haddad. Bahasa Arab juga ditekankan dalam Al Qur’an. Lihat
Surat Ash-Shu’ara’ (Para Penyair) 26:195; Az-Zumar
(Rombongan-rombongan) 39:28; Ha Mim Sajdah (Yang Dijelaskan) 41:3, 44; Ash-Shura
(Musyawarah) 42:7; Az-Zukhruf (Perhiasan) 43:3; Ad-Dukhan (Kabut)
44:58; Al-Ahqaf (Bukit-bukit Pasir) 46:12; dan An-Nahl (Lebah)
16:103.
[105] Lihat Bab 3, catatan kaki #18
untuk lebih jelasnya.
[106] Disebut sebagai “tanda
diacritical”, yang diletakkan di atas atau di bawah sebuah huruf yang dapat
mengubah arti atau kala (tenses) sebuah kata, pengucapan atau suasana; atau
untuk membedakan antara satu kata lain dengan kata yang benar-benar berbeda.
[107] Majmoo’ Al-Fatawa
(Kompilasi Fatwa), Vol. XVII, hal 101.
[108] Lihat Al-Ittiqan oleh Al
Suyuti, Vol. I, hal 160. Lihat juga Behind the Veil: Unmasking Islam
oleh Abd El Schafi (1996), hal 189-194.
[109] Lihat Hadits Sahih
Bukhari, Vol. 3, Buku 41, #601; Vol. 4, Buku 54, #442; Vol. 6, Buku 61,
#513-514; Vol. 9, Buku 93, #640; dan Hadits Sahih Muslim, Buku 4, Bab
139: “Al Qur’an telah Diwahyukan dalam Tujuh Cara Baca dan Artinya,”
#1782-1790.
[110] Al-Ittiqan oleh Al-Suyuti,
Vol. I, hal 100.
[111] Lihat Al-Baydawi, hal 123;
Al-Kashaf oleh Al-Zamkhasri, Vol. I, hal 53; Al-Ittiqan oleh
Al-Suyuti, hal 98; Sahih Al-Mustanad, hal 53; dan The Causes of the
Revelation oleh Al-Wahidi, hal 98.
[112] Lihat The Causes of
Descendancy oleh Al-Suyuti, hal 12 &121.
[113] Surat Al-An’am (Binatang
Ternak) 6:93.
[114] Surat Al-Imran (Keluarga
Imran) 3:195.